Part 15

489 52 11
                                    

Kediaman rumah Rendra Atha Pratama

Udara malam ini memang dingin, tapi itu bukan apa-apa bagi Rendra. Bak menantang hawa alam, di kursi panjang balkon kamar ia bersuang asik bersama alat musik petiknya.

Sedangkan Lila, ia lebih memilih untuk menghangatkan diri di atas ranjang yang halus nan empuk.

"Eh, La belum tidur?" kejut Rendra mendapati Lila yang keluar dari dalam kamar menemuinya.

"Mana bisa aku tidur, orang dari tadi Mas genjrang-genjreng terus," ketusnya duduk disamping Rendra.

"Jangan galak gitu dong! Mas nyanyiin mau nggak?" rayu Rendra mengangkat alisnya.

Melipat kedua tangan. "Ya udah, nyanyiin deh!" ucap Lila pura-pura cuek.

Rendra terkekeh, lalu lekas ia melagu dengan gitarnya.

Cokelat Biru
(Giorgino Abraham)

Kamu yang ada di depan mata
Aku ingin terus menatapmu
Karena senyum tawa
Yang terlalu lama kau simpan
Aku terpana terbawa suasana
Yang ada di malam itu
Kau yang kulihat dari banyaknya
Kaum Hawa
Cukup berdua dan kita tinggalkan dunia
Yang terasa hampa
Tanpa membawa segala rasa
Yang pernah ada di hatiku
Kamu rotan yang dijadikan bangku
Ingin membuatku
Terduduk diam merasakan kenyamanan
Bagai bara yang ada di dalam tungku
Tidak pernah mati seperti cintaku
Rasa ini natural bagai cokelat
Secokelat tanah
Warna bagai biru sebiru lautan
Yang luas
Cukup berdua dan kita tinggalkan dunia
Yang terasa hampa
Tanpa membawa segala rasa
Yang pernah ada di hatiku
Kamu rotan yang dijadikan bangku
Ingin membuatku
Terduduk diam merasakan kenyamanan
Bagai bara yang ada di dalam tungku
Tidak pernah mati
Hoo... hoo...
Tidak pernah mati
Hoo... hoo...
Hoo... hoo...
Tidak pernah mati
Seperti cintaku
Kepadamu


Tak diragukan kemampuan Rendra dalam mengaryakan merdu alat musik legendarisnya. Setiap setelan tuner dan petikan senar seakan menyita pandangan siapapun yang mendengar. Begitulah gambaran sikap yang ditunjukkan oleh Lila.

Karena dilihat Lila yang masih tersenyum takjub memandanginya, kembali Rendra memetik senar gitar, mengulang satu bait lagu yang usai ia nyanyikan. "Tidak pernah mati seperti cintaku Kepadamu..." lantunnya lalu menoel dagu Lila.

Tentu saja berhasil membuat gadis itu malu-malu dan salah tingkah. "Ih, Mas genit," ungkapnya mengusap dagu.

"Kok diusap sih!" goda Rendra, mengoel dagu Lila untuk kedua kalinya.

Dan lagi Lila mengusap dagunya.

Lila mencubit kecil lengan Rendra. "Ih, rasain tuh!"

"Eh, kok gitu sih?" terperanjak. "Awas, ya!" Rendra mengulur tangan hendak membalas cubitan Lila. Namun belum sampai menyentuh kulit itu, Lila malah sudah kabur berlari kecil masuk kedalam kamar.

Rendra yang tak sabar pun ikut membuntuti.

"Aaa....!" jerit Lila merasai sergapan Rendra dari arah belakang.

"Aku sudah bilang awas kan, hahaha..." tertawa menyeringai.

Lila menggeliat berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Rendra.

Kualahan mengimbangi berontakan, yang ada mereka berdua justru tergelempang ambruk ke atas ranjang.

"Lepasin, Mas!"

Rendra & Lila [END]Where stories live. Discover now