38

4.2K 321 38
                                    

Dua minggu sudah kepergian Ari. Selama dua minggu juga Aira harus melewati kesendiriannya. Pernah, pada suatu hari ia terpeleset di kamar mandi ketika menyikat lantai yang mulai licin. Ia pikir bayi dalam perutnya akan meregang nyawa, tapi ternyata aman-aman saja. Tidak ada yang tahu kondisinya, karena ia tidak ingin memberitahu siapapun. Lagipula, pasti tidak akan ada orang yang percaya dengan dirinya yang mengatakan suaminya mulai sering mengabaikannya.

Jam sepuluh malam, Aira duduk di sofa sembari mengutak-atik ponselnya. Setelah melakukan transaksi membeli paket nelpon, ia menelpon nomor seseorang yang begitu ia nantikan kepulangannya.

Panggilan pertama terhubung, tetapi tidak diangkat oleh suaminya itu. Aira tidak menyerah, ia terus saja mencobanya. Entah di panggilan yang ke-berapa, akhirnya telepon itu tersambung. Tetapi, seorang perempuan yang mengangkatnya. Aira marah bukan kepalang, darahnya langsung berdesir panas.

"Siapa kamu? kenapa kamu yang angkat teleponnya? mana suamiku? aku ingin bicara dengannya. Jangan coba main-main denganku!!!"

"I-iya, Mbak. Sabar Mbak.." ujar perempuan itu takut-takut.

Tak lama kemudian suara Ari terdengar. Kali ini suara laki-laki itu tidak seperti biasanya. Fikiran negatif mendominasi otak Aira. Di jam sepuluh malam, seorang perempuan mengangkat telepon Ari dan suara suaminya itu seperti seseorang yang habis lari maraton sepuluh kali putaran.

"Lagi dimana kamu? kenapa perempuan lain yang mengangkat teleponnya? aku minta kamu pulang sekarang juga!! aku udah siapin koper dan pakaian aku, kalau kamu belum pulang juga, biar aku yang pulang ke rumah orang tuaku!"

setelah mengancam suaminya, Aira cepat-cepat mematikan   ponselnya, takut jika Ari akan memarahinya balik. Tangannya kini meninju-ninju lengan sofa.

Tepat jam dua belas malam dua buah mobil berhenti dibalik gerbang rumah. Aira mengintip lewat jendela. Salah satu mobil yang merupakan milik suaminya nmemasuki halaman rumah dan berhenti di tempat biasanya. Sementara satu mobil lainnya masih berada di luar gerbang.

Tampak seorang lelaki turun dari mobil Ari, lalu keluar dari halaman rumah hingga kemudian menaiki mobil putih yang sedari tadi berada di luar gerbang. Setelah lelaki itu menaikinya, mobil tersebut pun melaju.

Kini fokus Aira mulai beralih pada mobil suaminya. Tampak Ari turun dengan wajah pucatnya. Tubuhnya kelihatan sedikit lebih kurus dibandingkan sebelumnya. Aira geleng-geleng kepala melihatnya.

Kenapa lelaki tadi mengantar bang Ari, apa jangan-jangan bang Ari mabuk sampai tidak bisa membawa mobil sendiri?

Aira membuka pintu, membiarkan suaminya masuk lalu ditutupnya rapat-rapat pintu rumah tersebut.

amarah sudah memuncak. Tamparan keras dilayangkan ke pipi suaminya itu. Sementara Ari terkaget dengan kelakuan istrinya.

"Dari awal aku udah curiga dengan kamu yang sering keluar rumah. Aku tahu, kamu nggak ke pesantren. Aku juga mencium bau obat-obatan di baju kamu. Kamu mengonsumsi obat-obat terlarang? tindak-tanduk kamu juga mencurigakan. Lalu, malam-malam begini seorang perempuan ngangkat telepon kamu?
Kamu keterlaluan! brengsek!!"

Aira mendorong dada Ari cukup keras membuat lelaki itu sampai terhuyung ke belakang. Untung saja pintunya sudah ditutup rapat. Kalau tidak, bisa jadi Ari akan terpental ke lantai teras. Terkadang tenaga seorang perempuan sepuluh kali lebih kuat ketika ia sedang dilanda emosi.

Tanpa merasa bersalah, Aira melengos pergi memasuki kamarnya. Sementara di luar sana, Ari meringis sambil memegang dadanya yang ia rasa sakit.

Dengan langkah pelan, Ari membuka pintu kamar. Suasana jadi canggung karena insiden yang terjadi barusan. Aira memilih berbaring lalu menutup wajahnya dengan selimut. Entah karena ia menangis atau malu dengan dirinya yang mulai lancang terhadap suami. Empat tahun menikah, belum pernah sekalipun mereka saling memukul. Sementara Ari meraih handuknya kemudian memasuki kamar mandi.

Entah berapa lama Ari berdiam diri di kamar mandi, yang Aira sadari ada sekitar satu jam lamanya suaminya itu berada di sana. Ia tidak mau ambil pusing apa lagi menaruh rasa curiga, yang penting ia sudah melepaskan unek-unek dalam hatinya.

Mohon maaf, part dihapus untuk kepentingan penerbitan.

Manajemen Rumah Tangga ✔Where stories live. Discover now