Part 34

556 35 4
                                    

Rumah kediaman Rendra Atha Pratama

Lila mendudukkan diri di atas ranjang, mensejajari Rendra. "Mas Rendra?"

Pasif, tak bergerak sedikit pun pupil Rendra dari layar ponselnya.

Mengintai layar pipih Rendra. "Mas Rendra?" Lila kembali memanggil.

"Lagi sibuk," jawabnya tabu.

Tadi pagi Rendra bersikap dan memperlakukan Lila dengan lembut. Tapi nampaknya sekarang, Rendra kembali memasang wajah cuek dan dingin.

Mendengar jawaban tak enak dari Rendra, Lila pun beringsut, keluar menuju balkon kamar.

Termenung ia duduk di kursi balkon. Desir angin malam meniup lembut helaian rambut nan wajah cantik gadis tersebut. "Ternyata begini, rasanya diacuhkan oleh orang yang kita sayangi, sakit! Aku kangen Mas Rendra yang dulu, Mas Rendra yang baik dan selalu perhatian padaku."

Lila menorehkan pandangan, tertangkap sebuah gitar yang bertumpu rapi disamping kursi panjang balkon.

Dulu, malam-malam seperti ini ia dan Rendra sering menghabiskan waktu bersama dengan gitar itu. Diraih dan mulai perlahan ia menempatkan jari-jari pada senar.

Diantara Bintang
(Hello Band)

Maafkan aku yang selalu menyakitimu
Mengecewakanmu dan meragukanmu
Tersadar aku memang kamu yang terbaik
Terima aku, mencintaiku apa adanya
Di antara beribu bintang, hanya kaulah yang paling terang
Di antara beribu cinta, pilihanku hanya kau, sayang
Takkan ada selain kamu dalam segala keadaanku
Cuma kamu, ya, hanya kamu yang selalu ada untukku
Maafkan aku yang selalu menyakitimu
Mengecewakanmu dan meragukanmu
Tersadar aku bila kamu yang terbaik
Terima aku, mencintaiku apa adanya
Di antara beribu bintang, hanya kaulah yang paling terang
Di antara beribu cinta, pilihanku hanya kau, sayang
Takkan ada selain kamu dalam segala keadaanku
Cuma kamu, ya, hanya kamu yang selalu ada untukku, oh...
Oh...
Takkan ada selain kamu dalam segala keadaanku
Cuma kamu, ya, hanya kamu yang selalu ada untukku
Oh, yeah...
Cuma kamu dan hanya kamu yang selalu ada untukku
Dan paling mengerti aku

Sengaja Lila genjrang-genjreng menyaringkan lirik lagu yang mewakili perasaannya selama ini. Biar saja kalau Rendra sedang sibuk, biar saja kalau dia terganggu. Biar dia tau, bahwa Lila juga sibuk terganggu oleh sikap baru Rendra itu.

***

Krip, Krip, Krip, Krip... Sayup-sayup Lila memusati langit-langit kamar.

Ditoleh Rendra masih terlelap di sampingnya, Lila mendekat. Dicermati wajah Rendra lekat, lalu seperti biasa, "Morning kiss!" lirihnya mengecup kening Rendra lama.

Turun ke lantai bawah, seperti setiap pagi juga ia menyiapkan sarapan dan secangkir kopi.

Sigap Lila mengambilkan nasi serta lauk pauk ke dalam piring Rendra.

Acara makan berlangsung dengan hikmat, sambil sesekali Lila mencuri-curi pandang pada pria yang ada di depannya. "Mas Ren, hari ini kan weekend. Aku pulang ke rumah ayah, ya? Mas mau ikut nggak?"

"Ehem, maaf, La. Mas sibuk hari ini," jawab Rendra segan.

"Oh... iya. Nggak pa-pa kok, Mas," Lila menyungging senyum.

Kediaman rumah warisan mendiang Ayah dari Kristanto

Tok, tok, tok...

Ceklekk!.. Marlina membuka pintu. "Lila..!"

Lila mencium punggung tangan Bundanya.

"Mas Rendra nggak ikut?" Marlina celingukan ke arah mobil.

"Nggak, Bun Mas Rendra lagi sibuk."

"Oh... ya udah. Ayo masuk!"

Selepas masuk, tempat yang pertama Lila tuju adalah kamarnya. Singgah ia ditepi ranjang, diamati sekeliling ruangan kamar.

Sudah lama tak merasakan suasana begini, ia jadi teringat akan masa-masa sekolah dulu. Lila menghela tubuh, telentang di atas ranjang.

Setidaknya, dengan sekejap di sini bisa membuatnya tenang dan melupakan segala keluh kesahnya. "Aku pikir aku lebih suka disini daripada di rumah." Lila menarik nafas, memejamkan mata sejenak.

"Hemm....!" Setup-setup Lila menangkap aroma sedap dari indra penciumannya. Beranjak ia mengikuti arah muasal aroma tersebut.

"Masak apa, Bunda?" tanyanya sampai diruang dapur.

"Ini, Bunda lagi masak kue," jawab Marlina memotong kue, kemudian menyuguhkannya ke atas meja makan.

"Wah... kayaknya enak nih, Bun!" Lila mendudukkan diri di kursi meja makan.

Yah, ada Kristanto juga disana, sedang fokus ia membaca koran hariannya.

"Iya, nanti kamu cangkingin juga buat Mas Rendra dirumah ya!" tutur Marlina.

"Iya, Bun," melahap sepotong kue itu.

"Ngomong-ngomong, gimana sama pekerjaan kamu, La kamu betah nggak disana?" Kristanto bertanya.

"Uhuk, uhuk..."

"Eh... hati-hati dong!" Marlina menuangkan segelas air putih untuk Lila.

"Kenapa, La?" Kristanto menatap Lila heran.

"Nggak pa-pa kok, Yah. Tempat kerja Lila enak kok, karyawan-karyawannya baik, Bosnya ramah, enak kok pokoknya."

"Bener nggak ada apa-apa?" Kristanto memastikan.

"Nggak pa-pa, Yah..."

"Terus, gimana hubungan kamu sama Mas Rendra setelah 3 tahun ini, La? Baik-baik sajakan?" terdengar pertanyaan baru terlontar dari mulut Marlina.

Lila kembali tertegun, namun kali ini ia masih bisa mengkontrol ekspresi. "Baik-baik aja kok, Bun," tersenyum simpul.

Marlina mangut-mangut, "Hem... Syukurlah."

Gelisah Lila menggigit bibir, menautkan jari-jariya di bawah meja. "Em... Bunda cara menghadapi suami yang sedang marah itu gimana sih?" katanya berhati-hati.

"Loh, kamu bertengkar sama Mas Rendra?"

"Eh, enggak, Bun. Em... wajarkan kalau suami istri itu bertengkar. Ntar juga baikan lagi."

Marlina menghela nafas. "Hem... kalau suami marah itu, selidiki penyebabnya karena apa. Terus, jangan dibales balik marah juga, pahami perasaannya, hindari perdebatan yang tidak perlu. Bujuk dia, beri senyuman dan kasih sayang. Tapi kamu benar tidak ada apa-apakan dengan Mas Rendra?" Marlina memastikan lagi, ia khawatir jika ada sesuatu yang membebani pasal kehidupan rumah tangga anak putrinya.

"Enggak kok, Bun. Nggak ada yang perlu dipermasalahkan," Lila meyakinkan.

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang