•26• Trauma.

2.2K 164 20
                                    

~Jangan sesekali kita membuat hal yang fatal, maka akibatnya akan hancur~

***

3 Minggu kemudian.

Vino memegangi tangan Bella dengan erat, berharap dia segera sadar dari tidur panjangnya. Beberapa kali keluarga Bella mengusir Vino agar tidak mendekati Bella, namun tekad Vino sangat kuat. Dia ingin meminta maaf kepada Bella karena telah membuatnya seperti ini.

Selang beberapa menit datanglah teman-temannya untuk menengok Bella, Nafa mengalahkan tangannya dan...

Plak

“Kakak kejam, kenapa kakak aniaya Bella hanya karena kakak cemburu!” teriak Nafa menangis histeris.

Sandra memegangi bahu Nafa agar bisa meredakan emosinya. “Tenang Naf, ini juga bukan kesalahan kak Vino sepenuhnya,” Sandra duduk di kursi dekat ranjang Bella.

“Belain aja dia, kalo Bella kenapa-kenapa gue nggak mau kenal lo lagi kak,” Nafa mendorong bahu Vino agar menjauh.

Vino hanya pasrah untuk sekarang. Dia pantas mendapatkannya karena telah menyiksa orang yang dia sayangi oleh tangannya sendiri. “Gue pergi dulu, jagain Bella.”

Ucapan Vino hanya dianggap angin lewat oleh mereka, Vino hanya tersenyum tipis melihat reaksi mereka yang biasa-biasa saja. Vino mengambil jaketnya yang berada di meja dan pergi meninggalkan ruang inap Bella.

Tujuannya sekarang hanya ke markas, tempatnya untuk merenungi nasibnya, sesampainya disana Dirga sudah berada disana sambil mencuci pisau kesayangannya.

“Kamu sudah bertemu dengan kakakmu?” tanya Dirga mengalihkan pandangannya kepada Vino.

“Udah.”

“Jangan salahkan Vano, Vin. Coba lihat Vidio ini,” Dirga menaruh handphonenya di atas meja agar Vino bisa melihatnya.

Disana terdapat Vano dan Riska berbicara berdua, mereka merencanakan ini semua, Vano sudah menolok mentah-mentah padahal, namun Riska memaksa hingga akhirnya Vano mengiyakan ajakan Riska untuk menjebak Bella.

Vino mengepalkan tangganya menahan amarah, tapi dia juga tidak ingin memaafkan Vano karena dirinya juga terlibat dalam hal ini, ya walaupun Vano adalah kakaknya.

“Gue pamit,” Vino langsung pergi dari markas tersebut menuju rumahnya.

Sekarang Bram dan Mila sudah resmi menikah, jadi Vano dan Vino tinggal satu atap saat ini, namun jauh dari itu. Kedekatan mereka masih renggang, mungkin mereka belum bisa menerima satu sama lain.

Vino berjalan menaiki tangga, namun saat dirinya ingin membuka pintu kamarnya, tiba-tiba Vano mencekal lengannya.

“Vin, maafin gue karena udah bawa Bella ke club kemaren,” Vano menundukkan kepalanya karena malu.

Vino menatap Vano selidik. “Minggir, gue mau masuk,” Vino mendorong tubuh Vano agar menyingkir dari pintu kamarnya.

Vano menghela nafas panjang, kenapa Vino susah sekali di ajak berdamai, di dalam kamarnya Vino hanya diam tak membuka suara, hatinya sedang kacau. Dia menyesali semua perbuatannya kepada Bella.

ALVINO [SELESAI] Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt