30. Ada Hujan Dimatamu

52K 5.9K 256
                                    

30. Ada Hujan Dimatamu

•••

Sudah berapa hari, ya? Tujuh? Delapan? Andien tidak ingat. Ia hanya bungkam merapikan tumpukan berkas yang telah selesai dikerjakan. Sudah menolak untuk ikut makan siang bersama pula dengan rekan-rekan satu timnya.

Ponselnya ia biarkan di dalam laci, sudah terbilang sangat jarang ia sentuh, kecuali untuk urusan yang memang penting dan dibutuhkan.

Ini sudah satu minggu, atau bahkan lebih, sudah selama itu dia dan Dirga tidak berbicara lagi. Tidak ada makan malam bersama lagi. Selalu pulang bekerja seorang diri, kembali menggunakan jasa ojek online seperti dulu atau menumpang dengan temannya. Tidak ada pesan masuk lagi dari laki-laki itu, untuk menanyakan sedang dimana atau ingin makan pukul berapa.

Semuanya seperti tidak pernah terjadi. Hubungan mereka seperti terputus walau tidak pernah terikat sejak awal.

Andien merasa bodoh. Apakah dengan ini ia bisa menyimpulkan bahwa laki-laki itu tidak serius dengan apa yang sudah ia katakan selama ini?

Andien meneteskan air matanya, kedua kalinya hari ini. Pertama adalah pagi tadi sebelum berangkat ke kantor. Sesak di dadanya seolah tidak bisa ia tahan, rasa rindu yang seharusnya tidak perlu menjadi pengganggu malah benar-benar menganggu.

Kenapa dia harus menangisi Dirga lagi? Apa dia sudah benar-benar jatuh ke dalam perasaannya sendiri? Tapi, ini adalah resikonya yang telah berani menerima Dirga walau sudah sadar betul mengenai perbedaan mereka yang serba jauh dalam segala hal.

Apalagi sekarang Bu Astrid, Manajer Purchasing yang belakangan ini sering ke ruangan Dirga-menurut penjabaran dari Dimas karena sekarang Dimas yang paling sering dipanggil ke ruangan Dirga, Andien sendiri sudah tidak pernah memijakkan kakinya di ruangan laki-laki itu lagi. Semakin menguatkan perkiraan Andien bahwa Dirga memang sengaja melakukannya.

"Apa mas marah karena permintaan Andien waktu itu?" Tanyanya pada layar komputer, seolah sedang bertanya langsung kepada Dirga.

Andien rasa memang benar, karena setelah hari itu, Dirga tidak lagi menghubunginya atau berbicara dengannya, benar-benar seperti meninggalkan Andien. Andien pun enggan menghubungi Dirga terlebih dulu karena ia merasa apa yang dia minta tidaklah salah.

Hubungan mereka juga seharusnya tidak terpengaruh akan permintaan Andien seandainya memang tidak ada masalah antara Dirga dengan keponakannya.

"Andien mau mas pindahin Tara ke sekolah lain."

Begitu. Begitulah jalan keluar yang dapat Andien pikirkan saat itu. Setelah ia bangun dari pingsannya, ia buru-buru memaksa Dirga untuk berbicara empat mata, pikirannya penuh oleh Tara saat itu, dia tidak bisa tenang.

Dengan dipindahkannya Tara ke sekolah baru, maka Tara akan mendapat lingkungan yang lebih aman tanpa menganggu mentalnya. Apa yang salah dari itu? Andien rasa tidak ada. Itu adalah ide yang sangat bagus untuk melindungi Tara.

Tapi yang ia dapat bukanlah kepindahan Tara, melainkan dirinya yang langsung dijauhi oleh Dirga secara tiba-tiba.

Dan tetap, Andien tidak meminta maaf. Karena baginya, hubungan mereka akan tidak ada artinya jika masih ada rahasia yang tidak Andien ketahui, akan membuat Andien kehilangan pendiriannya sekaligus hanya karena ingin kembali dengan laki-laki itu.

Jika memang akhirnya sampai disini, walau tidak bisa menerima sepenuh hati, tapi Andien tetap berusaha untuk mengiklaskan. Berusaha mengingatkan dirinya lagi bahwa sejak awal memang tidak ada status yang mengikat mereka berdua. Akan sangat egois jika ia menuntut dalam hubungan yang sangat samar itu. Seharusnya Andien menyadari sejak awal.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang