Part 37

589 35 11
                                    

Gedung rumah makan B5

Bim!.. Bim!.. Dari dalam kaca mobil Lila mengamati gedung rumah makan, "Sepi sekali!" membatin.

Ditampaknya redup-redup cahaya lentera hias kian menerangi bangunan besar tersebut. "Hanya ada satu dua orang saja yang masuk," imbuhnya.

Tuk.., Tuk.., Tuk.., Tuk... Gemelatuk langkah kaki Rendra dan Lila mengikuti zona karpet merah yang membawa mereka menuju pintu utama.

Ceklekk!.. Rendra membuka pintu. Bilik ini benar-benar minimalis.

Tapi tunggu, agaknya ada seseorang berdiri diujung sana. Rendra dan Lila terus menapak.

"Selamat malam, Tuan dan Nyonya. Bisa saya lihat kartu undangan Anda?"

"Oh... Ternyata ini adalah penjaga ruangan," batin Lila lagi.

Rendra pun menunjukkan kartu undangan mereka.

Sang penjaga mengangguk dan membukakan pintu. "Silahkan masuk, Tuan dan Nyonya!"

Kembali Rendra dan Lila menjejakkan kaki ke bilik berikutnya.

Muncul seseorang lagi dari depan lorong. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya. Mari saya tunjukkan ruangan untuk acara malam ini!" ucap seorang pelayan memarani mereka. Dengan ramah pelayan itu memandu.

Nah... dari sini, samar-samar terdengar iringan orchestra.

"Ini lokasi utamanya, silahkan bergabung!" Pelayan menunjukkan. "Selamat menikmati acara. Saya izin permisi."

Ruangannya megah, dengan gaya Renaissance yang menonjol, mengahadirkan nilai detil pada tiang-tiang yang ornamental dan dekoratif. Hiasan dari porselen dan ukiran berdesain klasik di setiap sisi dinding. Perpaduan warna hangat silver gold kian mendominasi ruangan mewah yang sengaja disewakan untuk acara bergengsi tersebut. Dan jangan lupakan lampu kristal gantung tentunya.

"Astaga! Seperti makan malam para pejabat saja," batin Lila berjalan ke arah meja makan.

Sejujurnya, Rendra pun tak kalah takjub. Ia tak menduga bahwa acaranya akan sepamor ini.

Sampai di meja berbentuk huruf U itu mereka mendudukkan diri pada kursi yang telah tertera nama masing-masing.

Dikursi utama, yaitu pimpinan acara atau selaku rekan kolab bisnis Rendra membuka agenda. Menyambut dan memperkenalkan satu persatu tamu undangan. Ternyata, orang-orang yang duduk di kursi itu adalah para karyawan, keluarga, serta rekan bisnis terdekat si biang acara.

Jamuan makan malam pun dimulai, paket peralatan makan seperti, piring, sendok, garpu, gelas, dan serbet tersusun ciamik di atas meja. Lilin hias serta buah-buahan, semua hidangan dari menu restoran juga tertata lengkap.

Masing-masing seluruh tamu undangan beraturan menadah suguhan terdekat mereka. Lila mamangku serbet, mengambil sajian secukupnya, lalu memulai makan malam dengan tertib.

Tak ada seorang pun yang berlisan, hanya ada alunan orchestra yang mengiringi suasana kegiatan makan saat berlangsung.

Ditengah kehikmatan mengenyam, tiba-tiba Lila merasai ada yang tak nyaman pada perutnya. Ia menutup mulut dan hidung, berusaha meminimalisir rasa itu. "Permisi," menyilangkan sedok garpu diatas meja.

Mengeryit Rendra menyoroti Lila yang bergegas pergi meninggalkan ruangan.

Dikamar mandi, Uwekk... uwekk... Lila memuntahkan isi perut yang tertahan tadi. Meremas dadanya yang berdegup kencang. Ia menyalakan kran wastafel, lalu diusap mulutnya dengan tisu. Sejenak ia mengatur nafas dan mengembalikan tenaga disana, jauh dari keramaian.

Kantor pusat perusahaan Pratama

Pukul 15.30. waktunya jam pulang kantor. Lila sudah lelah sekali hari ini. Ingin rasanya ia segera pulang dan beristirahat di rumah. "Ndu, aku duluan," pamit Lila menjinjing tas.

"Oh iya, La."

"Kayak biasa, tolong pamitin ke Mas Rendra ya!"

Pandu memberi isyarat tangan membentuk simbol Oke.

Lila tersenyum, lalu beranjak dari ruang sekretariat.

Rumah kediaman Rendra Atha Pratama

"Bi.., Bi Ami?" Turun dari lantai atas Rendra memanggil-mangil pembantunya.

"Ada apa, Tuan?" Wanita itu menghampiri Rendra.

"Lila belum pulang?"

"Em... setau saya belum, Tuan. Tidak ada yang masuk ke rumah dari tadi, kecuali Tuan Rendra."

Menekan pelipis. "Ya sudah. Makasih, Bi." Rendra menghela nafas. "Tadi Pandu bilang Lila pulang duluan, tapi kok nggak ada dirumah. Pulang kerumah mana dia?"

Satu jam kiranya Rendra menyandarkan diri dikepala ranjang. Sambil sesekali siratan gadis bermata bulat berlarian menggerecoki pikirannya.

Bim!.. Bim!.. suara klakson mobil mengusir buah angan-angan pria itu. Pucuk dicinta ulam pun tiba.

Ceklekk!..

"Pulang ke mana kamu?" tanya Rendra dengan nada tinggi mengintrogasi.

Dari ambang pintu Lila tersengal, mengelus dadanya. "Maaf, Mas aku pulang ke sorean."

"Jam berapa ini?" Rendra menunjuk jam dinding dengan dagu.

Lila mendongakkan kepala, pukul 17.30

"Tidak baik anak perempuan pulang selarut itu. Apalagi tanpa alasan yang jelas," sahut Rendra menuturi.

"Iya-iya, Mas aku minta maaf. Habisnya tadi aku haus banget, terus ada tukang es buah dijalan, ya sudah deh aku belok aja. Ngomong-ngomong, es buahnya seger lo, Mas. Aku nggak lupa kok. Nih!... aku bawain buat Mas Rendra," menunjukkan kantong plastik yang ia cangking.

Melengos, "Taruh aja disitu!" ucap Rendra angkuh.

Usai meletakkan kantong plastik diatas meja, Lila merunduk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang