34. An Image of A Wife

66.8K 5.9K 262
                                    

“An Image of A Wife”

••••••

Andien memang patut merasa bersalah, karena terus-menerus berprasangka buruk terhadap Dirga setiap kali menyangkut tentang Tara, keponakan pria itu.

Seminggu lalu, Tara yang mengirimkan pesan pada Andien bahwa paman dari anak itu datang ke tempat lesnya benar-benar membuat Andien takut. Dipikirnya saat itu, Dirga hendak berbuat kasar atau memarahi Tara, walau tidak masuk akal karena akan ada banyak orang yang menyaksikan perbuatannya.

Tapi saat tiba disana, Dirga nampak dengan raut wajah santai, bersender pada kap mobil putih mewahnya di halaman lokasi les itu. Saat Andien menghampirinya dengan wajah ketakutan, sontak Dirga menautkan alisnya, heran dengan kedatangan gadis itu yang tiba-tiba dan ditambah dengan mimik wajah yang panik.

“Kenapa kamu kemari?”

Andien malah berkacak pinggang mendengar pertanyaan Dirga. “Mas yang ngapain dateng kesini?” Berbalik ia bertanya.

“Menjemput Tara,” Jawab lelaki itu tanpa ragu.

Andien memberi tatapan menyelidik, masih dengan kedua tangan yang berada di sisi pinggangnya.

“Kenapa jemput? Mas nggak berniat marahin Tara lagi, kan?”

Dirga mengeluarkan sapu tangan miliknya, menyodorkan pada Andien yang masih menaruh curiga padanya. Gadis itu benar-benar berusaha terlihat mengintimidasi walau pada kenyataannya raut wajah itu terlihat menggemaskan menurut pandangan Dirga.

“Keringat kamu.” Andien merutuk dalam hati, kenapa pula ia bisa terlihat sekumel ini datang kemari, tidak ingatkah dia kemari untuk menemui Dirga si tampan kaya raya? Bagian terakhir Andien anggap bonus.

Tanpa malu Andien mengambil alih sapu tangan tersebut dan mengusap keningnya yang terdapat keringat akibat sempat berlari dari depan kawasan les karena ojek online maupun taksi online dilarang masuk.

Usapan pada bahunya membuat Andien tersadar dari lamunannya akan kejadian minggu lalu. Ah ya, sekarang dia sedang berada di kediaman orang tua Dirga. Dia diminta datang untuk ikut makan malam oleh Juita, Ibu Dirga. Dan Andien merasa tidak ingin menolaknya.

Hanya saja semakin lama suasana makan malam membuat Andien cukup kesal karena justru tidak ada Dirga disana. Ayah Dirga duduk bersebelahan dengan Ibu Dirga, sedangkan Andien duduk bersebelahan dengan Tara. Tidak ada Dirga bersama mereka. Oh iya, hubungan Digra dengan Tara sejak saat sore itu semakin membaik, walaupun masih bisa dilihat dengan jelas bahwa Dirga sesungguhnya masih kaku dengan keponakannya sendiri. Tapi bagi Andien, itu sudah lumayan baik.

Kini laki-laki itu terlalu sibuk dengan urusan kerja sampai melewatkan makan malam dengan keluarganya. Dirga sedang berada di ruang kerja dan mengikuti meeting yang diadakan secara virtual. Dia juga sempat berpesan untuk tidak ada yang menganggunya selama meeting.

Hingga jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan Andien merasa ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Laki-laki itu belum makan sama sekali sejak siang tadi dan seharusnya meeting itu sudah selesai.

Tanpa pikir panjang lagi, Andien memantapkan langkahnya menuju ruang kerja yang ada di lantai dasar. Mengetuk sebanyak tiga kali sampai akhirnya suara Dirga terdengar dari dalam sana, memintanya untuk masuk.

Andien menemukan Dirga yang sedang menatap layar komputernya sembari bersandar pada punggung kursi kerjanya, satu tangannya mengurut pelipis, berusaha memusnahkan tekanan berat pada matanya. Dia jelas sedang mengantuk.

“Andien?” sepertinya Dirga cukup terkejut mendapati Andien yang datang menemuinya. Sebelumnya ia pikir itu adalah ayahnya.

“Kenapa belum tidur? Kamu tidak lihat ini sudah jam berapa, Andien?” laki-laki itu merubah posisi duduknya menjadi tegap dan waspada, berusaha memberi kesan marah pada Andien agar gadis itu setidaknya merasa bersalah karena masih terjaga pada jam itu.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang