Part 35

602 34 5
                                    

Kediaman rumah Rendra Atha Pratama

Lila mendongak menyoroti jam dinding, pukul 18.30. "Maaf ya, Mas aku kemaleman pulangnya."

Diamati piring kosong yang berada di hadapan Rendra. Nampaknya, Rendra sudah menuntaskan makan malamnya.

"Oh, iya. Ini Bunda tadi titipin kue buat Mas." Menaruh box bekal yang ia tenteng ke meja makan.

"Heem," Rendra berdehem. Lalu diambil dan dibawanya satu potong kue itu naik ke lantai atas.

"Hah..." Lila menghembuskan nafas panjang, meratapi punggung Rendra yang bergerak menjauhinya. Ia duduk di kursi kemudian memulai acara makan malam sendirian.

***

Ceklekk!.. Lila mendorong pintu kamar. Dilihat lagi suaminya yang bersender di kepala ranjang sembari merepotkan jemari di layar ponsel.

Lila menyampingi Rendra.

Tik, tok... Tik, tok... Tik, tok...
Terlalu lama fokus pada benda pipihnya. Nyeri, "Sss...!" Rendra meregangkan kepala ke kanan dan ke kiri.

"Eh, Mas kenapa?" Lila meraih pundak Rendra. "Sini aku pijitin!"

"Nggak usah, La!"

"Udah nggak pa-pa," memaksa. Ditekan leher dan bahu Rendra yang di kira kaku. "Mas boleh kerja, asal jangan lupa istirahat!" tuturnya.

Lila jadi penasaran, apa saja sih yang disibukkan oleh Rendra? Sibuk atau memang sibuk? Dengan telaten Lila memijit. Sembil melamun, sepertinya fikiran gadis itu sudah kelayapan ntah kemana.

Tak sadar nampaknya Rendra jua menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh Lila.

Terasa pegal tangan Lila, ia membesuk Rendra yang terlena memejamkan mata. Sontak, Lila merengkuh tubuh di depannya itu erat.

Rendra terbelalak, "Eh, La!" menggegarkan tubuh.

"Sebentar saja, Mas kumohon jangan mengelak!" pintah Lila.

Rendra pun terdiam, membiarkan Lila memeluknya dengan posisi demikian.

Merayap tangan Lila mengusap dan membelai halus dada bidang Rendra. Dirasakan sesuatu yang berdetak kencang di dalam sana. "Tingkahmu bisa bohong, Mas. Tapi hatimu tidak," batin Lila tersenyum merapatkan lilitan.

Terangsang oleh jamahan Rendra membalikkan badan, meniban dan menghimpit tubuh Lila.

Lelaki mana yang tidak terpancing akan wanita yang dicintainya. Dipusati rekat mata bulat bersinar Lila.

Jujur, Lila senang mengamati mata rindang Rendra yang seakan memancarkan hasrat bak sekarang ini.

Walau sebentar, namun setidaknya dengan cara itu ia bisa kembali mendapat kehangatan dan kelembutan yang selama ini hilang dari Rendra.

Beserta sekuat tenaga, Lila mendorong tubuh yang berada di atasnya, membalikkan kedudukan mendesak tubuh Rendra. Diraba dan dilepas kain baju yang menutupi dada bidang pria itu.

Kantor pusat perusahaan Pratama

"Ayo! Bos sudah memanggilmu," gagas Pandu masuk ke dalam ruang sekretariat.

"Iya-iya," cekatan Lila menutup buku menunda pekerjaan.

Selesai Pandu mengemasi propertinya, bersamaan mereka mendatangi ruang kepala kantor.

Diruangan kerjanya Rendra berpesan. "Baiklah, saya berangkat dulu. Tolong kamu handle kantor perusahaan untuk hari ini. Dan jangan lupa tugasmu! kamu tau kan apa yang harus kamu lakukan?"

"Baik, Tuan saya tau. Saya akan kerahkan semua kemampuan saya untuk perusahaan ini," Lila mengangguk patuh.

Pandu menghela nafas. "Hah... formal sekali. Main sandiwara-sandiwaraan apa sih kalian ini? Disinikan cuma ada aku, biasa aja ngapa!" membatin.

Bergegas Rendra angkat kaki menuju pintu.

"Eh, tunggu Bos!" Disusul Pandu mengikutinya dibelakang.

Selain diberikan amanah untuk menghadle perusahaan selama Rendra sedang menghadiri meeting di luar kantor. Lila juga dipertugaskan oleh Bosnya untuk mengurus dan mempersiapkan meeting besar yang akan diadakan besok.

Karena calon kliennya merupakan orang yang cukup penting dan sudah didiskusikan juga sebelumnya. Mereka menyepakati agar dilaksanakan acara pertemuan itu di luar area kantor saja.

Tak ingin mengulur waktu lebih lama, setelah mengunci pintu ruangan kerja Rendra lekas Lila berangkat menuju venue atau tempat diadakannya meeting untuk menyurvei dan memastikan bahwa semuanya sudah terarah sesuai dengan rencana besok.

***

Terengah-engah Lila melendeh dikursi ruang kerja Rendra. Dilihat jam tangan yang menunjukkan pukul 12.32.

Sudah bubar jam makan siang, belum sempat ia mengisi perut yang terasa lapar karena harus bekerja dan mondar-mandir paruh hari ini.

Sebab perihal venue sudah terkoordinasi dengan baik, jadi Lila tidak perlu bolak-balik lagi keluar kantor untuk mengurus masalah itu. Ia juga tau, tidak patut meninggalkan kantor perusahaan terlalu lama jika tanpa ada yang ambil alih pertanggungjawaban.

Karena masih merasa lelah, Lila memilih beristirahat sebentar seraya mengatur deru nafasnya.

Pandangannya memutar ke sekeliling ruangan. "Rupanya, ruangan Mas Rendra ini sejuk ya! Sebenarnya, di ruanganku juga sejuk sih. Tapi disini AC nya lebih alami."

Lila bangkit dari kursi, dibuka jendela kaca yang memancarkan terik cahaya matahari. Wusshh.... Tiupan angin menyambar dari balik jendela, menyibak kuat rambut Lila. "Hem... sejuk!" selesanya memejamkan netra.

Kesat peluh Lila memanjakan diri, kembali ia menutup jendela kaca. Anginnya terlalu kencang, takut jika ada kertas penting yang berhamburan. Mumpung Rendra sedang tidak ada dikantor. Kesempatan bisa bebas melihat-lihat atau melakukan apa saja diruangan pribadi Bosnya.

Berjalan ia mengitari bilik, sambil sesering kali mendongakkan kepala kesetiap sudut dan atap-atap, khawatir jika ada kamera CCTV disana. Rujuk Lila mendudukkan diri dimeja Rendra, memutar kursi eksekutif ke kanan dan ke kiri.

Penasaran, ditarik satu persatu laci meja. Isinya hanya ada berkas-berkas dan dokumen penting tentunya. Tapi tunggu, "Apa ini?" mengambil selembar foto yang terselip diantara kertas-kertas dalam laci.

Tersipu. "Ah... Manis sekali!" Lila memandangi gambar foto pernikahannya dengan Rendra. Momen sakral beberapa tahun lalu yang berhasil diabadikan dalam sebuah visual fotografi tersebut.

Bagi Lila, kejadian beberapa tahun lalu itu adalah peristiwa paling menyedihkan dalam hidupnya. Namun sekarang justru sebaliknya, kejadian itu adalah peristiwa paling membahagiakan yang pernah ada dalam hidupnya.

Rendra memang sengaja menyimpan foto mereka dimeja kerjanya. Saat ia merasa penat dan nestapa, memandang foto itu setidaknya bisa sedikit mengembalikan suasana hatinya.

Puas menyanjung dengan seksama, kembali Lila menyelipkan foto kedalam kertas dan menutup laci. Kemudian keluar dia ke lantai bawah untuk melaksanakan kegiatan makan siang yang terhambat.

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Where stories live. Discover now