12. Jangan Lupakan HAM

34 5 0
                                    

Apakah wajar jika Stefani merasa aneh ketika Alexa mengacuhkannya? Sejak kejadian hendak memberinya pelajaran dengan tepung dan telur, sekarang gadis itu hanya menatapnya garang sebelum kembali melanjutkan aktivitas.

Ah, tidak. Sepertinya lebih tidak wajar lagi melihat si Ketua OSIS selalu menunggu di depan kelas. Apa tujuan lelaki itu selain menunggu Alexa?

Awalnya Stefani merasa bahwa dia adalah tokoh utama di dunia Wattpad ini. Bukan kah dia sudah masuk syarat untuk jadi tokoh utama? Kehidupan sekolah yang tragis, lemah, namun cantik. Membuat para tokoh lelaki terkenal ingin melindunginya.

Tapi kelihatannya itu semua hanya imajinasinya. Justru si Arden, ketua OSIS tampan kelihatannya 'jatuh hati' dengan Alexa, si antagonis.

Sepertinya Stefani sudah terlalu kepedean. "Sudahlah, lebih baik seperti ini. Hidup jadi manusia biasa. Tidak diacuhkan seperti masa sekolah Diandra sebelumnya."

Saat melewati kantin, kebetulan Alexa sedang membeli makanannya dan makan di salah satu meja yang awalnya diisi oleh murid-murid lain. Baru saja murid-murid yang menempatinya melihat tatapan matanya, mereka sudah ketakutan dan memberikan tempat duduk secara sukarela.

Setelah beberapa menit menikmati makanannya dengan muka judes, Arden mendatangi gadis tersebut sembari memberikan sebotol jus stroberi. "Ini."

Gadis itu hanya melirik pemberiannya. "Buat apa?"

"Sebagai hadiah karena seminggu ini lo sudah menyelesaikan hukuman dengan baik. Jangan lupa nanti pulang gue tungguin."

Tidak senang dengan apa yang didengar, Alexa melayangkan tatapan tidak suka. "Lo sengaja ya mau kasih tahu semua orang, hah? Kalau lo mau maluin gue di depan umum, langsung aja kasih tahu! Gak usah sok baik gini!"

Walaupun makanannya belum habis, Alexa sudah menutup dan pergi dari sana. Tidak mengacuhkan pemberian Arden sama sekali.

Penolakan adalah hal yang memalukan sehingga Arden diam mematung melihat pemberiannya. Sepertinya niatnya telah disalahpahami oleh Alexa. "Tapi kalimatnya cukup buruk juga."

Stefani melaluinya tidak memedulikan lebih lanjut. Sedangkan di dekat Arden, sudah ada Evan yang berjalan ke arahnya. "Den, lo naksir Alexa, ya?"

Setelah seminggu ini Arden selalu menunggu di depan pintu kelas Alexa dan menyuruh gadis itu mengikutinya, semua orang langsung menebak Arden menyukainya. Sama seperti dugaan Stefani tadi.

"Nggak," bantah Arden. Ia berbalik dengan wajah tidak senang hati dan melewati Evan, kembali masuk ke kelasnya.

Evan hanya menggeleng sembari berdecak kagum. Setelah semua bahasa tubuhnya bertindak jujur, Arden masih mau mencoba mengelaknya?

Menyadari bahwa botol jus stroberi tadi ditinggalkan begitu saja, tangannya bergerak mengambil, membuka, dan meminum hingga habis. "Ah ... Enak juga. Lumayan minuman gratis."

Ketika ia berjalan, tidak sengaja matanya menangkap sosok Adel. Kedua mata mereka tidak sengaja saling melihat satu sama lain, namun Adel segera memalingkan wajahnya dan pergi dari kantin. Akan tetapi Evan masih terdiam di posisinya.

Ingin sekali dirinya mengejar gadis itu. Bertanya apakah mereka bisa membangun hubungan sekali lagi, memulai ulang semuanya. Namun cara Adel menghindar membuat Evan hilang harapan terlebih dahulu.

"Permisi." Celetukan itu membuat Evan tersadar dan melihat siapa orang yang jalannya dihalangi. Rupanya itu adalah Stefani.

Alih-alih menyingkir, Evan malah bertanya, "Lo sudah nggak apa-apa?"

"Tentu aja. Ini sudah seminggu lewat, buat apa aku terus-terusan menghindar?" Stefani mengernyitkan dahinya. "Sekarang aku mau lewat, boleh minggir, nggak?"

Masuk Ke Dunia Wattpad (✓)Where stories live. Discover now