20. Rumor

23 5 0
                                    

Akhir-akhir ini hari demi hari berjalan terlalu tenang. Jika dirinya masih seorang 'Diandra', tak perlu ia khawatir dan menjalani hari seakan masih ada hari esok untuk hidup. Sedangkan sebagai Stefani, hari tanpa diganggu Alexa sebuah kemustahilan.

Kecemasannya membuat Stefani tanpa sadar berusaha menjauh dari kerumunan. Entahlah, dia sedang tidak ingin dilihat banyak orang. Makanya dia memilih makan siang di taman sekolah saja. Kebetulan tidak banyak murid di sana.

Saat masih asik menghabiskan bekelnya, ada seseorang yang menghampirinya. Hanya ditebak dari suara, itu adalah Evan. "Kenapa enggak makan di kantin?"

"Lagi males."

"Di sini enggak ada meja. Emangnya enggak ribet makan enggak pakai meja?" Tanpa disuruh, laki-laki itu duduk di sampingnya.

"Enggak perlu sok perhatian, deh," balas Stefani ketus. Sikap itu membuat Evan mengernyit bingung. 

Ia tebak sikap Stefani berkaitan dengan musuh nomor satunya. "Kenapa? Alexa ganggu lo lagi?"

"Enggak. Justru gara-gara dia diam saja, aku jadi khawatir. Aku takut dia lagi mempersiapkan hal buruk buat aku. Aneh enggak, sih, kalau aku malah cemas karena enggak diganggu dia lagi?"

"Hm. Wajar, sih, sebenarnya. Tapi ... mungkin memang akhir-akhir ini sudah enggak ada alasan lagi buat dia ganggu lo. Makanya adem-adem aja. Bisa jadi, kan?" Evan berusaha positive thinking. Namun Stefani menggeleng tak percaya.

Jika itu benar, maka kenapa Alexa membencinya? "Kalau gitu sejak awal apa alasannya dia ganggu aku? Memangnya aku pernah punya salah pada dia? Oke, aku tahu dia suka banget sama Vino. Dan ... aku enggak peduli? Sejak awal aku enggak mencoba mendekati Vino. Jadi, kenapa dia harus mengganggu aku?"

"Mungkin karena lo terlihat lemah buat dia. Kadang pengecut kan cuma berani gertak orang yang lebih lemah dari dia."

Kunyahan Stefani berhenti. Gadis itu berpikir sesaat. Alasan pem-bully-an memang tak pernah masuk akal. Alasan terlihat lemah bisa jadi juga digunakan sebagai alasan merudung seseorang di dunia ini. Lalu, karena sekarang yang mengisi tubuh Stefani adalah Diandra, orang dengan dunia serta konsep diri yang sangat berbeda, Alexa memutuskan untuk tak lagi mengganggu. "Mungkin." Tapi, dia masih menaruh rasa curiga.

Kecemasan itu terbukti benar. Hari-hari yang tentram ternyata adalah hari-hari di mana Alexa mencari kesempatan membuat rumor palsu tentangnya. Ketika melewati lorong sekolah. Stefani bisa merasakan tatapan tidak mengenakkan dari kebanyakan murid perempuan. Seakan ... sedang melihat seorang pembunuh.

"Ada apalagi, sih, ini?" Jantungnya berdegup cukup kencang saat harus mengambil beberapa buku di loker luar. Tidak nyaman, Stefani memutuskan masuk dan duduk diam di kelas saja.

Tanpa sadar Stefani melewati Adel yang baru saja melihat foto. "Kayaknya Evan sama Stefani sudah akrab banget, deh. Kayak sudah akrab sebelum kalian putus."

"Tunggu, maksud kalian ... Evan ... selingkuh?"

"Ya ... Kalau selingkuh terdengar terlalu kasar, mungkin ... mungkin? Kayak gini loh maksud gue, kalian putusnya, kan, enggak begitu lama. Satu bulan aja belum ada. Ya kali Evan enggak menggalau dulu, malah langsung kelihatan akrab banget sama cewek itu?"

Sekali lagi Adel melihat siapa sosok gadis yang duduk di samping Evan. "Ini Stefani, kan?"

"Iya. Cewek yang lo minta gantiin lo buat jenguk Evan."

"Bisa jadi mereka baru dekat setelah gue minta, kan?" Menurutnya, meski Evan adalah cowok terbandel yang pernah dia temui, Evan bukan laki-laki yang hatinya murahan. Tidak semudah itu untuk Evan berpaling hati darinya, apalagi selingkuh. Benar-benar terdengar mustahil.

Masuk Ke Dunia Wattpad (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang