Part 45

997 47 3
                                    

Rumah sakit bersalin

"Aduh, Mas sakit!" Di tempat tidur kamar bersalin Lila merintih kesakitan.

Berharap dapat memberikan kenyamanan, Rendra menggenggam erat tangan gadis itu.

"Sabar ya, Bu! Sebentar lagi Dokter datang," ujar seorang perawat memberitahu.

"Sabar, La Dokter sebentar lagi datang!" lirih Rendra menegaskan.

Rendra benar-benar kebingungan, tak tau apa yang harus dilakukan. Pasalnya, ia tak pernah berada dalam situasi seperti ini. Yang ia bisa hanyalah berusaha untuk menenangkan gadis yang ada sampingnya.

Kreeek... pintu kamar tertarik. Nampaknya, sang Dokter telah hadir kedalam ruangan. "Bagaimana, Sus?" tanyanya pada perawat.

"Masuk pembukaan tujuh, Dok," menjawab.

Dokter pun memeriksa serta memastikan.

"Hhemm..." Lila mulai mengejan.

"Sudah merasakan dorongan, ya! Baiklah, Bu tetap tenang. Atur nafas!" Dokter mengarahkan.

Kembang kempis Lila menaik turunkan nafasnya. "Aduh, Hiks... hiks..." terisak. "Mas, sakit, Mas. Hiks... hiks.." Meremas tangan Rendra kuat.

Meratapi polah Lila yang sudah tidak terkendali, Rendra merasa cemas. Namun, mencoba untuk tetap tenang. Digenggam erat tangan dan mengelus punggung istrinya. "Kamu pasti bisa, Lila, kamu harus bisa!"

"Jika dirasa ada dorongan, ikuti saja!" Dokter kembali mengingatkan.

Mengangguk, "Iya. Hhemmm...." Lila mengejan. "Hiks... hiks... sakit, sakit, Dok. Mas, sakit. Hiks...." mulai melirih isakannya. Lila sudah merasa lemas sekali. Sedari pagi ia menahan kram dan nyeri.

"Kamu kuat, La, Mas yakin kamu wanita yang hebat," Rendra menyemangati, tak sadar air mata meluncur begitu saja dari mata rindangnya. Begitu pilu, melihat gadis yang ia cintai bergelayut tak berdaya di atas ranjang bersalin. Dan bahkan, untuk menolong ia tak bisa berbuat apa-apa.

Rasanya, sungguh tak tega Rendra melukai dan menyakiti gadis yang telah rela bertaruh nyawa demi melahirkan calon anak-anaknya.

"Hiks... jangan menangis!" ucap Lila mengusap buliran bening di pipi Rendra.
Yah, masih sempat-sempatnya ia menghapus air netra itu ditengah kelaraan yang tak kunjung menyurut.

Rendra menggeleng, menyeka air mata cepat. "Tidak. Mas tidak menangis, tapi kamu harus bisa!"

Mengangguk, "Iya Mas, aku pasti bisa!" tangkas Lila kembali mengumpulkan gejolak.

"Ayo, Bu! Sudah masuk pembukaan sembilan. Tarik nafas..." Dokter memberi instruksi.

Lila mengikuti.

"Hembuskan perlahan, dorong..."

"Hhemmm......"

"Sekali lagi..."

Lila menarik nafas.

"Dorong..."

"Hhemm........"

Berkali-kali sang Dokter membantu memberikan aba-aba dan arahan dalam proses tempuh persalinan Lila. "Ayo, Bu! Satu kali lagi, kepalanya sudah mau keluar."

"Ayo, La! Demi anak kita," Rendra menimpali.

Mengangguk, dengan mengkis-mengkis Lila berupaya mengejan. "Hhemmm....... Aaaa......!" menjerit meluapkan ketersakitan.

"Owek... owek... owek..."

Walau telah membengkak telinga suara buah usaha keras itu, Lila tak memutus nafas. Terus ia mengejan mengerahkan tenaga.

Rendra & Lila [END]Where stories live. Discover now