28

4.4K 380 7
                                    

Pada umumnya perempuan yang sedang mengandung itu akan merasakan yang namanya ngidam dan meminta suaminya untuk membelikan makanan ini dan itu, bahkan si istri meminta untuk dibelikan sesuatu yang langka atau sulit dijangkau, baik berupa tempat pembelian, dan sebagainya. Sungguh, memusingkan kaum suami.

Tapi berbeda dengan Aira. Ia sampai saat ini belum pernah meminta apapun. Entah karena tidak ngidam, atau karena takut kepadaku.

Aku terkekeh geli mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pada hari itu aku begitu sibuk mengurus siswa alias santri di ponpes. Mereka baru kembali ke pesantren setelah libur semester. Aku harus mengurus mereka yang pindah kamar. Sudah menjadi peraturan pesantren jika setiap semesternya kamar mereka akan di roker agar mendapatkan teman yang berbeda setiap pergantian semester. Ditambah lagi dengan mengurus santri baru. Harus melayani orang tua santri, mengarahkan mereka dan sebagainya. Setiap ustadz ponpes Az-Zikri sibuk bukan main pada hari itu.

Aira mengirimkan sebuah pesan yang isinya hanya dua kata. Aku yang tidak paham dengan maksudnya hanya membacanya, lalu memasukkan kembali ponselku ke saku celana. Sepertinya Aira salah kirim.

Aku begitu sibuk hari itu sampai lupa menelponnya untuk menanyakan apa maksud dari pesannya. Saking sibuknya, aku bahkan tidak pulang ke rumah pada sore itu semenjak setelah zuhur aku di pesantren.

Pukul sepuluh malam barulah aku pulang. Dengan badan yang penuh keringat dan tubuh lesu aku tiba di rumah. Aku memberi salam, tak lama kemudian pintunya dibuka Aira. Tumben sekali..

Aira jarang sekali membukakan pintu untukku ketika aku pulang kerja, karena memang aku melarangnya. Takut jika ada yang memberi salam ketika malam hari justru bukan aku, melainkan orang yang tidak dikenal.

Aku juga beralasan tidak ingin ia repot-repot untuk membukakan ku pintu, lagipula aku punya kunci cadangan yang selalu kubawa.

"Udah pulang, Bang?" ia mencium tanganku. Senyumnya tak pernah luput dari bibirnya.

"Istri dan anakku apa kabar?" aku bertanya seraya tangan kananku merangkulnya, sementara tangan yang lain ku biarkan mengelus perutnya yang membuncit itu.

"Abang beliin pesanan aku 'kan?" aku mengernyitkan dahi ketika mendengar pertanyaannya.

"Pesanan apa, Dek?"

"Jangan bilang kalau Abang lupa," balasnya bersama dengan melepas tanganku dari bahunya.

Dia bela-belain buka pintu ternyata ada maunya?

Aku mencoba mengingat-ingat sesuatu. Lalu pikiranku mulai mengingat pesan yang dikirimnya tadi siang. "Ohh chat yang kamu kirim itu, ya?"

Aira mengangguk pelan. Sebenarnya dia sudah mulai kesal jika ku lihat dari ekspresinya.

"Mana?"

"Aku nggak tau kalau itu kalimat perintah. Kamu ngirim pesan singkat banget, masa cuma dua kata. Aku mana paham,"

Tahukah kalian apa isi pesannya? cuma tulisan, "Mie Kepiting"

"Jadi kamu nggak beliin?" tanya Aira dengan kesalnya.

"Kirain kamu lagi belajar ngetik, makanya aku nggak peduli sama isi pesannya," balasku gampang seraya memasuki kamar.

Aira mengikuti ku dari belakang, lalu berdiri di ambang pintu. "Intinya aku pengen makan mie kepiting!!"

"Intinya aku nggak mau beli, aku malas keluar lagi. Seharian ini aku capek banget," ujarku seraya meraih handuk untuk mandi. Badanku terasa begitu lengket.

"Kamu tidur ya, udah malem lho," ujarku sebelum menutup pintu kamar mandi.

Aku mulai bergelut dengan ritual mandiku. Kurang lebih sepuluh menit kemudian barulah aku keluar dari sana.

Manajemen Rumah Tangga ✔Where stories live. Discover now