Part 25

487 34 8
                                    

Singapura
Gedung apartemen penginapan

Hari ini tidak ada jadwal kelas di kampus. Lantaran cuacanya juga sedang mendukung, daripada merasa bosan terus-terusan di dalam apartemen, Lila berniat keluar untuk pergi berjalan-jalan, hitung-hitung menjejaki kawasan daerah sini.

Selesai dengan t-shirt, jogger jeans, dan sepatu boots-nya. Lila beranjak dari bilik kamar. Dikunci pintu kamar apartemen, lalu bergegas ia menuju lift.

Sampai di lantai bawah, Petugas Apartemen dengan sigap membukakan pintu utama untuk Lila.

"Selamat pagi, Nona," sapa Petugas Apartemen ramah.

"Selamat pagi, Pak," balas Lila tak kalah ramah.

Disepanjang jalur trotoar, Lila berpijak santai sembari mengamati setiap bangunan yang mensejajar diseberang jalan raya.

Banyak orang juga melakukan aktivitas paginya disana, mulai dari berangkat bekerja, pergi ke kedai untuk sarapan pagi, sampai berjalan-jalan dengan binatang piaraan.

Netra Lila terkunci di salah satu bangunan yang cukup menjulang. Merasa tertarik, ia memutuskan untuk memasuki bangunan itu.

Lila terperangah tatkala didapati ruangan besar yang berisi banyak buku-buku. Di setiap sisi, sudut, dan ruang bangunan itu, semua berisikan buku. "Wow, bagaimana ada perpustakaan sebesar ini?"

Tak ingin berlama-lama tercengang dipintu utama, ia segera masuk dan menyusuri setiap lemari untuk melihat-lihat inti buku.

Sebab ia bingung harus membaca dan memilih buku apa di perpustakaan sebesar ini. Akhirnya, Lila menyimpulkan untuk mencari buku yang berkaitan dengan mata kuliahnya, yaitu buku administrasi.

Ia akui, perpustakaan ini memang mempunyai banyak buku yang menarik dan lengkap. Sepertinya, Lila harus sering-sering mengunjunginya.

Setelah mendapatkan buku yang diinginkan, Lila berjalan menuju meja duduk perpustakaan.
Akan tetapi, tiba-tiba langkah kakinya terhenti. Dari rak lemari, ditariknya satu buah buku yang berhasil menyita penasaran. "Tips menyenangkan suami," lirih Lila, lalu membuka arah buku. "Its... kok isinya jorok semua!" Merasa kurang srek, ia mengembalikan buku itu pada tempatnya.

Kembali ia memilah-milah, ditarik lagi satu buah buku yang masih berada disekitar lemari itu. "Cara menjadi istri yang baik," lirihnya, membuka arah buku. Lila tersenyum, lanjut ia melangkahkan kaki.

Sudah satu jam, membolak-balikkan buku di meja perpustakaan. Lila menatap jam dinding, pukul 09.00. "Huft... kalau membaca buku-buku ini sampai selesai, tidak akan ada habisnya." Diraba perut rata yang terasa mulai perih. Kemudian ditutup dan dikemasi buku-buku itu, dijinjing kebilik depan perpustakaan.

"Permisi, Pak! Apakah boleh meminjam buku di perpustakaan ini?" tanya Lila pada sang pustakawan.

"Tentu saja boleh. Tapi maksimal hanya dua buku."

"Oh, kebetulan sekali. Saya ingin meminjam dua buku ini, Pak." Lila menunjukkan dua buku itu pada pustakawan, juga memberi kartu tanda penduduknya sebagai bahan jaminan.

Pustakawan menutuk stempel pada dua buah buku yang akan di pinjam Lila dan tak lupa mengimbalkan kartu perpustakaan pada gadis itu.

Sebelum tiba di apartemen, Lila menyempatkan mampir di salah satu gerai makanan. Karena di sangkanya ia akan makan makanan instan lagi dirumah, akan lebih bagus jika ia sarapan diluar saja.

***

Lila membolak-balikkan buku yang ia pinjam dari perpustakaan tadi pagi, sembari bercengkrama lewat telepon dengan Rendra. Sekarang hal itu sudah menjadi rutinitas malam bagi mereka, setiap ada waktu senggang Lila selalu memanfaatkan dengan menelepon suaminya.

"Cara menjadi istri yang baik. Satu, mengekspresikan perasaan. Anda bisa melakukan cara yang pertama seperti, memberikan ciuman kecil, menunjukkan ketertarikan terhadap hobinya, Anda juga bisa mengungkapkan betapa Anda mencintai suami Anda. Hem... oke, langsung saja kita praktekkan cara yang pertama," batin Lila menyimak bukunya, "Mas Rendra?"

"Iya," jawab Rendra dari seberang telepon.

"Aku cinta sama Mas Rendra. Mas Rendra cinta nggak sama aku?"

"Hem?" Diseberang telpon, Rendra mengeryitkan dahi.

"Mas Rendra cinta nggak sama aku?" ulang Lila cekikikan.

"Kok ketawa sih?"

"Nggak pa-pa, aku malu, Mas. Makannya jawab yang bener dong!"

"Iya."

Lila kembali cekikikan. "Nomor dua, komunikasi yang baik. Nah, ini lagi komunikasi. Next. Nomor tiga, jangan pelit untuk memberikan pujian padanya. Memberikan pujian akan membuatnya merasa senang. Oke, kita praktekkan nomor tiga." Lila menarik nafas lalu menghembuskannya pelan, "Mas Ren, Mas Ren!"

"Apa?"

"Aku suka sama mata Mas Rendra, sama mulut Mas Rendra, sama dada bidang Mas Rendra. Semua punya Mas Rendra, aku suka."

"Kenapa?"

"Karena, setiap aku melihat mata Mas Rendra aku bisa melihat diriku disana. Setiap suara yang keluar dari mulut Mas Rendra membuat hatiku bergetar. Disaat aku merasa sedih, bersandar di dada Mas Rendra bisa membuat perasaanku menjadi lebih tenang. Dan, setiap pagi aku mulai membuka mata, yang ada dipikiranku selalu Mas Rendra," Lila membekap mulutnya menahan tawa.

Sementara diseberang sana, Rendra yang mendengarkan sedari tadi tak sadar bahwa sekarang pipinya sudah semerah tomat. "Anak ini kenapa sih? Kok jadi aneh gini. Hah... terserah kamu lah, La yang penting kamu suka."

"Haduh... apa-apaan itu tadi? Malah seperti gombal," batin Lila. "Ehem, sudah-sudah." Ia menghentikan cekikikannya. "Next. Nomor empat, dengarkan keluh kesahnya. Jadi sebagai cara menjadi istri yang baik, berusahalah secara sadar tidak hanya untuk mendengar, tetapi dengarkan dan pahami ketika suami kita berbicara tentang pekerjaannya atau apapun itu." Lila mengangguk paham. "Mas Rendra, tadi dikantor gimana?"

"Gimana? Ya kayak gitu."

"Kayak gitu, gimana? Mas Rendra nggak pengen cerita ke aku?"

"Nggak, nggak ada yang menarik dikantor."

Lila menghela nafas lesuh. "Next. Nomor lima, jadilah perempuan yang berkualitas. Em... next. Nomor enam, kamu juga harus handal soal mengurus rumah. Next. Nomor tujuh, jangan terlalu cerewet. Nomor delapan, belajar untuk selalu memprioritaskannya. Ck," berdecak. "Kok nggak asik gini sih endingnya. Nomor sembilan, belajar untuk selalu percaya padanya." Lila menutup bukunya.
"Mas Rendra, udah ya aku tutup telponnya. Aku ngantuk, aku mau tidur." Tanpa menunggu jawaban dari Rendra Lila langsung memutus sambungan secara sepihak.

Entah mengapa, setelah membaca buku itu rasanya ia menjadi sedikit dongkol. Ditarik selimut sampai membenami tubuhnya kemudian berusaha memejamkan mata.

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Where stories live. Discover now