41. Dirga Yang Gelisah

45.1K 3.2K 138
                                    

"41. Dirga Yang Gelisah."

*****

"Hubungi Agam saja, minta dia yang jemput Tara, oke?"

Jas berwarna abu-abu tua yang sengaja disamakan oleh Andien dengan blazer miliknya itu disampirkan oleh Dirga di punggung kursi ruang kerjanya. Dirga tidak nampak santai siang ini, penyebabnya tidak lain adalah karena jadwal yang sangat padat seminggu belakangan.

Waktu bersama Andien sudah jelas semakin berkurang sejak seminggu itu, walau tetap bertemu di rumah, tetapi itupun terkadang cukup larut malam dan Andien sudah terlanjur terlelap.

"No, Mas. Kalau mas emang mau perbaikin hubungan mas sama Tara dan pengen nggak ada canggung-canggung lagi, ini cara terbaik buat mulainya. Mas atau Andien harus selalu anter jemput Tara sekolah. Kalau nggak dibiasain, nggak akan bisa, mas."

Sekiranya sudah sebulan Dirga berusaha meluangkan waktu untuk mendamaikan hubungannya dengan keponakannya, Tara. Memang tidak mudah, Dirga akui. Tetapi kesalahannya itu tidak mau ia biarkan berlanjut hingga Tara beranjak dewasa.

Entah kenapa Dirga merasa dirinya sangat bodoh, apa yang mendorong dirinya selama ini sampai selalu menutup hati nuraninya untuk Tara, keponakannya yang bahkan tidak bersalah itu.

"Tapi satu jam lagi saya akan pergi ke proyek, setelah itu menghadiri jamuan makan sampai malam. No time to be with you?"

Dirga merasa berat hati membiarkan Andien pergi sekarang. Jam makan siang adalah waktu lain dimana Dirga bisa memiliki kesempatan untuk makan dan berdua dengan Andien. Kalau gadis itu pergi menjemput Tara sekarang, lalu dirinya bagaimana?

"Udah dibilangin nggak boleh egois dulu, ih. Nanti pulangnya kan bisa sama Andien lagi." gadis itu merenggut kesal, jujur saja belakangan ini Dirga memang sering mengeluhkan soal waktu. Mengeluh tidak ada waktu untuk makan siang bersama, makan malam bersama, mengobrol santai bersama, dan waktu kebersamaan lainnya.

"Oke. But I'll call Agam, biar dia antar kamu—"

"Terlambat, Andien udah pesen taksi online, soalnya ada voucher potongan 50%. Mantap ga tuh?"

"Semangat sekali kamu." komentar Dirga, diam-diam meraih tangan Andien yang sejak tadi beristirahat di atas meja kerja Dirga.

Andien mengangguk dan berkata, "Mau ajak Tara mampir ke Mall, katanya dia mau dibantuin cari buku. Dia sekarang makin semangat belajar juga."

Semenjak pindah sekolah, memang Tara sepertinya nampak jauh lebih nyaman dengan suasana sekolah barunya. Dia tidak lagi banyak merenung atau bahkan menangis karena perbuatan temannya. Tara juga sering bercerita tentang teman-teman barunya yang baik padanya.

Tara bahkan dengan jujur berkata pada teman-teman barunya bahwa dirinya adalah yatim piatu, tetapi teman-temannya dengan haru memeluk Tara setelah Tara menceritakan hal itu. Setidaknya sekolah baru Tara memiliki lebih banyak murid-murid berhati nurani dan tabiat yang jauh lebih baik ketimbang sekolah lamanya.

Setelah itu pula, nilai Tara dalam setiap tes meningkat. Memang dapat dipastikan, lingkungan belajar sangat mempengaruhi anak-anak seusia Tara.

"Hubungi saya kalau kamu sudah sampai rumah," pesan Dirga yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Andien.

"Dan, Andien."

"Iya?"

"Dalam waktu dekat keluarga besar saya akan berkumpul. Saya mau kenalkan kamu pada mereka, kamu mau?"

Biar kata sudah mengenal Dirga berbulan-bulan lamanya, bahkan sampai berkali-kali menyinggung soal pernikahan, nyatanya Andien belum mengenal dan bertemu keluarga Dirga selain ayah, ibu, Pevita serta suami dan anak kembarnya yang menggemaskan itu.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang