4

6.4K 467 25
                                    

"qumi... qumi ya habibati.."

Panggilan Ari membangunkan Aira dari tidurnya. Ia baru tersadar jika ternyata tadi malam ia tertidur di sofa.

"Kok tidurnya di sofa sih?" tanya Ari.  Aira mengucek matanya tanpa menjawab pertanyaan dari suaminya. "Ayo bangun! siap-siap setor vocab,"

Ari segera memasuki ruangan yang mereka jadikan mushalla dan perpustakaan mini mereka itu, ruangan itu terletak di sebelah kamar tidur. Lalu ia mulai mengerjakan  shalat subuh.

Sementara Aira mencuci wajahnya dan lainnya di kamar mandi. Ia menatap lewat cermin dirinya yang begitu menyedihkan. Tadi malam ia sengaja tidur di sofa supaya Ari tidak tahu jika sebenarnya ia menangis.

"Aira? hayya huna. Aku mau nyetor mufradat kamu," rupanya Ari telah selesai shalat.

Aira segera bergegas ke sana dengan membawa catatannya yang berisi mufradat yang harus dihafalnya.

Setelah menyetor hafalannya, Ari rupanya ingin muraja'ah, ia meminta sang istri untuk menyimaknya. Mau tidak mau Aira harus menuruti, ia hanya mengangguk atau menggeleng ketika ditanya sesuatu.

"Kamu kok dari tadi cuma mengangguk atau menggeleng kepala aja? kamu takut ngomong ya?" goda Ari. Aira hanya membalasnya dengan senyuman sinisnya.

"Kamu bisa kok ngomong dengan bahasa Indonesia, tapi sekali ngomong dapat satu poin," ujar Ari lagi sambil tersenyum menatap Aira. Aira balik menatapnya tajam, sampai akhirnya Ari yang memutuskan untuk berhenti menatap mata elang milik Aira.

Aira memilih untuk memasak saja, malas untuk menghadapi suaminya itu.

"Syayyun au halibun?" tanya Aira kepada Ari ketika suaminya itu baru saja duduk di meja makan. Ari sudah rapi dengan kemeja lengan panjang dan celana berbahan kain.

"Wow... aku pikir kamu udah nggak bisa bersuara karena sedari tadi subuh nggak ngomong sepatah katapun," balas Ari dengan girangnya.

"Syayyun au halibun?" tanya Aira untuk kali kedua.

"Qahwah faqad,"jawab Ari enteng.

Aira menatapnya tidak suka. Suaminya ini benar-benar cari gara-gara. Ketika Aira sudah menyiapkan teh dan susu suaminya malah meminta kopi.

Ari terkekeh melihat Aira yang pengen protes, tapi tidak tahu cara ngomongnya.

"Aku ke kampus dulu ya, ada keperluan. Kamu baik-baik di rumah, dan lakukan hal-hal yang bermanfaat," Ari memberikan tangannya yang langsun dicium oleh sang istri.

"Mukanya dikondisikan dong, jangan ditekuk gitu, senyum kek. Kemarin kamu manis banget senyumnya sampe bikin aku pengen menghilangkan senyum itu. Nggak taunya malah sukses," sambung Ari lagi.

"Mending antum ke kampus deh," lirih Aira lalu membereskan meja makan dan mencuci piring.

"Kamu marah?"

Aira hanya menggeleng.

Ari memberanikan dirinya untuk memeluk istrinya itu dari belakang. "Limadza?" bisik Ari di telinga istrinya itu.

Aira membalikkan badannya demi menatap wajah suaminya itu. "La ba'sa," balas Aira lalu memindahkan tangan suaminya yang memegang tangannya tadi.

"Kalau mau pergi, pergi aja,"

"Aku nggak bisa pergi ninggalin kamu dalam keadaan seperti ini. Kamu marah sama aku?" tanya Ari lagi.

"Apa kamu cinta sama aku?" tanya Aira tiba-tiba yang membuat kedua tangan Ari merespon untuk menangkup wajah tirus milik Aira. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya itu. Namun ia ragu. Hatinya memintanya untuk mencium Aira, sedangkan otaknya mengatakan jangan.

Manajemen Rumah Tangga ✔Where stories live. Discover now