04. Ruang Meeting

98.8K 7.4K 525
                                    


•••

"Mbak, cemilan mbak masih gak?"

Pinkan menoleh, kemudian menarik laci mejanya dan mengeluarkan beberapa camilan yang memang biasa ia simpan disana. Walau sudah mendapat jatah makan siang dari kantor, namanya perempuan ya tetap saja butuh tambahan agar mulutnya tetap bisa mengunyah di segala situasi.

"Tumben udah laper aja, Ndien. Masih jam setengah sembilan." Komentar Sarah yang cukup terkejut dengan Andien, baru saja mereka memulai kerja sejak tiga puluh menit yang lalu dan Andien sudah menanyakan makanan.

Andien mengangguk, ia membuka keripik kentang dengan kemasan hijau.

"Tadi malem gak sempet makan, mbak."

Sarah hanya ber-oh ria, tidak mempertanyakan lebih lanjut kenapa Andien tidak sempat makan. Jika ditanya pun Andien tidak akan berkata jujur bahwa penyebabnya adalah Pak Dirga.

"Lo asli Jakarta, Ndien? Atau anak rantauan gitu?"

"Asli Jogja, mas. Tapi udah di Jakarta pas kuliah."

"Bokap, nyokap?"

"Di Jogja semua, cuma Andien aja yang disini. Dulu Abangnya Andien juga disini sih, tapi habis nikah langsung balik ke Jogja."

Mereka mulai bertanya-tanya banyak hal seputar Andien dan Andien tidak merasa keberatan, dia malah senang dan semangat menjawab setiap pertanyaan itu.

Andien memang suka tinggal di Jakarta, tapi bukan berarti dia tidak merindukan keluarganya. Kalau ada hari libur setidaknya satu minggu, Andien pasti pergi ke Jogja.

"Mbak, ih! Ini Mas Reno jorok, upilnya ditempel di meja!"

Tiba-tiba Andien berteriak mengadu pada Lintang karena ia tahu bahwa Lintang memang yang paling galak, mungkin setelah ini Reno akan dipukul dengan kotak make-up atau bahkan kotak besi yang ada di mejanya.

"Yaelah, An. Kayak gak pernah ngelakuin life hack aja lo."

Pulpen sukses mendarat di kepala Reno, pelakunya bukan Lintang tapi Pinkan. "Sini muka lo gue jadiin life hack buat media tanam upil gue!"

Andien dibuat tertawa karena tingkah tidak jelas dari rekan-rekan kerjanya. Bisa-bisanya dia masuk dalam tim yang aneh dan lawak seperti ini. Tapi bersyukur, dari pada harus masuk divisi dengan anggota yang terlalu serius dan tegang, bisa-bisa Andien mati kaku.

"Siang."

Mereka semua terkejut, tiba-tiba pintu ruangan mereka terbuka dan membuat mereka kelabakan merapikan meja mereka yang sembrawut, terutama Andien yang bungkus camilannya masih berserakan di atas meja. Apes.

"Siang, pak. Ada yang bisa kita bantu, nih?"

Reza, selaku HRM menggelengkan kepalanya atas pertanyaan Reno.

Lah, kalau nggak butuh bantuan ngapain kesini, bro?

Andien mana mungkin berani mengerluarkan pertanyaan di kepalanya itu, yang ada dia malah langsung dipecat. Bahaya kan.

"Ke ruang meeting sekarang, ditunggu oleh Pak Dirga."

Mereka ber-enam membulatkan mata, terkejut sekali. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba diminta ke ruang meeting walau tidak ada jadwal meeting sama sekali.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang