Part 11

520 60 5
                                    

Pasar Malam
Lapangan Gedung Galeri Seni

"Naik itu yuk, Mas!" ajak Lila menunjuk salah satu wahana (Bianglala).

"Nggak mau naik itu aja?" canda Rendra menunjuk salah satu wahana lainnya (Halilintar).

Lila mengkerat bergidik ngeri, "Nggak ah, takut!"

"Ngapain takut? kan ada Mas," goda Rendra terkekeh.

"Nggak mau, Mas naik yang itu aja!" Lila kembali menunjuk wahana (Bianglala).

"Terserah kamu deh," pungkas Rendra mengalah.

Didalam wahana (Bianglala) itu penglihatan mereka menjelajahi setiap sisi hingar-bingar pasar malam.

"Wah... besar banget ya, Mas pasar malamnya!" ungkap Lila takjub. Lila memusatkan mata ke salah satu kedai yang menjual berbagai macam bentuk dan rasa Arum manis. Ia menelan saliva. "Mas Rendra, nanti beli itu, ya," ucapnya kembali meminta yang aneh-aneh.

Turun dari wahana (Bianglala), Lila hendak angkat kaki menuju kedai Arum manis yang ia lihat tadi.

Tetapi dengan cepat Rendra menahan tangannya. "Eits... kita makan dulu, tadikan kita belum makan malam."

Lila memutar badan, "Eh... iya-ya, Mas kita belum makan tadi waktu berangkat. Mas pasti lapar, maaf ya."

"Kamu mau makan apa?" tanya Rendra.

"Terserah, Mas aja."

Kemudian mereka melangkahkan kaki, singgah ke dalam salah satu gerai penjual Mie Ayam. Selepas menghabiskan kudapan, mereka menyempatkan diri untuk berkeliling pasar malam terlebih dahulu.

Membeli cemilan, menonton akrobat, dan bermain melempar gelang kedalam botol. Karna Rendra berhasil memenangkan beberapa ronde permainan, sang penjaga permainan tersebut memberikannya tiga buah buku komik sebagai hadiah.

Sampai pada penghujung telaah, mereka membelokan kaki ke arah kedai Arum manis yang sudah Lila incar sedari tadi.

Di salah satu kursi panjang yang berada disudut pasar malam, jauh dari serembah-serembih keramaian. Rendra dan Lila berehat mengamati setiap wahana dan langkah kaki yang berlalu-lalang didepan mereka.

"Mas Rendra mau?" ditengah kegiatan memapas Arum manis Lila menawarkan.

Rendra menggelengkan kepala, "Buat kamu aja!"

Karena Rendra menolak, sambung Lila menikmati Arum manisnya.

"La?" panggil Rendra.

Menoreh, "Iya?"

Mengetahui mulut Lila yang belepotan akibat makanan manis tersebut, Rendra memberi isyarat dengan mengusap bibir bawahnya sendiri.

"Ha?" Lila mengangkat alis tak paham.

Menghembuskan nafas pelan Rendra mengusap lembut bibir gadis itu, di perhatikan lekat. Perlahan namun pasti, Rendra mendekatkan wajah tepat dihadapan Lila. Menutupi paras dengan mengangkat buku komik yang ia bawa.

Lila membelalakkan mata, tanpa di sangka Rendra melahap bibirnya, bergeliatan lidah pria itu menyapu sisa arum manis di dalam sana.

Sehabis beberapa detik Rendra menghentikan tindakan, perlahan menjauhkan wajah dan menurunkan buku komik yang ia jadikan media penghadang aksi tilapnya itu.

Lila mengerjapkan mata berkali-kali, melirik ke kanan dan ke kiri, "Mas, Mas ini apa-apaan sih! Kalau ada yang lihat gimana?" bisik Lila dengan raut yang susah ditebak antara malu, kesal, dan senang.

Tes..! merasakan ada tetesan air yang menjentik kulit, Lila mendongak ke arah langit, menengadahkan tangan kanannya.

"Sepertinya akan turun hujan," Rendra mengartikan. "Cepat habiskan Arum manis mu! setelah itu kita pulang."

Belum sempat Lila menjawab, tetesan air yang ia rasakan tadi kini dengan cepat sudah berubah menjadi guyuran yang cukup deras.

Bresss......! Semua yang ada di situ lari berhamburan. Serupa dengan Rendra, ia menarik tangan Lila, berlari kecil membawanya ke area parkiran.

"Shit..!" Rendra mengumpat, tepat didepan tempat parkir, ia melihat posisi mobilnya yang terhimpit diantara mobil-mobil lain, juga tampak cukup jauh dari jalur keluar.

Kemudian membalikkan tubuh, kembali menarik tangan Lila, membawanya berteduh ke salah satu bangunan yang ada disekitar situ. Disebuah toko sepi yang telah tertutup rapat serta minim akan cahaya.

Lila mengusap hangat kedua lengannya, "Mas, dingin," kesahnya menggigil.

Sigap Rendra langsung membuka jaket kulitnya dan dipakaikannya kepada Lila, "Bentar ya, La tunggu hujannya sedikit reda. Nanti kita pulang," ujar Rendra memeluk tubuh gemetar itu.

Kediaman rumah Rendra Atha Pratama

Krip, Krip, Krip, Krip... Lila membuka mata, pukul 05.25. Sudah cukup siap waktunya untuk memulai aktivitas pagi hari. Tetapi dirasa sangat tak berselera untuk bangun, kembali ia terpejam.

Baru saja beres membersihkan diri Rendra mendongak ke arah jam dinding, pukul 05.25. Berganti ia mengarahkan pandangan ke ranjang. Dilihat Lila yang masih mendekam di bawah selimut. "La, bangun, La! Kamu nggak sekolah?" menepuk-nepuk lengan gadis itu.

Dirasa suhu tubuh yang tidak normal seperti semestinya, Rendra mencoba menyeka kening Lila. "Kamu sakit?"

"Badan aku nggak enak banget, Mas mataku perih," serak Lila dengan suara lirih.

"Pasti gara-gara hujan semalam. Mas telpon Dokter suruh ke sini, ya?"

Dengan manik yang masih terpejam Lila mengangguk pelan.

Rampung menelepon Dokter kepercayaan keluarga Pratama. Rendra berlanjut menghubungi nomor telepon lain.

"Halo."

"Iya, Ren. Ada apa?"

"Ndu, kayaknya gue hari ini nggak bisa masuk kerja."

"Loh, kenapa?"

"Lila sakit, Ndu. Tolong lu handle perusahaan hari ini, ya!"

"Oh... siap, Bos."

"Ya udah kalau gitu, makasih ya, Ndu."

"Iya, Bos. Semoga cepat sembuh ya istrinya."

"Iya, Ndu. Makasih," pungkas Rendra menutup telepon.

Lila membuka mata, "Loh, Mas Rendra nggak masuk kerja?"

"Kalau Mas masuk kerja nanti yang jagain kamu siapa?" mengelus kepala Lila.

Tak menunggu lama, akhirnya Dokter yang akan memeriksa Lila pun datang.

"Gimana, Dok?" tanya Rendra.

"Tidak pa-pa, cuma demam biasa. Nanti setelah minum obat juga sembuh," terang sang Dokter, kemudian memberikan kertas yang berisi resep obat untuk ditebus di Apotek.

"Ngomong-ngomong ini siapa, Nak Rendra? Selama saya menjadi Dokter kepercayaan keluarga Anda, saya belum pernah melihat gadis ini," Dokter penasaran.

Sedikit terbata Rendra menjelaskan, "Oh, ini sepupu saya, Dok. Dia sengaja menginap dirumah saya setelah datang dari luar kota."

"Owh... begitu," tersenyum, "Ya sudah, Nak Rendra, saya izin pamit dulu. Semoga cepat sembuh untuk sepupunya."

"Iya, Dok. Terimakasih."

Berhubung harus keluar untuk menebus obat, Rendra tak tega meninggalkan Lila sendirian di rumah. Akhirnya ia memutuskan menelepon Bi Ami untuk membantu menjaga Lila. Sekaligus menugaskan wanita paruh baya itu untuk bekerja di rumah Rendra mulai hari ini.

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Where stories live. Discover now