Ku culik kamu

8.5K 1.8K 299
                                    

            Immanuel tidak pernah neko-neko soal gaya dan penampilan, cukup pakai baju kaos, celana longgar hitam dan hoddie abu-abu sudah cukup, mungkin biasa saja bagi orang lain. Namun wajah El membuatnya menjadi luar biasa.

Ya, orang ganteng mah mau pake baju apa aja bagus, kayak gue. Begitu kata Hanif kalau sedang narsis.

"Nah kalau elo masuk komplek nih, lewatin lapangan tennis, Lorong ketiga sebelah kiri nah pagar putih satu-satunya tuh rumah Jami'. Oke? Berangkat sana! Udah nunggu si Jami'."

"Huuuu, kok gue deg-degan ya Nif. Bokap Jami' galak gak?" El yang sudah memasang helmnya ragu memutar gas, kini ia menatap Hanif meminta petunjuk.

"Gue gak pernah ketemu sih, tapi dia temenan sama bapak gue. Lagian elo ke sono cuma jemput Jami' El. Gak usah mampir segala, sok-sok-an mau jadi calon mantu yang baik," Omelan Hanif membuat El menutup kaca helmnya dan melaju.

"El! Gak usah sok beli martabak buat bapaknya Jami' ya! Pokoknya jemput Jami' doang!"

Entahlah teriakan Hanif ini apa masih terdengar atau tidak di telinga El yang sudah membelah malam kota Malang menjemput pujaan hatinya.

Jami' mendengar suara klakson dari halaman rumahnya langsung berlari keluar.

"Udah dateng jemputannya?" Teriak Ibunya dari dapur.

"Iya bu, udah dateng," Jami' buru-buru memasang sepatunya.

"Yang jemput siapa Mi'?" Penasaran sang Ayah.

"Hanif, kan Jami' udah bilang mau ke rumah Hanif," Jawab Jami' malas, gadis itu cukup bete' dengan sang Ayah karena birokrasi meminta ijin keluarnya sangat berbelit-belit, meski akhirnya diijinkan sih.

"Suruh masuk dulu Hanifnya, Ayah mau ketemu." Pintanya.

Jami' mendengus malas dan menyeret kakinya ke depan, namun alangkah kagetnya Jami' karena bukan Hanif yang ada di atas motor melainkan Immanuel yang sudah memamerkan giginya yang rapi.

"Gimana Mi'? Langsung berangkat?"

El menyerahkan helm untuk digunakan Jami', namun bukannya tersenyum gadis itu malah berekspresi panik.

"Ko...kok elo? Hanif mana? Katanya Hanif yang jemput gue. Kok?"

El hanya tersenyum dan membalas...

"Surprise, hehe. Ayo naik." AJak El kemudian.

"Jami'!" Panggilan Ayahnya dari dalam semakin membuat Jami' panik.

"Aduh El, maaf ya tapi..." Selanjutnya yang dilakukan Jami' sedikit membuat hati Immanuel mencelos, gadis itu memasukkan kalung salib El yang menjuntai ke dalam hoodienya.

"Ini Hanif?" Masih shock, Immanuel bahkan susah mengulas senyum di hadapan ayah Jami' yang keluar melihat puterinya dijemput siapa.

"Ah, bukan Yah! Hanif sibuk nyiapin acaranya, disuruh temen yang lain buat jemput,"

Ayah Jami' memperhatikan Immanuel dari atas ke bawah, tidak ada yang kurang dari pemuda itu kecuali senyuman ramah.

"El," Jami menyikut pelan Immanuel hingga menyadarkannya. Buru-buru pemuda itu menarik kedua ujung bibirnya dan mengulurkan tangannya pada Ayah Jami'.

"Saya teman sekolah Jami' om. Maaf, Hanifnya gak sempet jemput jadi—"

"Nama kamu siapa?"

"Imman—"

"Iman Yah! Iman. Namanya Iman." Potong Jami' setengah panik, buru-buru gadis itu memasang helm lalu duduk di kursi penumpang, sebisa mungkin ia menjaga jarak dengan Immanuel di depan sang Ayah.

IMMANUEL & JAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang