08. Di Mal

36 6 0
                                    

Betapa senangnya gadis itu saat membuka mata dan menyadari hari ini hari Sabtu. Artinya, dia tidak perlu memikirkan sekolah dan tugas-tugasnya!

Sudah jadi kebiasaan sejak menjadi Diandra, gadis itu tidak ingin memikirkan semua kegiatan sekolah jika berada di hari libur. Sayangnya saat masuk dunia bekerja, hari Sabtu dan Minggu terkadang diganggu oleh pesan yang berisikan hal-hal berbaru pekerjaan.

Namun sekarang Stefani masih SMA! Membuat CV dan mencari lowongan adalah hal yang akan dia lakukan lima tahun lebih—itu pun kalau dia masih berada di tubuh Stefani.

Hari ini gadis itu menikmati datangnya paket-paket skincare untuk merawat kulitnya. "Nak, sejak kapan kamu tahu tentang begituan?"

"Sejak ..." Anu, bagaimana Stefani harus menjawab pertanyaan Ibunya? "Minggu lalu, Bu. Aku coba cari tahu cara merawat kulit, ya ... meskipun tekstur kulit wajahku sudah bagus, sih."

Setelah itu, Stefani juga pamit ingin ke mal untuk berbelanja make-up. Tentu Ibunya semakin heran. Selama ini putrinya tidak peduli dengan hal yang kecewek-cewekan dan asik dengan belajar. Akan tetapi untuk kali ini, gadis itu membantahnya. "Ya ampun? Yang bener, Bu? Duh, padahal skincare, make-up, itu sudah hal mendasar banget!"

Pada akhirnya, sebelum gadis itu pergi ke mal, ia bergumam di depan cermin. "Padahal wajah Stefani itu cantik, nggak pantas dicap nerd sama sekali. Heran deh, kenapa si Stefani aslinya malah terima bully-an dengan hati lapang, sih?"

Kalau di dunia asli, gadis semacam Stefani sudah ditaksir sana sini dan dikagumi para gadis lainnya. Bayangkan saja, sudah cantik, pintar, kaya, baik. Sempurna banget, kan?

"Non," panggil sang supir. Setelah Stefani menyahut, si supir melanjutkan kata-katanya. "Akhir-akhir ini Nona kelihatan beda, ya?"

Wah, peka juga. "Beda kayak gimana, Pak?"

"Non lebih kelihatan pede, juga cerah banget kalau mau ke sekolah atau jalan-jalan. Padahal biasanya muka Non itu datar gitu, suka kelihatan lelah sebelum masuk sekolah."

"Masa, sih?" Stefani bukannya menyangkal, namun ia tidak percaya bahwa pemilik tubuh asli ini terdengar depresi.

Oke, Stefani tidak tahu secara persis gejala depresi itu seperti bagaimana karena dia tidak kuliah psikologi. "Terakhir kali Nona senyum lebar kayak sekarang ini mungkin pas SMP aja. Eh, awal-awal masuk SMA masih ceria kok, tapi lama-lama kayak murung terus. Untung e Non balik ceria lagi kayak sekarang. Bapak jadi ikut seneng."

Memang ya, pasti ini karena dampak dari aksi perundungan Alexa, kan?

Stefani hanya bisa tersenyum saja. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Stefani sebelumnya, dia pun tidak paham bagaimana dirinya berakhir di tubuh ini. Yang pasti, dari dalam lubuk hatinya, dia bisa merasa bahwa Stefani yang asli sudah tidak kuat menjalani kehidupannya lagi.

Kasihan, dunia semacam Wattpad ini terlalu kejam untuknya. "Pak. Bapak lebih suka Stefani yang kayak gimana?"

"Hah? Tentu aja Non Stefani yang kayak sekarang. Ceria, auranya lebih kerasa. Jadi, jangan murung lagi ya, Non? Jangan makan obat sembarangan lagi...."

Jangan makan obat sembarangan lagi?

Senyuman di wajah cantik itu mulai luntur. "Bapak nggak mau lihat Stefani yang coba bunuh diri lagi, ya?"

*****

Betapa bahagianya Stefani menemukan produk-produk make-up yang warnanya cantik. Rasanya mata ini langsung disegarkan. Dia tidak sabar mencoba merias wajahnya sendiri. Wajah Stefani terlalu cantik untuk disia-siakan.

Masuk Ke Dunia Wattpad (✓)Where stories live. Discover now