File Thirty One : The Truth Desire.

144 23 0
                                    

WARNING!
Semua kejadian dalam cerita ini murni Fiksi! Bila ada kesamaan unsur cerita, tokoh, atau pun alur, semua hanya kebetulan semata.
Dan di bab ini mengandung kekerasan serta unsur yang perlu dipikirkan dengan bijaksana serta matang. Harap pembaca sekalian memahami dan lebih bijak.
.
And, HAPPY STRANGER 2 DAY EVERYONE!!!

HUHUHU EPS. 15 MALAM INI DAN SETELAH ITU BESOK TAMAT😭😭 Saya mix feeling antara seneng juga sedih.

Happy reading all.
Love ya
Warm & Regards.

************************************
     Saat Stefanus Harijaya mulai bergerak dan sadar, hal pertama yang ia rasakan adalah pening luar biasa menghantam bagian atas kepalanya. Ia mencoba menggerakkan tubuh, namun badannya terasa sangat sakit dan sulit digerakkan. Seperti ada benda lengket menahan kedua tangan serta kakinya.

    Amat perlahan Stefanus mengangkat wajahnya. Sepasang matanya mulai secara perlahan mulai beradaptasi dengan kondisi sekitar.

    Penerangan disini temaram. Ia berada di lingkungan yang asing baginya. Sebuah ruangan mirip ruang tamu namun dalam versi tanpa ada barang apapun. Dan seketika kegelisahan mulai merambatinya.

Ia mencoba bergerak. Bicara. Berteriak. Tapi sesuatu seakan menahan bibir dan anggota badannya. Menundukkan kepala, lelaki itu melihat ke bawah. Saat itulah Stefanus baru menyadari situasinya.

     Stefanus bisa merasakan seseorang melangkah mendekat. Ia mencoba menoleh melalui balik bahu, akan tetapi lehernya terasa amat sakit, juga kaku.

"Sudah sadar rupanya"

    Suara cempreng maskulin itu berjalan memutari Stefanus. Sosok tersebut bertubuh tinggi dan besar, tengah membawa tripod di tangan kiri, dan ada kamera pada tangan satunya.

     Pria itu  memunggungi Stefanus selama beberapa saat, ia tampak sibuk menata kamera dan tripod agar mendapatkan gambar terbaik saat merekam Stefanus nanti.

     Sementara itu, Stefanus tampak berteriak-teriak meski tengah dibungkam. Ia terus berusaha bergerak, seakan dengan begitu dirinya bisa terlepas dari ikatan kencang tali yang melilit tubuhnya dan kursi menjadi satu.

    "Sebaiknya simpan saja energimu untuk nanti. Lagi pula percuma saja, mau kamu berteriak seperti apa juga, tak akan ada yang datang untuk menyelamatkanmu" kata pria tersebut.

   Kemudian sambil berjongkok membetulkan letak tripod, Jabat Shobirin menoleh sekilas pada Stefanus. "Bagaimana rasanya sekarang? Berada di ambang situasi hidup dan mati? 8 Tahun lalu, hal serupa juga di rasakan oleh belasan korban kebakaran Pasar S. Kebakaran yang disebabkan oleh KT Group. Dan dilakukan melalui tanganmu serta Taufik Rahman" sebuah seringai menyeramkan muncul pada wajah Jabat yang biasanya dikenal hangat juga ramah itu.

    Jabat bisa merasakan ketakutan ketika sepasang pupil Stefanus melebar. Setelah memastikan kameranya terpasang dengan baik, pria itu segera menghampiri Stefanus. Sambil berdiri seraya memasukkan satu tangan ke dalam saku depan celana jeans nya, dia berkata.
  
    "Orang-orang itu. Mereka terjebak dalam kebakaran. Berusaha untuk menemukan jalan keluar agar bisa hidup. Teror dan kengerian yang mereka rasakan kala itu tak sebanding denganmu saat ini. Mereka menangis, menjerit, meminta tolong. Seharusnya kamu bisa menolong. Semestinya kalian biarkan saja Pasarnya yang terbakar, dan menyelamatkan orang-orang itu. Tapi kalian tidak melakukannya bukan" membungkukkan tubuh. Kini sepasang netra Jabat dan Stefanus bertemu.

    Jabat mengunci iris gelap Stefanus dalam tatapannya. Dan Stefanus bisa melihat api kebencian berkobar melalui kedua mata lelaki di depannya itu.

[COMPLETED STORY] The Truth Desire : #02. BII Series.Where stories live. Discover now