21. Kamu Milik Saya

115K 8.3K 1.2K
                                    

21. Kamu Milik Saya

••

Memang wanita itu lemah sekali kalau sudah menyangkut perasaan. Baru saja rasanya kemarin Andien bersumpah tidak akan mau berhubungan dengan laki-laki lagi, tapi sekarang sumpahnya sudah ia langgar sendiri.

Maklumi saja, usianya masih terbilang muda untuk menghindari yang namanya 'percintaan'. Terlebih lagi, tinggal di kota orang tanpa ditemani siapa-siapa, sudah pasti mendapat perhatian lebih akan membuat Andien luluh.

Andien hanya berharap, keputusan dan kelemahan hatinya yang menerima Dirga kali ini tidak akan berakhir penyesalan lagi. Andien tidak mau berakhir tidak baik dengan Dirga. Walau ini masih disebut 'pendekatan' oleh Dirga, tapi siapapun tahu kemana tujuan dari kata tersebut. Dan, Andien sadar bahwa cara Dirga mendekati dirinya memang sedikit berbeda. Mungkin faktor usia.

Gak bermaksud ageshamming ya.

“Dien, lo kok tadi keluar dari basement? Udah bisa bawa motor sekarang?”

Andien menatap kaget ke arah Reno. Tapi buru-buru ia menenangkan dirinya agar tidak terlihat tegang. Kemudian ia tertawa kecil, agar terdengar tidak dalam keterkejutan.

“Enggak, mas. Tadi nebeng sama Ika, yang anak IT.”

Untungnya Andien bisa menggunakan nama salah satu teman barunya di kantor ini, tidak mungkin juga jika dia mengaku membawa kendaraan sendiri, sudah jelas dia tidak bisa. Mungkin secepatnya Andien harus belajar berkendara.

Bicara soal Reno, memang laki-laki itu tidak sebahaya Dimas yang hampir tahu segalanya. Tapi Reno tidak bisa dianggap remeh. Walau tidak kenal dekat dengan Dirga, tapi sayangnya takdir sering kali memihak pada Reno, dimana beberapa kali Reno melihat kejanggalan antara Andien dan Dirga walau lelaki itu tidak sadar sepenuhnya.

“Jarang-jarang si Ika bawa motor, ya. Tumbenan, biasanya kan dianter cowoknya.” Timpal Sarah.

Jangan tanyakan lagi kondisi Andien, sudah pucat dan tegang, berusaha fokus pada makanannya tapi tetap saja tidak bisa.

“Lagi pundung kali. Biasa cek-cok rumah tangga.”

“Nikah juga belom, gayaan.” Ejek Pinkan.

Tiba-tiba Lintang meronggoh saku blazer abu-abunya, dia tidak makan apapun sejak masuk ke kantin, hanya memperhatikan rekan-rekannya yang sibuk berbicara sembari melahap makan siang mereka.

Sebuah kertas tebal, berwarna putih dan emas di pinggirannya, diletakkan di tengah-tengah meja. Mendapat perhatian kelima rekan kerjanya yang otomatis memajukan badan masing-masing, penasaran.

“Lo nikah, mbak?!”

Pekikan Sarah membuat seisi kantin terkejut, walau tidak banyak orang yang sedang ada di kantin, namun tetap membuat Lintang tersipu.

Lintang mengangguk. Mendapat sorakan riuh dari seluruh penghuni kantin saat itu juga.

“Mbak, kok tiba-tiba?! Gak bilang-bilang ada persiapan mau nikah, sih?!” Andien merebut kartu undangan itu dari tangan Dimas.

Gadis itu berbinar melihat nama Lintang dan calon suaminya terukir indah disana. Bahkan sudah ada foto preweddingnya juga! Bisa-bisanya Lintang tidak memberi bocoran soal pernikahannya.

“Biar kejutan gitu ceritanya. Lagian gue udah umur segini, lebih baik dilakuin dari pada dibicarain.”

Andien dan yang lainnya menatap Lintang dengan mata berbinar, ikut masuk dalam keharuan yang dirasakan Lintang. Wanita itu pasti bahagia karena akhirnya akan dinikahi oleh kekasihnya setelah tiga tahun berpacaran. Ditambah, Lintang sudah sangat matang dan sudah tidak baik jika masih bermain-main dengan hubungan.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang