27. Sebuah Permintaan Dari Andien

69.3K 6.6K 418
                                    

“Sebuah Permintaan Dari Andien”

•••

Detik demi detik berjalan sangat lambat, rasa kantuk juga sudah mendesak gadis itu. Sudah pukul berapa ini? Lewat tengah malam. Seharusnya dia sudah tidur.

Biasanya saat di kost, dia akan tidur paling lambat pukul sebelas, rutinnya adalah pukul sepuluh. Tapi karena merasa berada di tempat yang baru dan asing, terasa sulit untuk tidur. Sama seperti saat di hotel waktu itu, di Bali.

Kalau tidak ditemani menonton dulu oleh Dirga di living room sampai tertidur, mungkin dia tidak akan bisa tidur.

Sekarang dia tidak tahu kemana perginya Dirga. Saat makan malam tadi, laki-laki itu turun untuk memberitahu kedua orang tuanya bahwa Andien sedang mendapat gangguan lambung karena terlambat makan. Kemudian tidak lama setelah itu, Andien mendapat pesan singkat dari laki-laki itu bahwa dia memiliki urusan mendadak yang mengharuskannya pergi dengan ayahnya.

Kini sudah tengah malam tapi dia belum kembali juga dan Andien belum bisa tidur padahal sudah sangat mengantuk.

Kemudian dia mendapati dirinya telah berada di luar pintu kamar milik Dirga. Dengan sandal berbulu yang sangat hangat itu, kakinya dibawa melangkah menyusuri lorong sampai ia menemukan tangga. Tidak tahu akan kemana arah tujuannya, mungkin ke dapur untuk mengambil air karena kebetulan ia merasa haus.

Semua orang pasti sudah tidur, pikir Andien.

Di lantai dasar, ia melewati sebuah kamar yang pintunya terbuka, ada jejak sepatu yang basah dan juga noda dari tanah yang basah menuju kamar itu. Rasa penasaran mendorong niatnya untuk mendekat, hendak mengintip.

Sampai matanya membulat sempurna melihat sosok yang dia kenali sedang berdiri di dekat jendela yang terbuka, membiarkan angin malam yang dingin masuk memenuhi kamarnya.

“Tara?”

Gadis sepuluh tahun itu memutar tubuhnya terkejut, wajahnya nampak ketakutan, namun saat melihat Andienlah yang memanggilnya, wajahnya mulai rileks.

“Halo...?”

“Aku Andien.” Andien tidak ingat, tapi ia rasa ia belum pernah mengenalkan dirinya pada anak itu.

Sesungguhnya Andien bingung dengan jejak sepatu itu dan juga baju tidur Tara yang sedikit basah. Apakah anak itu sehabis keluar rumah pada jam selarut ini?

“Tante Andien... mau duduk?”

Tara dengan wajah pucatnya menarik kursi dari meja belajarnya, membawanya pada Andien yang berdiri di dekat ranjang.

Siapa anak ini? Tidak pernah bisa terjawabkan satu pertanyaan itu untuk Andien.

Andien mengangguk dan melempar senyuman sebelum duduk. Tara kemudian merapikan ranjangnya dan buku-buku yang berserakan di atasnya, mungkin tidak ingin Andien merasa risih dengan keadaan kamarnya.

“Tara, tante boleh tanya sesuatu, gak?”

Andien mengerutu dalam hati. Aneh sekali rasanya menyebut dirinya sendiri sebagai 'tante', tapi ia biarkan saja seperti itu walau rasanya terdengar seperti dia sudah sangat tua.

“Tanya? Boleh.” Tara mengangguk ragu. Ia duduk di tepian ranjang.

Andien menangkap raut gelisah dari gadis kecil itu. Tapi kalau boleh bertanya lebih jauh, ada sangat banyak yang ingin ia tanyakan.

Siapa sesungguhnya anak ini? Lagi-lagi ia ingin mengetahui. Seandainya dia datang saat makan malam dengan keluarga Dirga, apakah akan ada Tara juga disana? Dan... dimana ibu serta ayah anak itu? Seingatnya, Dirga mengatakan bahwa Tara adalah anak dari adiknya, tapi adik yang mana? Pevita baru memiliki dua anak, itupun kembar. Lalu adiknya yang mana yang memiliki Tara? Kenapa sampai hari ini dia tidak pernah melihat atau sekedar tahu siapa nama adik Dirga itu. Apakah laki-laki atau perempuan. Apakah tinggal di rumah ini atau tidak.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang