File Twenty Seven : The Real Face.

127 18 1
                                    

Hari ini saya akan upload dua bab sekaligus ya >.< sebentar lagi kita sudah mau masuk ending. Dan saya berharap bisa selesai upload cerita ini hingga tamat barengan dengan ending Stranger 2 Kdrama >.<
.
Judul lagu multimedia :
Enemy Attack . Various Artist ost.Kdrama Designated Survivor 60 Days.
.
Salah satu kdrama terbaek versi saya di 2019. Dan asli, versi Koreanya JAUHHH LEBIH BAGUS ketimbang versi Amerikanya🤣 yang mbuletnya HAQIQI.
.
Selamat membaca semua.
Warm & Regards 💗

*************************

"Rasa serakah dan ketamakan adalah salah satu sumber lingkaran setan yang terjadi di atas muka bumi ini"
~Adrian Javas~
💗

      Pertemuan antara Satya dengan Adeq Tahir berjalan lancar. Dari pria itu Satya jadi tahu kalau Mila, adik Adeq, salah satu  korban kebakaran di Pasar S, 8 tahun lalu, adalah  seorang Pramuniaga toko pakaian di lantai dua.
 
     Saat kejadian terjadi, adiknya terjebak bersama beberapa pekerja lain dan meninggal akibat terlalu banyak menghirup nitrogen. Pihak manajemen Pasar sendiri tidak mampu memberikan kompensasi cukup untuk keluarganya.

    “Dia anak yang sangat luar biasa. Adikku. Setelah Ayah kami meninggal, Ibu mulai  sakit-sakitan. Saat itu aku sudah mulai berkerja dan sebetulnya mampu membiayainya, namun alih-alih melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi, setelah lulus SMA, Mila justru memilih berkerja sekaligus menjaga Ibu kami. Dia rela berkorban demi karirku” Adeq memandang lurus ke depan. Menghindari tatapan Satya.

    “Seharusnya tak kubiarkan dia berkerja. Andai dia berkuliah, maka nasibnya tentu akan berbeda”

     Satya mendengar kepahitan dalam suara Adeq. Dan pandangan pria itu terasa kosong. Satya bisa memahami, tidak mudah menjalani kehidupan setelah salah satu orang terdekatmu pergi untuk selamanya. Apalagi, cara kematiannya seperti itu.

    Adeq dengan sengaja memutar bingkai foto yang ia letakkan disudut kanan mejanya. Satya memandangi gambar itu untuk sejenak.

    Seorang gadis manis yang masih belia, berambut lurus sebahu dan memiliki gingsul serta senyum amat cantik. Tengah berfoto dengan Adeq versi jauh lebih muda. Dari lokasi pengambilan fotonya, keduanya seperti tengah berada di atas bukit.

     “Foto itu diambil hanya selang seminggu sebelum hari kematiannya. Sejak kecil Mila sangat menyukai pegunungan, dan hari itu merupakan jatah liburku. Kondisi Ibu kami cukup baik untuk ditinggalkan. Jadi secara spontan aku mengajak Mila ke pergi ke kota Batu. Hanya sekedar menghirup udara segar, makan jagung bakar sambil menatap pemandangan, mampu membuatnya amat bahagia” kenang Adeq. Seraya tersenyum sedih.

     “Apa anda tidak menuntut?” tanya Satya.

     Adeq akhirnya melirik pemuda tersebut setelah sejak tadi menolak bertatapan dengannya. “Untuk apa, pihak pengelola sendiri sudah bangkrut”

    “Apa anda mencoba menggali lebih dalam soal kasus ini?”

    Adeq mengangguk. “Ada banyak keanehan. Terlebih setelah tak lama kemudian KT Group membeli bangunan disana. Aku mencoba membuat artikel terbuka namun pihak Kantor menolaknya. Lalu aku mendatangi seniorku. Argantara Pradigda. Meminta bantuannya untuk mencoba merayu atasan agar kasus itu diusut lebih mendetail. Kupikir bakal berhasil, karena Mas Arga sangat dekat dengan Pak Thomas dan Adi. Namun nyatanya usahanya juga tidak membuahkan hasil”

    Kedua alis lebat Satya terangkat naik. Ini baru baginya. “Tunggu dulu, jadi anda mau bilang kalau awal mula Argantara Pradidga tertarik pada kasus ini adalah?”

    “Ya, karena aku dan mendiang adikku”

    “Kenapa anda tidak mengatakannya saat kami kemari bersama Bapak Adrian, beberapa waktu yang lalu?”

     “Karena kupikir tidak ada korelasinya. Toh itu kasus lama. Yang sesungguhnya ingin kulupakan” jawab Adeq jujur. Seraya menyandarkan punggung. “Aku dulu sedikit membantu dalam investigasinya hingga akhirnya dipindahkan ke divisi lain. Lalu setelah itu apa yang terjadi? Dia menghilang? Istrinya ditemukan tewas meninggal”

    “Anda merasa bersalah?”

    “Menurutmu?”

    “Sekarang ada lebih banyak orang meninggal” pancing Satya.

    “Ya, dan itu bukan kewenanganku sepenuhnya. Atasan memilih Adrian Javas alih-alih diriku” kata Adeq seraya bersedekap. “Paham artinya kan?”

    Satya menundukkan leher. “Ada orang-orang tertentu tak ingin ikut campur?" 

    “Aku tak bisa melakukan apapun dengan posisiku ini, tapi kupikir kamu bisa. Oleh sebab itu, gali kebenaran yang sesungguhnya. Dan jika memang merasa kasihan pada adikku, temukan siapa dalang dibalik kebakaran pasar itu. Aku meminta tolong padamu. Permintaan ini pernah kuajukan pada seniorku dulu”

    “Kenapa harus saya? Kenapa bukan Pak Adrian?”

     Menatap tepat di kedua manik mata Satya. Adeq menjawab. “Karena mau tak mau, Ayahmu dipenjara karena tanpa sengaja ikut masuk ke dalam lingkaran neraka kasus ini. Bukankah ini alasanmu sesungguhnya menjadi seorang Jurnalis? Membongkar kebenaran sesungguhnya yang dipendam. Oleh sebab itu, jadilah seorang Jurnalis sejati. Lakukan semua yang tak bisa kulakukan”

     “Dan kenapa anda tidak bisa melakukannya juga?”

     Menghela nafas panjang. Adeq menatap langit-langit ruangannya seraya berkata. “Karena aku sudah terlanjur memilih jalan lain”

*************************
     Satya tengah melintasi halaman parkiran mobil saat melihat sosok yang ia kenali secara sekilas. Pria bertubuh tinggi besar dan kalau tidak salah bernama Jabat Shobbirin.

    Sesungguhnya Satya ingin menyapanya sekilas serta menanyakan beberapa hal, namun pria itu keburu berlari masuk ke dalam minivannya, menyalakan mesin dan langsung tancap gas.

    Tak lama kemudian Satya melihat seorang gadis berambut pendek berlarian ke tempat mini van yang dikendarai Jabat tadi diparkir. Terengah-engah, gadis itu mengumpat keras sekali. Saat itulah pandangannya dan Satya bertemu.

    “Ah, anda kan?”

     Satya menganggukkan kepalanya.

     Gadis itu sepertinya sepantaran dirinya, kini berjalan menghampirinya. Melalui kartu tanda pengenal yang tergantung pada kerah kemeja polo lengan pendek berwarna ungu muda itu, Satya akhirnya mengetahui namanya. Leona.

      “Sedang apa anda disini? Sama Mas Adrian?” tanya Leona. Tanpa sungkan.

     “Tidak, saya ada urusan dengan Pak Adeq” jawab Satya datar.

    “Ah, apa anda sempat berbicara dengan Mas Jabat? Anda tahu kan, pria besar yang mengendarai minivan disini barusan? Tahu dia kemana??” Leona menunjuk bekas tempat minivan yang biasa ia kendarai untuk liputan.

    Satya menggeleng pelan.

    “Aish! Sialan! Pergi kemana sih orang itu, padahal mau ada liputan khusus!” seraya mengacak rambutnya kesal.

     Terdengar dering ponsel berbunyi. Baik Satya maupun Leona sama-sama mengecek gadget mereka. Rupanya itu milik Satya.

    Tanpa banyak bicara Satya segera bergegas pergi seraya meraih panggilannya. Membuat Leona tercengang.

     “Astaga, rupanya berita itu benar ya. Orang itu memang sedingin freezer” gumam Leona.

       Sementara Satya masuk ke dalam mobilnya seraya mendengarkan ucapan Dirga padanya. “Baiklah aku paham. Aku akan segera kesana sekarang” jantungnya berdegup kencang.

    Sembari mematikan sambungan, ia menekan pelipisnya yang kini berdenyut. Perasaan tak enak mulai menggelayutinya.

     Selama ini rupanya Mamanya lah yang memiliki kalung berisi diska lepas milik Argantara Pradigda?

     Menggulir layar ponsel, Satya menelpon Mamanya, yang langsung diangkat pada deringan kedua.

    “Satya, ada apa menelpon pagi-pagi begini?”

     “Apa Mama ada di rumah?”

    “E, ya. Seharusnya nanti siang ke luar kota. Ada apa?”

     “Aku akan kesana sekarang, ada sesuatu yang harus kuambil dari Mama” Satya mulai melajukan kendaraannya. “Mama menerima sebuah benda sehari  sebelum Papa ditangkap bukan? Aku membutuhkan itu”

     Hening sejenak.

     Satya bisa mendengarkan suara langkah kaki Yolanda yang bergerak cepat. Sepertinya pindah ke ruangan lain.

    “Satya, Mama tidak tahu apa yang terjadi tapi.....”

     “Papa akan melakukan sidang ulang. Ma. Papa bukan penjahat. Dia tidak pernah membunuh siapapun”

    Satya berani bertaruh kalau kini Mamanya pasti sangat terkejut mendengar berita itu dari sana.

     “Kalung itu. Mama tahu maksudku kan. Adalah segalanya. Jadi tolong siapkan, aku sedang dalam perjalanan ke rumah Mama. Dan satu lagi. Jangan beritahu siapapun soal ini. Terutama Suami Mama”

     “Baiklah. Aku paham” suara Yolanda terdengar bergetar.

    Sambungan terputus. Sepasang netranya terfokus lurus, dan memandang tajam ke arah jalanan didepannya. Ia mengganti gigi, sembari menambah kecepatan laju kendaraannya.

[COMPLETED STORY] The Truth Desire : #02. BII Series.Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon