File Fourteen : Looking for Answer.

132 24 3
                                    

Judul mulmed :
Various Artist : Main Theme Kdrama Return.
.
Harusnya ini saya upload kemarin. Apa daya saya lagi eror 😂
.
Slamat membaca teman2 smoga menikmati. Warm &regards.
*************************

"Pengetahuan terbaik adalah. Kebenaran"
~ Adrian Javas~
💗

******************************
  Setibanya di kantor cabang Harian TVC Surabaya, Adrian langsung memimpin jalan. Suasana dalam ruang pemberitaan di lantai empat tampak normal seperti biasanya. Ramai. Dengan suara puluhan pasang jemari mengetuk diatas keyboard, sesekali bunyi dering.

   “Mas Rian, kok ada disini?”

   Memutar badan, itu Leona Elsita. Jurnalis muda yang baru masuk tahun lalu ke kantor mereka dan berada dibawah bimbingan pria itu. Disampingnya, Jabat Shobirin, salah satu kawan dekat Adrian juga berdiri seraya menantang kamera.

    “Ada liputan khusus?” tanya Adrian.

    “Lo, Mas nggak tahu” Jabat sudah akan bicara saat Leona menarik lengan pria yang lebih tua 7 tahun darinya tersebut.

    “Ayo Mas kita bisa terlambat” kata Leona seraya memakai tanda pengenalnya.

    “Pak Adeq ada di ruangannya kan?” tanya Adrian.

    “Iya ada kok. Kami duluan ya Mas. Ntar umpannya keburu direbut ‘ikan’ lain” gadis berambut bergelombang sebahu itu buru-buru berlari keluar dari kubikelnya diikuti lelaki bertubuh tambun yang menyandang kamera dibelakangnya.

    “Mas Rian, kalau butuh bantuan jangan lupa. Call...call...” celetuk Jabat seraya mengacungkan jempol dan kelingkingnya ke dekat telinga membentuk isyarat telpon. Sebelum akhirnya betul-betul pergi.

    Adrian tersenyum sekilas. Ia mendongak, menatap situasi ruang Redaktur dari tempatnya berdiri.

    “Apa anda yakin bisa mendapat keterangan darinya?” Agam yang sejak tadi terdiam, akhirnya bicara.

    Adrian menatap Agen tampan disamping kanannya tersebut. “Ikuti saja aku”

    Ia lalu berjalan menaiki tangga memutar besi, menuju lantai khusus Redaktur yang berada tepat satu atap dengan ruang penerbitan tersebut.

    Satya yang sejak tadi juga lebih banyak diam, mengikuti pria itu dan Agam dibarisan paling belakang.

    Saat mencapai puncak tangga, Satya bisa melihat 9 ruangan sama ukuran. Hanya warna pintu saja yang membedakan itu ruangan siapa dan ini ruangan siapa.

     Adrian mengetuk pintu ruangan ketiga dengan daun pintu bercat hijau muda. Terdengar suara dari dalam.

    “Masuklah”

     Pria itu segera membuka pintunya, membuat sosok tersebut mendongakkan kepalanya.

    Adeq Tahir. Pria dengan etnis suku Jawa yang lahir dan besar di kota Pahlawan itu seketika berdiri dari tumpukan kertas yang nyaris membenamkan meja kerjanya. Ia bertubuh tinggi, berkulit kuning langsat, memiliki wajah rupawan seperti Adrian. Dan untuk ukuran lelaki berusia awal kepala 4, Adeq terbilang cukup bugar.

    Ia melepaskan kacamata dari hidungnya. “Kamu rupanya” lalu tatapannya mengekori dua sosok asing yang lebih muda dari dirinya serta Adrian.

    Memutari meja, ia segera mempersilahkan mereka bertiga duduk pada sofa kulit berbentuk L. Dimana Adrian dan Adeq saling berhadapan sementara Satya serta Agam duduk bersampingan pada sofa panjang.

     “Apa yang membuatmu kemari? Bukankah tugasmu belum selesai?” tanya Adeq. Seraya meletakkan kacamatanya di atas meja kaca persegi panjang di depan mereka.

     “Justru niatku kemari karena menyangkut ‘tugas’ yang kalian berikan padaku” Adrian menekankan setiap kata penuh makna.

    Kedua alis tipis memanjang Adeq tertarik ke atas. “Ini soal apa?”

    “Kami akan langsung saja” Agam akhirnya bicara seraya sedikit memajukan badan.

    Netra Adeq tertuju pada sosok Agen berwajah boyband di ujung sana. Merasa memahami pikiran atasannya, Adrian buru-buru menyahuti. “Dia dari BII”

    Bibir Adeq membentuk huruf ‘O’. Kemudian Agam berdiri, maju dan sedikit membungkukkan badan untuk menjulurkan sebuah diska lepas berwarna hitam pada pria tersebut.

     “Benda ini dikirimkan ke Gedung Partai P tadi pagi. Alamatnya berasal dari kantor ini” kata Agam.

    Adeq meraih benda tersebut. Dia seketika berdiri. “Biar kucek dulu” lalu berjalan menuju meja kerjanya.

     Baik Adrian maupun Satya mengamati secara detail ekspresi Adeq Tahir. Mulai dari dia membuka isi file dalam diska tersebut hingga seusai membacanya.

    Keterkejutan murni.

    “Ini......” bahkan Redaktur senior tersebut kesulitan untuk berkata-kata. Ia menatap ketiga pria berbeda usia dan fasial dalam ruangannya secara bergantian.

    Berdiri dari duduknya, Adeq berjalan ke arah mereka. Saat itulah Satya menyodorkan bekas pembungkus paket yang bertuliskan alamat pengirim pada Adeq. Pria itu menerimanya. Duduk di kursinya tadi. Tampak bingung.

    “Bukankah saat semua kasus itu terjadi, dirimu masih menjabat sebagai Sekretaris Redaksi. Apa ada sesuatu yang kamu tahu soal ini?”

    Adeq masih tampak kaget. Hingga Satya berkata dengan tak sabar. “ Kematian Bapak Thomas Anggoro dan Adi Sudrajat ada kaitannya dengan diska lepas itu. Jadi kami berharap anda bisa berkerja sama dengan kami”

     Adeq seketika mendongak. “Saya tahu. Karena itulah kantor Pusat meminta keterlibatan langsung para Jurnalis dalam tim gabungan. Namun sungguh, saya tak tahu apa-apa soal kasus-kasus itu. Hanya saja, kenapa? Maksudku” Adeq menggelengkan kepalanya. Menatap pada Adrian. Juniornya.

     “Akan kuselidiki apa memang benar dari dalam Kantor. Dan apa niatan pengirimnya sesungguhnya. Bisa aku minta tolong padamu, jangan bilang pada siapapun dulu soal ini kalau tidak atasan bisa gempar. Jika memang ada kasus seperti ini, maka alasan kematian kedua orang itu pasti disebabkan keterlibatan mereka dalam masalah-masalah itu”

    Adrian mengangguk. “Aku harus melihat catatan file asli soal artikel Argantara Pradigda, 7 hingga 8 tahun lalu dari bank data”

     “Apa semua artikel yang kubaca barusan miliknya. Sungguh? Tapi itu mustahil. Argantara dikenal sebagai  Jurnalis  kesayangan almarhum Bapak Thomas dan Adi. Kamu tahu sendiri kan apa julukannya di Kantor ini? Legenda hidup tak pernah salah. Sebab tidak pernah sekalipun artikelnya ditolak oleh atasan” 

    Adrian mengangguk lagi. “Aku tahu. Tapi itu kan yang seakan ‘ingin diperlihatkan pada kita’. Kamu masih menyimpan nomor kontak Bapak Wandi Sujadi bukan?”

     Adeq menatap heran Kepala Editor senior itu. “Iya masih, tapi untuk apa?”

     “Setelah kupikir-pikir lagi, beliau berhenti tak lama berselang setelah Jurnalis Argantara menghilang. Kemudian aku menempati posisinya. Kalau ada yang paling tahu kebenarannya sesungguhnya selain Argantara, maka, Pak Wandi lah orangnya”

     Adeq tampak berpikir, seraya menelan saliva. “Baiklah. Nanti akan kukirimkan nomornya padamu” pria itu setuju. Menatap serius pada Adrian.

    “Dan satu lagi, tapi kuminta kamu merahasiakannya dulu. Sepertinya bakal ada permintaan sidang ulang untuk kasus Dahlia Subandi. Kamu masih mengingatnya?”

    Adeq tertegun. “Tunggu dulu, istri Pak Argantara bukan? Tapi kenapa? Jangan bilang kalau....”

    Agam segera menyahut. “Hanya itu yang bisa kami  sampaikan saat ini. Bagaimanapun juga posisi Bapak Adrian adalah anggota tim Investigasi bukan pencari berita” ucapannya seakan mengingatkan kedua orang seniornya tersebut.
    Mendesah panjang. Adeq menatap lamat-lamat ketiga sosok didepannya secara bergantian. Lalu fokusnya tertuju pada.

     “Dan anda? Pasti kiriman dari TVC pusat bukan?”

     Satya mengangguk. Terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata. “Ya. Dan saya adalah putra dari terdakwa Pangabian Sakti. Tertuduh pelaku pembunuhan Ibu Dahlia Subandi 7 tahun silam”

    Ekspresi Satya datar, namun kata-katanya terasa tajam bagai pedang. Membuat Adeq termangu sesaat.

    Ponsel ketiganya bergetar kencang secara bersamaan. Membuat mereka buru-buru meraih gadget tersebut dari saku masing-masing.

    Saat membaca pesan yang tertulis di layar, ketiganya saling bertatapan. Sorot mereka dipenuhi kecemasan.

     “Ada apa? Apa ada masalah?” tanya Adeq. Ingin tahu.

    Melemparkan pandangan kosong pada si Redaktur, Adrian menjawab. “Bersiaplah, sebentar lagi kalian akan mendapatkan berita panas lagi”

     Adeq masih tak paham. Saat ketiganya berdiri untuk berpamitan. Ia mengantarkan mereka hingga ke pintu. Namun, Adrian sempat berbalik untuk menatap pria berambut lebat bergelombang mencapai telinga itu seraya berkata.

    “ Orang yang menjadi tersangka kami justru ditemukan tewas secara mengerikan”

    “Apa?”

    “Armat Atala. Ingat nama itu baik-baik” Adrian memberi penekanan pada tiap katanya. Lalu berbalik, mengikuti Satya dan Agam yang sudah bergegas lebih dulu.

    Meninggalkan Adeq Tahir yang kini menatap kosong lantai besi dibawah kakinya. Pikirannya dipenuhi jutaan hal.

******************************
Penampakan Om Adeq 😂


******************************Penampakan Om Adeq 😂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


   

     

[COMPLETED STORY] The Truth Desire : #02. BII Series.Where stories live. Discover now