31. Take Me With You

55.9K 6.1K 281
                                    

31. Take Me With You

•••

Malam ini Dirga kembali membelah jalanan kota Jakarta seorang diri dengan sedan hitamnya. Sudah lama juga ia tidak memakai jasa supirnya. Mungkin setelah ini ia akan mulai kembali meminta para supirnya untuk mengurus kemudi kemanapun dia akan pergi.

Entah karena apa, mungkin ia sudah terlalu terbiasa menyetir belakangan ini. Terlebih lagi karena ia biasa mengantar-jemput seorang gadis kelahiran Jogja yang berstatus sebagai karyawan di perusahaannya.

Yah, walaupun itu terakhir kali terjadi sekitar satu minggu yang lalu.

Dirga menatap jam di pergelangan kirinya tepat setelah ia berhenti di depan bangunan kost, satu dari ribuan kost yang ada di kota Jakarta dan parahnya ini adalah satu-satunya kost yang pernah Dirga datangi, bahkan sampai hampir setiap hari.

Sudah satu minggu tidak pernah lagi berbicara dengan gadis itu, tapi tidak sekalipun dia absen untuk datang ke kost itu. Memastikan bahwa seseorang telah berhasil mengantarkan Andien sampai dengan selamat, setelah dirinya sudah tidak lagi menjadi orang yang selalu mengantar gadis itu pulang.

Jangan pikir dia tidak merindukan gadis yang menggemaskan itu. Bahkan hanya dengan mengamati bangunan kost-nya saja sudah membuat laki-laki itu tersenyum kecil, sekecil-kecilnya. Bagaimana kabar gadis itu? Sebuah pertanyaan yang tumbuh di kepalanya hari ini.

Tapi sayang. Lampu kamar gadis itu padam. Tidak biasanya seperti itu. Lampu itu selalu menyala jika gadis itu sudah ada di dalamnya. Apa mungkin dia belum pulang?

Apa mungkin lembur? Mengingat divisi marketing akan bersiap-siap pindah ke ruangan baru mereka. Dirga pikir itu sudah menjadi urusan Lintang.

Tepat saat Dirga hendak menyalakan lagi mesin mobilnya, sebuah mobil merah berhenti di depannya, keluarlah seorang gadis yang Dirga ketahui merupakan teman dekat Andien yang sudah dikenal sejak kuliah, juga adalah orang yang menyewa kost di sebelah kamar Andien.

Dia datang seorang diri, tidak dengan Andien. Lalu dimana gadis itu?

Dirga menurunkan kacanya, buru-buru dan memanggil Melani, yang tidak ia ketahui namanya.

“Permisi.”

Melan berhenti dan memutar tubuhnya, memegang payung erat-erat dan menyipitkan mata, berusaha memastikan siapa yang baru saja memanggilnya.

“Loh... Pak Dirga, ya?”

Dirga tidak memberi jawaban, niatnya hanya satu, menanyalan keberadaan Andien saat ini.

“Kamu tau Andien dimana? Saya rasa dia belum pulang.”

Melan tahu bahwa Andien dan Dirga sedang tidak baik-baik saja. Tapi dilihat dari kecemasan diwajah tampan —dan sedikit tegas itu, membuat Melan merasa bahwa sesungguhnya mereka masih bisa memperbaiki permasalahan mereka. Hanya ada sedikit masalah pada keegoisan masing-masing, Melan yakin.

“Gak tau, pak. Soalnya saya gak ada contact-an sama Andien dari siang tadi. Cuma katanya sih emang pulang telat karna mau gantiin yang namanya Mbak...Lintang ya kalau gak salah.”

Sudah hampir setiap malam Andien menangis dan menumpang tidur di kamar Melan sejak gadis itu dan Dirga mulai menjaga jarak. Andien yang gengsi untuk memulai berbicara dengan Dirga juga membuat Melan geram, tapi mendengar cerita dari Andien, rasa-rasanya Melan tidak bisa menyalahkan Andien juga. Hubungan mereka harus benar-benar bersih dari rahasia jika ingin tetap berjalan baik.

Tapi, yah... Melan ingin membantu mempermudah. Ia ingin Dirga kali ini mendatangi Andien, dimanapun temannya itu sedang berada, lalu membahas masalah mereka, kemudian kembali mesra seperti sebelum-sebelumnya.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang