35. Status Siaga

65K 6.2K 366
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Andien bekerja sebelum berangkat ke Jogja hari esok. Sesungguhnya, Andien ingin libur juga hari ini karena ingin beristirahat sebelum menyambut hari melelahkan di keesokannya.
Tapi karena HRD tidak memberikan tambahan cuti, maka Andien tidak punya banyak pilihan.

Tapi itu tidak masalah, setidaknya dia bisa menikmati cutinya dengan puas nanti di Jogja. Semoga saja begitu.

Ketika masuk ke dalam ruangan divisi marketing, Andien merasakan ada hawa berbeda. Sorotan mata rekan-rekannya begitu memincing menatap kedatangan Andien.

Merasa ditatap dengan aneh, mau tidak mau Andien membuka suara untuk bertanya, ada apa gerangan dengan mereka, atau apakah ada yang salah dari Andien sendiri.

Andien pikir tidak ada yang aneh juga darinya. Make-upnya sudah bagus, blazer hitamnya juga bersih, rok span-nya tidak robek atau kotor, rambutnya juga disanggul dengan rapi.

“Kok... kayaknya tegang banget? Ada masalah lagi, ya?”

Berhak Andien was-was, karena beberapa hari terakhir divisi mereka sering mendapat peringatan bukan hanya sekali di kali.

Dimas nampak agak panik. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang jika secara realita pun tidak gatal.

“Duduk dulu, Dien.”

Tubuh gadis itu seolah digerakkan dengan remote kontrol, ia duduk dengan jantung yang berdegup kencang. Astaga, masalah apa lagi ini?

“Pacaran sama Pak Bos kok gak bilang-bilang?”

Deg!

Terlalu terlambat untuk menyembunyikan keterkejutan. Andien sudah membulatkan mata secara spontan.

“Hah? Kata si–”

Pinkan melayangkan tangan ke udara, menunjuk ke arah Dimas. “Dimas.”

Dimas yang mendapat tatapan garang dari Andien, menggelengkan kepalanya dengan dramatis. Ia berdiri dan mengangkat kedua tangan ke udara.

“Bukan gue, Dien. Suer!”

Sarah melempar penghapus dari kotak alat tulisnya di atas meja ke arah Dimas, dengan geram ia menengahi. “Jelas-jelas tadi lo bilang ‘Ya kan emang mereka pacaran, gimana sih!’ ngeles mulu!”

Andien semakin membulatkan matanya. Apa-apaan ini?! Mengapa bisa keluar dari arus yang ia buat? Kepalanya ingin pecah saat itu juga.

Bahaya, mereka sudah tahu. Bagaimana jika karyawan lain juga tahu?

“Gue gak sepenuhnya salah, Dien. Plis percaya sama gue. Tadi tuh emang Pinkan sama Reno udah curiga duluan. Mereka liat lo dianter jemput dan sempet liat kalian pelukan, ya lo tau kan Dien gue kalau lagi menghayati topik tuh suka lupa diri... Terus ya, keceplosan deh... Maafin, ya?”

Siallllllll Mas Dimas bukannya bantuin ngelak!!!

Andien melemas, rasanya berharap lantai di bawahnya terbelah dan menelannya sekarang juga.

“Udah heh, jangan digituin anak orang. Kasian tuh,” Reno menimpali, membuat wanita-wanita disana mendengus.

Lintang, selaku yang paling tua diantara mereka akhirnya mendekati meja Andien saat sadar gadis itu hanya bungkam sejak tadi. Lintang rasa, dia mulai memahami situasi yang sedang Andien hadapi dan sembunyikan.

Ia mengusap puncak kepala Andien dan berkata, “Udah, jangan sedih gitu. Emang kenapa kok gak mau kita-kita tau hubungan kamu sama si bos? Kan bagus kalau mbak-mbak kamu disini tau toh, Dien. Bisa jadi tempat curhat, tempat nyari solusi. Jangan kira mbak lupa ya kalau kamu pernah bilang kamu itu gak pinter urusan pacar-pacaran.”

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang