8

5.5K 482 26
                                    

Suara adzan di ujung senja itu mengisyaratkan jika maghrib telah tiba. Seluruh insan muslim berbondong-bondong untuk menunaikan kewajiban mereka menyembah sang Khaliq.  Tak terkecuali keluarga kecil Ari. Mereka saat ini tengah berada di mushalla kecil yang ada di rumahnya. Aira nampak cantik dengan balutan mukena yang berwarna putih dengan bordir bermotif di ujungnya. Ari nampak gagah dengan baju Koko berlengan hingga siku. Namun, yang menarik perhatian adalah seorang bocah yang berdiri diatas sajadah kecil di belakang Ari. Bocah berusia dua  tahun setengah itu memakai jubah yang pas di badannya, membuat Aira yang berada di belakangnya menjadi gemas sekali melihatnya.

"Sayang, pecinya miring," ujar Aira sambil membetulkan posisi peci si bocah, yang tak lain adalah Sultan.

Ari mulai membaca takbir sebagai tanda permulaan shalat. Dua jamaah di belakangnya nampak begitu khusyu dalam shalatnya. Lantunan surah Hud ayat 25 membuat jantung Aira berdesir seketika. Pasalnya ia begitu suka mendengar ayat tersebut dan ia sedang berusaha menghafalnya. Ari membawanya begitu khidmat, apalagi pada rakaat kedua, di ayat ke 33 membuat tubuh Aira bergetar karena Ari membacanya seraya terisak.

Sultan sesekali menatap ke belakang dan ke depan, menyaksikan pasangan suami istri itu menangis dalam shalatnya.

Ucapan salam dari Ari terdengar seraya menghadap ke kanan dan kiri. Menyadari ritual shalat usai, Sultan bangun dan meloncat-loncat didepan Ari, mungkin ia bosan karena shalat maghrib tadi memakan durasi sedikit lama.

Ari sama sekali tidak marah, ia bahkan menarik bocah itu dan didudukkannya di pangkuannya. Sampai akhirnya Ari mengangkat kedua telapak tangannya untuk membaca doa, anak itu ikut melakukan hal yang sama dan menjawab amin.

Suara shalawat dilantunkan oleh mereka bersamaan sambil bersalaman.

Sultan bosan berlama-lama dengan Ari, ia mulai mendekati Aira yang baru saja meraih Al-Qur'an kecilnya.

"Sultan mau aji," ucapan bocah itu membuat Aira kebingungan dan menatap suaminya.

"Mau ngaji ya, sayang?" tanya Ari. Sultan hanya mengangguk polos. Ari bangkit menuju deretan lemari yang berada di ruangan itu, lalu mengambil salah satu diantara beberapa buku agama di sana.

"Nih, Iqra' buat Sultan,"

Sultan mulai membuka Iqra' tersebut lalu membaca basmalah. "Coba baca huruf Hijaiyah!" pinta Ari.

Anak itu membacanya dengan suara cadelnya, namun ia bisa membaca dengan urutan yang benar. Aira menjadi takjub dengan anak itu.

"Maa syaa Allah.. udah makin pintar sekarang, ya!" ujar Ari seraya memeluknya.

"Syukran, Baba.." balas anak itu sambil tersenyum.

Aira mengerjabkan matanya. Anak ini begitu pintar.

Apa benar ini anaknya bang Ari? mereka dekat banget.

Aira sudah berfikir keras. Tidak masuk akal baginya jika anak itu salah satu santri dari ponpes Az-Zikri, pasalnya umur anak itu masih terlalu kecil. Tapi siapakah sebenarnya anak itu? ingin rasanya bertanya pada Ari tapi ia sungkan.

"Dek, kamu tadarus terus ya, habis isya kita jalan-jalan," seru Ari tiba-tiba.

Senyum Aira jadi merekah. "Jalan-jalan?" ia kegirangan.

"Jangan ge er kamu! aku mau ajak Sultan jalan-jalan biar dia gak minta pulang," jawab Ari sadis.

Ohh jadi semua itu karena Sultan? suaminya ini bahkan memilih tidak mengajar malam ini demi Sultan? apalah arti istrinya ini baginya.

Manajemen Rumah Tangga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang