15. Salah, Andien

76.2K 7.8K 756
                                    

Kedatangan kurir pembawa paket adalah sebuah kejutan paling berkesan.

Itu dirasakan oleh Andien yang sedari SMA dulu sangat gemar berbelanja secara online dan menunggu kurir dengan perasaan cemas.

Tapi akan lebih mengejutkan jika paket datang di saat kita tidak sedang membeli apapun. Seperti yang sedang dialami oleh Andien sore ini. Ada kurir yang datang membawa sebuah kotak terbungkus rapi dengan plastik berwarna hitam.

Senang dan terkejut tentunya, bahkan Andien pikir itu adalah paket yang salah alamat. Tapi ternyata nama Andien jelas tertera disana beserta dengan nomor telepon dan alamat kostnya saat ini.

"Mbak!"

Andien berteriak saat panggilannya dijawab oleh seseorang di seberang sana.

"Aduh... apa sih, dek? Kebiasaan kamu tuh teriak-teriak. Yang sopan, biar anggun dikit kek."

"Mbak makasih ya, Andien jadi pengen nangis, lama banget loh nggak ngobrol sama Mbak Jian."

Andien memang langsung menghubungi Jian saat tahu bahwa paket yang berisikan alat-alat kosmetik dan perawatan kulit itu adalah kiriman dari Jian.

Sedikit bocoran bahwa dulu saat masih sama-sama di Jogja, mereka berdua sangat kompak dengan segala hal berbau kebutuhan wanita. Sampai Andien menyusul Jian ke Jakarta pun, keduanya tidak pernah lepas dari yang namanya skincare dan selalu berbelanja bersama. Sampai-sampai Rion rela ikut menyisihkan gajinya untuk kedua adik-adik perempuannya itu.

Sudah cukup lama sejak terakhir kali Andien bisa berduaan dengan Jian, menghabiskan waktu selayaknya kakak dan adik yang memiliki cukup banyak kemiripan dalam segi minat.

Saat pernikahan Jian, bahkan yang paling heboh menangis adalah Andien. Masalahnya karena Jian harus pindah ke rumah suaminya dan meninggalkan kota Jakarta. Andien tahu Jian pasti akan bahagia, Andien juga bahagia karena Jian akhirnya bisa menemukan jodoh yang tepat. Tapi mau bagaimana lagi? Seorang adik yang ditinggal menikah oleh kakaknya pasti akan merasa kehilangan.

Nyatanya itu adalah pertama kalinya Andien menangisi pernikahan kakaknya. Kemudian disusul oleh pernikahan Rion dua tahun setelahnya yang membuat Andien menangis untuk kedua kalinya atas pernikahan sang kakak. Dia ditinggalkan lagi saat itu, bukan dalam artian yang buruk. Hanya saja, Andien sangat merasa kehilangan sosok-sosok yang selalu menjadi sayapnya.

Rion si sayap kanan dan Jian si sayap kiri.

"Kangen sama mbak atau kangen dijajanin?"

Candaan Jian diiringi dengan tawa di seberang sana, sepertinya ada ibu mertua Jian juga. Andien hanya beberapa kali bertemu dengan mertua Jian, tapi Andien tahu betul bahwa mereka adalah keluarga yang baik untuk Jian.

"Ihhh! Seriusan tau, mbak! Andien kangen, pengen ketemu sama mbak. Pengen ketemu Ciello juga. Emang mbak gak kangen sama Andien?"

Tanpa sadar Andien berlinang air mata, namun buru-buru ia hapus dan menangkan dirinya sendiri.

"Kangen, Andien. Kapan-kapan mbak kesana, ya? Kalau suami mbak ada waktu kosong pasti mbak samperin kamu kok. Ngomong-ngomong kamu kok jam segini udah di kost? Ini masih jam setengah empat kan?"

Andien menelan ludahnya kasar.

Mampus kalau Mbak Jian tau gue bolos kerja...

"Ah... ini mbak, tadi pulang lebih awal soalnya kerjaan Andien udah kelar, dapet bonus pulang cepet."

"Enak banget kamu bonusnya begitu. Eh dek, mbak tutup dulu ya? Ciello bangun, udah nangis dia tuh."

Andien pun bisa mendengar suara Ciello memanggil-manggil kakaknya itu, dengan berat hati Andien mengiyakan untuk menyudahi percakapan mereka walaupun dirinya masih belum puas melepas rindu.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang