[Special Chapter] Sebelum dan Sesudah

28 8 0
                                    

Catatan Penulis:
Karena terharu saat tahu ada yang baca cerita ini-padahal ini cerita agak random juga buat aku, kuputuskan untuk menulis special chapter ini.

Ada beberapa bagian yang memang tidak kuceritakan--prequel dan sequel --jadi, akan kucoba beritahu di sini melalui sudut pandang seseorang.

TRIGGER WARNING! Akan ada tindakan pembullyan dan suicidal thinking. Jadi, kalau sekiranya men-trigger, skip aja part ini (ಥ_ಥ).

*****

Tanganku tak berhenti bergerak. Bahkan setelah kugaruk berkali-kali, rasa perih tidak juga menghapus perasaan gelisahku. Mataku mencoba fokus kepada papan yang berisi coretan guru, tapi jantungku tetap berdebar.

Sebentar lagi istirahat.

Bagi sebagian murid, istirahat adalah hal yang paling menyenangkan. Tapi, tidak untukku.

"Pak!" teriak seseorang sesudah dering bel sekolah berbunyi. "Sudah istirahat, pak!"

"Iya, iya, saya tahu," jawab guru sejarahku dengan jengah.

Tidak. Jangan berhenti. Teruskan cerita itu.

Namun, suaraku tercekat. Tubuhku tak mampu bergerak. Pada akhirnya, guru itu tetap harus keluar untuk menuruti peraturan sekolah. Beberapa anak keluar dari kelas ini, beberapa menunggu di dalam, termasuk diriku.

"Hei," panggil seseorang dengan suara yang paling ingin kuhindari. "Lo gak mau ke kantin?"

"Ti..." Aku hendak mengeluarkan suara yang jelas, namun berakhir mencicit. "Dak...."

"Apa? Lo bilang apa?" tanyanya sekali lagi dengan suara yang lebih banter. Kedua temannya mulai menyindirku yang tidak berani menjawab pertanyaan tersebut.

"Enggak," jawabku. Masih sama lemahnya. Namun kali ini dia tidak memintaku mengulang jawaban lagi.

"Emangnya lo enggak laper?" Jika orang asing melihat, sang penanya akan dianggap cukup perhatian, ya? "Well, gue tahu, sih, kalau lo enggak bakal ke kantin. Jadi, gue sudah beliin lo minuman! Tadi pagi, sebelum kelas. Nih, minum."

Tangan itu menyodorkan botol teh ke hadapanku. Dia seperti sengaja menungguku sampai aku meminum teh tersebut.

Bisa kurasakan keringat mulai menetes dari dahiku. Minuman itu ... tidak beracun, kan?

"Ck!" Dia berdecak sebal. "Gitu doang lama banget minumnya! Cepet gih minum!"

Lekas aku buru-buru mengambil teh tersebut walaupun tanganku bergetar hebat. Botol minumnya terbuka sangat mudah seakan sudah dibuka. Tapi, tanpa banyak berpikir aku langsung meneguk dan memuncratkannya sampai bukuku menjadi basah.

Asin sekali.

"Astaga, kamu tidak tahu terima kasih, ya?" Tidak sampai di situ, olokannya semakin menjadi-jadi sampai aku memutuskan untuk berdiri dan berjalan keluar sambil menundukkan kepala.

Tidak apa-apa. Ini sudah biasa. Aku bisa menghadapinya. Aku bisa. Bukankah ini sudah makananku sehari-hari untuk diperlakukan seperti ini oleh Alexa?

Tapi ... kalau begitu, kenapa aku masih belum berani melawannya?

Aku menjatuhkan diriku ketika tahu hanya ada aku seorang diri di gudang belakang sekolah. Di sini, seperti biasa, aku menumpahkan semua isi hatiku melalui air mata.

Masuk Ke Dunia Wattpad (✓)Where stories live. Discover now