17. Bertemu Tara

67.3K 7.7K 812
                                    

Semalam mendapat kabar, kelewat menggembirakan sampai-sampai hari ini Andien tidak bisa berhenti tersenyum.

Mamanya dan Rion akan datang dua hari kedepan, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Sayangnya, sang papa tidak bisa ikut karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Kemudian Rion memutuskan untuk datang lusa depan karena hari itu ia kosong dan tidak ingin membuang-buang kesempatan. Setidaknya, jika papa mereka tidak bisa mengunjungi Andien, masih ada dirinya yang akan mendatangi si bungsu itu.

“Jadi kan Dien besok traktir kita semua?”

Kalau ada yang sedang mendapat kabar gembira, maka yang lain juga ikut gembira. Bukan gembira karena kabarnya, tapi gembira karena traktirannya. Mungkin itu motto dari divisi marketing kantor Arjaya Group pusat.

“Otak lo bisa ga sih sehari aja gak mikirin traktiran, Ren?”

“Jangan muna lo, mbak. Semalem kan mbak sendiri yang minta traktiran!”

“Udah ih udah, pasti Andien traktir kok. Pokoknya nanti inget jangan ada yang ngaret, terutama MAS DIMAS! Kalau ngaret, yang traktir bukan Andien tapi Mas Dimas, ya.”

Sejauh ini mereka saling mengenal, terutama Andien yang baru saja mengenal kelima orang tersebut, Andien mulai semakin memahami sifat dan kebiasaan mereka masing-masing. Siapa yang memiliki sifat paling menonjol dan siapa yang masih sulit ditebak. Kalau Dimas, sangat keterlaluan kebiasaan telatnya, sampai-sampai Andien selalu kesal karena rekannya yang satu itu.

Kembali lagi soal Rion dan mamanya yang akan datang lusa depan, ternyata mereka juga sudah memesan hotel di dekat tempat Andien tinggal. Rencananya hanya menginap selama dua hari karena lagi-lagi Rion dikejar oleh pekerjaannya. Dan mereka juga sudah sepakat bahwa selama dua hari itu Andien akan menginap di hotel juga dan menghabiskan waktu bersama mereka.

Andien sudah bersiap mengajukan annual leave selama dua hari, dia berharap pengajuannya diterima oleh HRD baru kantor itu.

“Andien tiba-tiba kepikiran soal ambil libur lusa, kira-kira pasti dikasih gak ya sama Bu Mega?”

Sedikit informasi, posisi mereka sekarang sedang di kantin untuk makan siang.

“Harusnya sih dikasih, Dien. Selama lo kerja disini, belum pernah kan ambil jatah libur, kayaknya dikasih.” Sahut Sarah.

Andien pun merasa seharusnya dia diberikan izin, lagi pula hanya dua hari.

“Eh, masih tiga puluh menit lagi nih sebelum jam istirahat abis. Main, yuk?” Dimas tiba-tiba membuka pembicaraan baru.

“Main apaan? Among Us?”

“Gue gak main gituan, yang lain aja.”

“Iya, kasian Mbak Lintang udah tua gatau game anak jaman sekarang.” Niatan Reno hanya bercanda, tapi tulang keringnya sudah ditendang terlebih dahulu oleh Lintang.

“Gue gak tua, ya! Cuma sedikit lebih dewasa dari lo aja.”

“Oke, oke. Main truth or dare aja deh!” Usul Pinkan yang sudah gemas sedari tadi.

Nampaknya semua pun setuju dan Dimas menarik pulpen yang menggantung di saku kemejanya, meletakan di atas meja dan memutarnya.

“Pokoknya nanti yang milih truth, fix cupu banget.” Ujar Reno.

Dan sepertinya kebetulan yang sangat tidak menguntungkan karena pulpen milik Dimas berhenti dan terarah pada Reno, tepat saat Reno menyelesaikan kalimatnya.

“Truth!” Teriak Reno yang membuat kelimanya bersorak.

“Ying pilih trith fix cipi!” Cibir Andien sambil mengacungkan jempol menghadap ke bawah.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang