24. Ternyata

22 5 0
                                    

"Kenapa selama ini lo ganggu Stefani?"

"Vino suka Stefani! Mana mungkin gue bisa biarin dia gitu aja?"

Sebuah rekaman suara yang singkat tanpa basa-basi langsung memberikan jawaban yang Stefani inginkan. 'Sudah kuduga, Alexa tidak suka aku karena Vino menyukaiku.'

"Terima kasih, ya," ucap gadis itu dengan tulus. "Kamu benar-benar bisa diandalkan. Harusnya dari awal aku minta tolong ke kamu."

Arden menjadi tertarik dengan kalimat terakhir. "Dari awal? Memangnya lo minta bantuan siapa sebelum gue?"

Stefani hanya menampilkan senyuman terpaksa. Sepertinya dia tak perlu memberitahu Vino. "Teman sekelasku. Kukira dia tahu alasannya, tapi ternyata tidak. Btw, kamu sama Alexa dekat, ya?"

"Huh? Kesimpulan dari mana itu?"

"Soalnya dia langsung jawab pertanyaanmu. Kukira dia akan bertele-tele, tidak mau menjawab sebelum kamu paksa jawab." Andai gadis itu tahu, memang seperti itulah kenyataannya.

Arden terkekeh. "Sepertinya begitu. Tapi bagus, deh. Gue enggak perlu maksa Alexa buat jawab karena dia sudah jawab duluan."

"Iya. Eh, aku boleh minta rekamannya, enggak?" Pertukaran rekaman itu berlalu dengan cepat. Sebelum Arden bisa bertanya kenapa Stefani membutuhkan rekaman itu, Stefani sudah pamit terlebih dahulu.

Dengan senyuman yang masih terukir di wajah, ia bergumam, "Semoga dia enggak sadar kalau itu dipotong."

*****

Setelah mendapatkan jawabannya, maka apa yang gadis itu lakukan? Alexa sudah tidak bisa mengganggunya lagi. Apakah sehabis ini dia akan melanjutkan kisah percintaan Stefani yang sempat tertunda?

Mungkin saja.

Tapi, sebelum itu ada sesuatu yang mengganggu hati Stefani. Dan, hal itu mungkin akan membuat Stefani dicap sebagai tukang kepo. 

"Dit, aku mau tanya sesuatu, dong!" seru gadis itu saat baru saja masuk ke dalam kelas. Adit yang tadi asik mengobrol dengan Arga langsung menghentikan obrolan mereka. "Kenapa, Stef?"

"Eum ..." Sebelum bertanya, mata Stefani melirik ke sekitar untuk memastikan orang yang akan dibicarakan tidak ada di sini. "Kamu sekelas sama Vino dari kelas sepuluh, kan?"

"Iya. Kenapa?"

"Kamu ... pernah bilang ke aku kalau Vino dan Arden sempat sahabatan. Tapi habis itu enggak lagi?"

"Err ... mungkin? Sebenarnya gue enggak yakin mereka beneran dekat atau enggak. Soalnya mereka cuma sering bareng pas semester satu aja."

Tiba-tiba Arga hendak masuk ke dalam percakapan. "Benar, kok kalau mereka dulu sahabatan. Gue satu SMP sama mereka."

Adit turut terkejut dengan fakta itu. "Kok enggak kasih tahu gue?"

"Buat apa kasih tahu lo?" Ya, benar, sih. Tidak ada gunanya Arga memberitahu Adit mengenai itu. "Pas SMP, mereka tuh selalu sekelas. Makanya kelihatan dekat banget dulu. Cuma, pas masuk SMA, baru kelihatan renggang tuh."

Hm, mencurigakan.

"Eh, Dit. Kamu tahu, kan, kalau aku tuh, emm, agak lupa ingatan sedikit? Alexa mulai ganggu aku itu kapan, sih?"

Ketika Arga bingung dengan pernyataan aneh itu, Adit mengangguk karena Stefani sudah bercerita sedikit-sedikit tentangnya. "Mulai semester dua kali? Cuma aja enggak seterang-terangan kayak sekarang. Dulu kayaknya lo sempat satu kelompok kerja sama dia. Tapi enggak ada masalah apa-apa, tuh."

Jika ditanya dari mana Adit mengamati mereka, itu karena dia juga sekelas dengan Alexa dan Stefani saat kelas sepuluh. "Beda banget pas sekarang kalian sekelas sama Vino, baru deh Alexa bar-bar banget jadi cewek. Ngeri."

Siapa pula, sih, pengarang dunia fiksi ini yang menyatukan Stefani, Alexa, dan Vino dalam satu kelas yang sama?

"Oke. Thank you jawabannya. maaf tadi aku tiba-tiba ganggu kalian."

"Nggak apa-apa."

Saat gadis itu kembali ke kursinya, Arga berbisik memanggil Adit. "Lo percaya dia beneran lupa ingatan?"

"Percaya-percaya aja, sih. Siapa tahu gara-gara trauma sama pembullyan Alexa yang bar-bar."

*****

Rekaman ini semakin lama didengarkan semakin mencurigakan. Suara Alexa seperti dipaksa dipotong dan langsung diarahkan saat dia menjawab dengan cepat.  Lagipula Vino bertanya dengan kalem, kenapa Alexa langsung menjawab dengan ngegas? Dan, tidak lupa berapa keras karakter Alexa.

Oke, memang jika ternyata rekaman ini tidak diedit. Maka masih ada satu kecurigaan lainnya.

Arga berkata bahwa Vino dan Arden suka berteman dekat dari SMP. Lalu semester dua kelas sepuluh, mereka tidak lagi dekat. Setidaknya, mereka sempat masih akrab selama semester satu.

Kalau semua disambung dengan imajinasi Stefani, bisa jadi Alexa sudah tahu Vino suka Stefani dari semester satu. Tapi kebenciannya belum sampai ingin mengganggu. Jika Alexa saja tahu perasaan Vino. Maka, masa Arden tidak tahu Vino suka Stefani?

"Kalau dia memang tahu. Harusnya dia langsung bilang aja pas itu. kenapa tetap mau tanya ke Alexa?"

Stefani tak bisa berhenti curiga. Bahkan ke Arden yang merupakan sosok penuh tanggung jawab. Bukannya gimana-gimana. Tapi sejak dia masuk ke tubuh Stefani, semua sudah tampak mencurigakan.

Bahkan sekarang dia pun masih tidak tahu kenapa dan bagaimana caranya dia bisa masuk ke tubuh Stefani.

"Atau jangan-jangan...."

Otak Stefani mulai berputar kepada sebuah kesimpulan yang sangat klise.

"Vino juga suka aku? Makanya Vino dan Arden jadi bertengkar karena merebutkan satu orang yang sama?" Aduh, tanpa sadar kedua pipinya sudah memerah.

[BERSAMBUNG]

Masuk Ke Dunia Wattpad (✓)Where stories live. Discover now