Part 46 (End)

2.1K 59 7
                                    

"Habisin! Biar cepat sembuh, terus nanti kita bisa cepet pulang," tutur Rendra menyuapi Lila.

Menurut, "Em.., Mas?" seru Lila di tengah mengenyam. Sebenarnya, sudah lama ia menyimpan perasaan ini. Dan dia pikir ini kesempatan senggang yang tepat untuk mengutarakan kiatnya.

"Kenapa?"

Dengan sedikit gelisah Lila berkata, "Maafin aku, Mas. Maaf karena aku, tidak menurut dan meninggalkan Mas. Waktu itu, aku masih labil dan belum dewasa. Aku pikir, aku hanya belum siap saat itu. Sekarang aku sudah merasa pantas untukmu, Mas. Kenapa tidak! Aku yang melahirkan anak-anakmu, aku yang ditakdirkan untukmu. Aku janji, disetiap senang maupun sedih aku akan selalu ada disamping Mas. Aku sadar bahwa kini yang lebih bertanggung jawab atas diriku adalah Mas Rendra. Aku tidak akan membantah perkataan Mas la-"

"Sudah... yang lalu biarlah berlalu," Rendra memotong. "Yang penting sekarang kita tidak boleh egois! Mas nggak mau ada jarak batin ataupun fisik diantara keluarga kita. Kan sudah ada Barra, Mas nggak mau dia tumbuh dalam perselisihan. Mas mau dia dapat kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya."

Tersenyum lega, "Iya Mas, makasih. Tapi, jangan terlalu memanjakan Barra! Nanti dia keras kepala," tambah Lila mengingatkan.

"Ehem," Seseorang dengan kotak boxnya berjalan masuk mendekati mereka. Siapa lagi kalau bukan Mega, gadis yang sedari tadi tak sengaja menyadap pembicaraan Rendra dan Lila.

"Mega," seru Rendra tersadar.

"Ini, Kak makanan buat Kakak," Mega menyerahkan kotak box. "Aku taruh sini, ya!" meletakkannya di atas meja.

Sementara Lila, ia melengoskan pandangan serta menggigit bibir bawahnya sejak kemunculan Mega.

Mega mengulur tangan, "Selamat atas kelahirannya ya, Kak," ucapnya tersenyum hangat.

Lila mengambil tangan Mega, "Makasih, Dek," balasnya balik tersenyum. Lila senang, karena Mega sudah kembali berbaik padanya. Tentu saja iya, Rendra yang berperkara saja memaafkan Lila, kenapa Mega tidak? Mega tidak sejahat itu.

"Em... sudah, Kakak lanjutkan makan Kakak! Aku ke depan dulu," tancap Mega mengingat pesan Mamanya.

Habis Rendra menyuapi Lila, diraih tisu yang berada diatas meja. Mengusap mulut Lila dengan penuh perhatian.

"Nah... sekarang gantian Mas yang makan!" cekatan Lila menjangkau kotak box yang Mega tempatkan di atas meja. Membuka, lalu disodorkan sesendok nasi ke mulut Rendra.

Usai menamatkan waktu sarapan, serempak semua keluarga berkumpul di dalam bilik kamar. Pratama, Anatha, Mega, Dalinda, Kristanto, dan Marlina. Semenjak kedatangan mereka tadi pagi, mereka terus silih berganti menimangi Barra. Sampai-sampai, belum sempat Lila memberi asi pada putranya. Tapi apa boleh buat, Barra pula agaknya dibuat nyaman diantara kerumunan keluarga besar tersebut.

Sembari mengayun Barra, Ibu baik bertanya pada Rendra dan Lila. "Cucu ganteng Mama mau dikasih nama siapa?"

Rendra dan Lila bertukar pandang.

"Kita udah buatin nama buat cucu ganteng Mama," jawab Rendra.

"Oh, iya! Siapa?"

Serentak yang ada di situ pun penasaran menanti.

"Barra, Barra Pratama," Rendra mencetuskan dengan lantang.

"Nama yang bagus. Cocok dengan anaknya," tangkap Ibu baik berseri.

Pratama bangkit mendekati Rendra dan Lila. "Rendra, Lila. Sekarang, kalian tidak perlu memprivasi status kalian sebagai suami istri lagi. Karena, Papa akan segera mengumumkan semuanya. Dan kalau kalian setuju Papa akan rayakan pesta pernikahan kalian nanti."

Rendra dan Lila saling melempar senyum.

"Iya, Pa. Nanti kalau Lila sudah sembuh kita rayakan pesta pernikahan bersama keluarga besar kita." Sepakat Rendra, kemudian menoreh pada Ibu baik. "Lagipula, sekarang sudah ada Mama juga."

"Iya, Pa. Terimakasih," jawab Lila menyamai persetujuan.

Kediaman rumah Rendra Atha Pratama

Sebab kondisi Lila yang telah pulih dan membaik. Sore harinya, Dokter sudah bisa mengizinkan gadis itu pulang dari rumah sakit.

"Owek... Owek... Owek..."

Geragapan Lila tersengal dari tidur. Mengusap mata, dilihat jam dinding yang menunjukkan pukul 01.45. Dipangkunya Barra yang tengah menangis. Menyenderkan diri Lila di kepala ranjang. "Sshuuut.... Kamu haus ya, Nak," menenangkan sang anak, lalu memberikan asi.

Terusik oleh suara, Rendra mengerjap-erjapkan mata. "Lila," menangkap gadis itu.

Tak ingin Lila terjaga sendirian, Rendra bangun dan kemudian ikut menyandingkan diri di kepala ranjang.

"Mas Rendra," Lila menyoroti pria itu. "Mas Rendra tidur saja, besok Mas kan kerja!" mensergah.

Membelai rambut gadis yang ada di sisinya. "Sudah. Tidurlah, sayang!" lirih Rendra mendekap tubuh itu lalu disandarkan kepala Lila pada dada bidangnya. Mengecup lembut kening Lila dan kembali mereka memejamkan netra.

Masih bertahan dengan posisi seperti itu sampai akhirnya saling terhanyut mereka ke dalam mimpi masing-masing.

⊱ ───ஓ❦๑TAMAT๑❦ஓ─── ⊰

***

Terima kasih bagi para pembaca yang sudah memberi dukungan dan mengikuti cerita Cinta Tanpa Jarak sampai akhir. Tetap jaga kesehatan!

By Rendra:
Bersabarlah untuk apapun, karena dibalik rasa sabar itu ada sesuatu yang tidak pernah kamu sangkakan.

By Lila:
Jangan berkomitmen sebelum kamu benar-benar siap.

#Salam dari Author untuk para Readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin