File Eighteen : Searching for a Trail.

131 22 2
                                    

Judul lagu Multimedia : Various Artist. Kdrama Watcher 2019.

**************************
"Di dalam setiap kebohongan, kita bisa melihat kebenaran"
~ Adrian Javas~
💗

    Rapat pagi itu memutuskan  tim dibagi. Ara menawarkan diri untuk menemani Satya ke Lapas.

     Guntur ditemani Ikang akan memeriksa kediaman Armat Atala lagi sekaligus mengambil hasil dari Forensik.

    Dirga bersama Agam akan menuju perusahaan taksi yang dipakai pria terduga Argantara Pradigda untuk meminta keterangan.

   Sementara Beatrice sendiri dan Adrian akan berkunjung ke perusahaan KT Group cabang Surabaya.

     Mereka akan bertemu lagi di kantor setelah jam makan siang.

     Dirga sudah akan keluar dari ruangan saat Ara memanggil namanya dan membuat langkahnya terhenti. Menoleh melewati bahunya, dilihatnya gadis itu menyodorkan sesuatu ke arahnya.

     Sebuah coklat batangan.

     “Semangat. Oke! Kabari aku terus”

     Dirga menatap coklat tersebut seraya mengambilnya dan tersenyum tipis. “Kamu juga”

     Lalu ia membalikkan badan dan berjalan bersisian bersama Agam yang tengah menunggunya.

    Ara menatap bayangan punggung pemuda itu dan merasa aneh. Sejak pagi Dirga bertingkah tidak biasa. Seakan pemuda itu kurang bertenaga serta murung. Apa mungkin karena penyelidikannya pagi ini? Atau karena hal lain entahlah. Yang jelas Ara mencemaskan pemuda tersebut.
******************************;
    Melalui bagian informasi perusahaan Taksi BB, Dirga dan Agam akhirnya menemukan satu nama. Baitullah Harahap. Pria itu tercatat sebagai Supir  yang ditenggarai, taksinya dinaiki oleh Argantara Pradigda.

    Mereka menunggu sekitar setengah jam hingga seorang pria berusia awal kepala lima, bertubuh tinggi kurus, berkulit gelap dan rambut cepak memasuki ruang tunggu. Menghampiri keduanya.

     “Saya Baitullah. Katanya saudara berdua mencari saya ya?”

     Seketika kedua Agen muda itu berdiri. Agam memperlihatkan tanda pengenalnya dan Baitullah mengernyit sebentar.

    “Ini soal apa ya?” tanya pria berkumis tipis itu tanpa basa-basi.

     “Bagaimana kalau kita duduk dulu” tukas Dirga kalem. Seketika menyadarkan Baitullah Arahab.

    “Ah, iya maaf. Saya agak tegang soalnya baru kali ini didatangi pihak berwenang” Supir tua itu mendadak malu.

   Baitullah duduk dihadapan mereka. Agam mengeluarkan beberapa foto, ada gambar sosok yang diduga Argantara Pradigda tengah turun atau naik ke dalam taksi yang dikendarai oleh Baitullah.

    “Kejadiannya dua malam lalu, dan semalam, apa Bapak masih ingat?” tanya Agam. Agen itu tidak suka basa-basi.

     Baitullah menatap foto-foto tersebut. “Ah iya tentu saja. Pak Anto salah satu langganan saya. Saat pertama beliau memakai jasa saya, beliau langsung berbicara pada Sekretariat apa diizinkan untuk beberapa kali menggunakan saya sebagai drivernya. Hal ini sangat jarang dilakukan oleh pelanggan tapi perusahaan kami terbuka pada klien yang langsung melakukan sewa dan pembayaran di muka”

    “Pak Anto? Apa itu nama beliau?”

    Baitullah mengangguk. “Iya tentu saja itu namanya. Saya yakin”

    Agam melirik Dirga sekilas. Lalu bertanya lagi. “Sudah berapa lama Pak Anto ini menjadi langganan Bapak?”

     “Baru saja kok, sekitar dua mingguan. Waktu dan jamnya juga biasanya sudah ditetapkan. Misal, hari A mulai dari jam sekian hingga sekian. Beliau juga baik sekali, misal kena charge karena kelebihan jam maka tak akan complained dan suka memberi tip lebih”

     “Dua minggu?” Dirga menatap rekan disampingnya.

     “Sebetulnya, kalau saya boleh tahu ini soal apa ya?”

     “Kapan anda akan mengantarkan beliau lagi?” tanya Dirga.

    “Wah, sayangnya kontrak kami sudah berakhir semalam”

    “Selain lokasi dalam foto- foto ini, kemana saja biasanya Bapak mengantar”

    “Itu, biasanya random sih. Tapi memang lokasi 3 lokasi utama selalu dicatat dulu ke kantor supaya mereka tahu perjalanan kami ke mana saja”

    “Apa anda tidak curiga, mengantarkan klien dari satu tempat ke lainnya dan apa beliau bercerita soal kepentingannya pada tempat-tempat tersebut?” tanya Dirga.

   “Awalnya saya curigalah Mas. Tapi beliau berkata kalau dirinya seorang Jurnalis dari Jakarta, dan tengah ditugaskan ke Surabaya untuk tugas khusus. Beliau bahkan punya kartu identitas Wartawan. Jadi ya saya diam saja”

     Deg.....

    Dirga menatap Agam lagi. Mengeluarkan ponsel, Dirga menggulirnya sejenak sebelum menunjukkan sebuah gambar ke hadapan Baitullah.

    “Apa dia orangnya? Pak Anto itu?”

     Baitullah mengernyit, memajukan tubuh seraya bersedekap dan berkata. “Ah iya betul! Dia orangnya. Tapi dalam versi punya janggut lebat dan rambutnya panjang sekarang”

    Dirga merasa jantungnya terpompa sangat cepat dalam rongganya.

    “Apa anda tahu, dimana beliau tinggal?” tanya Agam. Wajahnya tampak serius.

    “Saya tahu sih, tapi biasanya Pak Anto berhenti di depan gang saja karena jalan masuk ke rumahnya sempit sekali dan kendaraan roda empat tak bisa masuk”

    “Izinkan kami melihat rute perjalanan anda dan Pak Anto. Di GPS pasti masih ada kan?” Dirga memajukan tubuh.

     “Iya sih masih ada. Semua perjalanan selama sebulan tidak boleh dihapus oleh para Driver karena oleh pusat akan masuk ke dalam catatan pekerjaan kami. Biasanya baru diperbaharui akhir dan awal bulan. Namun, sepertinya harus meminta izin ke Divisi Perjalanan dulu”

    Agam berdiri. “Tentu saja, kalau perlu kami akan meminta surat resmi untuk ini, namun sekarang kami terburu-buru jadi biarkan kami meminta izin secara lisan”

   “Ba...baiklah” Baitullah ikut berdiri begitu juga Dirga. “Mari saya antar ke Divisi Perjalanan. Tapi, dari tadi anda berdua belum menjawab pertanyaan saya. Sebetulnya ini tentang apa?” pria itu jelas kebingungan.

    “Klien anda bisa jadi saksi mata penting dari kasus pembunuhan” jawab Dirga. Menatap lurus ke wajah Baitullah.

    Dan pria itu membalas tatapan kedua Agen muda dihadapannya dengan pupil melebar serta ekspresi ngeri.

**************************
     Dirga dan Agam segera menelusuri jejak Argantara Pradigda melalui catatan perjalanan yang diberikan perusahaan taksi kepada mereka. Dan hasilnya cukup mengejutkan, beberapa lokasi diketahui Dirga dengan pasti.

    Diantaranya adalah, tempat dimana Dahlia Subandi, Ibu Dirga dimakamkan, serta rumah lama yang mereka tempati dulu.

    Sisanya seperti lokasi kantor Thomas Anggara, Adi Sudrajat, Maffud Jaya, berkerja. Sebuah Yayasan Sosial swasta, kolam pemancingan milik Thomas Anggara, rumah peristirahatan Adi Sudrajat, dan dua alamat yang asing bagi mereka.

     “Kita langsung ke lokasi ketiga saja, tidak perlu ke tempat kedua” tukas Dirga kepada Agam yang menyetir.

    “Memangnya lokasi pertama dimana?”

    “Makam Ibuku”

    Mendadak, Agam tak enak hati. “Oh maafkan aku...”

    Dirga tak menyahut, pikirannya diisi banyak hal. “Jadi selama ini dia bersembunyi di Jakarta”

    “Memakai identitas palsu”
    “Apa sudah mengirimkan foto copy identitas itu pada Agen Ikang?” tanya Dirga.

     Agam mengangguk. “Dia akan menanyakannya pada bagian data tapi tetap membutuhkan waktu. Kalau memang benar Ayahmu bisa berganti identitas dan bersembunyi selama ini dengan sangat rapi pasti ada orang hebat yang melindunginya” pria itu menekuk siku kanannya, tampak berpikir.

    “Kamu juga berpikir demikian ya?”

    Agam melirik Dirga. “Ayahmu jelas punya koneksi luas dan hebat, tapi siapa”

    “Pertanyaannya tidak tepat. Kenapa setelah sekian lama dia baru muncul sekarang. Kemudian kasus ini. Kurasa Kanit benar, pembunuhan ini terjadi karena Ayahku bergerak sekarang. Namun apa yang sudah dia lakukan hingga mampu membuat orang-orang itu membuka mulut setelah sekian tahun lamanya?”

   “Kurasa Ayahmu tidak mengancam mereka. Setelah mendengar pesan suara milik Adi Sudrajat, kurasa justru sebaliknya. Orang-orang itu merasa terancam dan Ayahmu mencoba membantu mereka. Atau jangan-jangan...”

    “.....Jangan-jangan Ayahku keluar dari persembunyiannya karena tahu ada hal besar lain akan terjadi. Itu sebabnya dia berusaha memperingatkan kawan-kawannya tapi tetap saja ada yang mengganjal” menatap tepat ke iris Agam.

[COMPLETED STORY] The Truth Desire : #02. BII Series.Where stories live. Discover now