Chapter 44 - Fixing

1.9K 362 58
                                    

Pembicaraan yang diisi dengan tangis (Y/n) itu telah usai. Setelah lelah menangis panjang, (Y/n) pun tertidur di bahu Kazuo. Lelaki itu mengangkatnya kemudian ia letakkan di atas futon. Lalu ia menyelimuti tubuh gadis itu agar tak kedinginan. Ia pun pamit pulang pada Asano yang berbentuk seberkas cahaya berwarna biru. Setelah melakukan semua itu, Kazuo pergi dari sana.

Pagi telah tiba. Tetapi, (Y/n) masih belum membuka matanya. Manik (e/c)nya yang indah tetap bersembunyi di balik kelopak matanya. Belum ada tanda-tanda ia akan bangun dalam waktu dekat. Ia masih berkelana di alam mimpinya. Mimpi tentang dirinya dan Kazuo di kota tempat tinggal mereka, Tokyo. Mimpi yang terlalu indah untuk ia lewatkan.

Bunga tidur itu tidak bertahan lama. (Y/n) terbangun begitu ia ingat Kazuo ada di dekatnya, di sini bersamanya. Bahkan mereka berbicara tentang banyak hal kemarin malam.

(Y/n) pun duduk dengan kedua kaki yang ia luruskan. Nyawanya masih belum terkumpul. Ia masih terbayang-bayang dengan mimpi yang ia lihat di saat ia tidur. Hanya sesaat setelah itu, Gin-burung gagak miliknya-berseru nyaring.

"(F/n) (Y/n)! Ada misi untukmu hari ini! Kwak! Kwak! Cepat! Pergi ke desa di selatan! Ada rumor tentang Iblis di sana! Kwak! Cepat! Cepat!"

(Y/n) sudah sangat terbiasa dengan teriakan nyaring burung itu. Maka, ia sudah tidak melirik tajam nan menusuk lagi saat Gin berteriak-teriak. Meskipun saat pertama kali mendengarnya, sudah cukup membuat (Y/n) sakit kepala. Ditambah burung gagak itu selalu berteriak tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda. Sungguh menyebalkan.

Seusai memberitahu misi itu pada (Y/n), Gin bertengger dengan santai di atas ranting pohon bunga sakura. Ia hanya diam di sana sampai salah satu burung gagak lain datang menghampirinya. Membuat ranting itu dihinggapi oleh dua ekor burung gagak. Entah milik siapa burung gagak yang baru tiba itu.

Selesai berpakaian, (Y/n) berniat pamit pada Asano. Ia mencari keberadaan lelaki itu di sekeliling rumahnya. Ternyata Asano sedang berdiri di halaman depan rumahnya. Ia menatap ke atas, ke arah langit yang berwarna biru.

"Asano-san, aku pergi dulu. Ada misi yang harus kukerjakan," pamit (Y/n) pada lelaki itu.

Mendengar suara milik (Y/n) yang menghampiri indra pendengarannya, Asano pun menoleh dan menatap tepat pada manik (e/c) gadis itu. Lalu, ia tersenyum, "Berhati-hatilah," ucapnya.

Senyuman Asano pun dibalas oleh (Y/n). Seusai pamit, ia langsung pergi menuju desa di selatan itu.

***

Hari telah berubah menjadi siang ketika (Y/n) tiba di desa itu. Penduduk di sana sangatlah banyak hingga membuat suasana yang cukup ramai. Entah apa alasan Gin memberitahukan misi ini di pagi hari sementara Iblis hanya akan muncul di malam hari. Awalnya (Y/n) mengira perjalanan dari rumahnya menuju desa ini sangat jauh sehingga ia harus berangkat dari pagi. Tetapi, setibanya ia di sana, hari masih siang. Bahkan langit belum berubah menjadi jingga.

Merasa lapar, (Y/n) pun berniat mencari kedai terdekat. Ia tidak sempat sarapan tadi pagi dan hanya meminum segelas air putih. Wajar saja jika ia sekarang merasa lapar.

Setelah menemukan kedai yang cukup dekat, (Y/n) pun mendatangi kedai itu. Ia membuka tirai yang menghalangi dirinya untuk masuk ke dalam. Di dalam, tidak ada begitu banyak pengunjung. Hanya beberapa orang yang sedang menikmati makanan mereka masing-masing.

(Y/n) duduk tepat di kursi depan meja yang menghadap langsung dengan paman pemilik kedai. Posisi duduknya sejajar dengan kursi di kanan dan kirinya. Di sebelahnya terdapat seseorang.

Saat ia berniat untuk mengambil sumpit, sudut matanya tak sengaja melirik ke kanan. Tepat pada orang yang sejak tadi duduk di sebelahnya.

"Shinazugawa-san?!"

Sekali melihat wajah penuh luka itu, (Y/n) langsung tahu siapa pemiliknya. Warna surainya yang putih seharusnya sudah membuat (Y/n) cukup sadar jika orang yang duduk di sampingnya adalah Sanemi.

"(F/n)? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya heran.

"Aku sedang menyelesaikan misi. Kau sendiri?" (Y/n) menunda makannya sebentar.

"Tentu saja aku menyelesaikan misi juga!" sahutnya sewot karena ia merasa (Y/n) menganggap dirinya sedang bersantai sekarang. Pikiran negatif Sanemi terhadap seseorang memang sifat yang buruk.

"Apakah misimu di desa ini juga?" tanya (Y/n) lagi. Satu-satunya cara menghadapi Sanemi adalah sabar. Lelaki itu selalu naik pitam jika berbicara dengan orang lain. Siapapun itu.

"Ya. Tidak seperti biasanya kau banyak bertanya," sindir lelaki itu sambil melirik (Y/n) tak minat.

(Y/n) yang pada dasarnya adalah gadis penuh kesabaran, menjawab, "Jika kau tidak bertanya, maka kau akan tersesat."

"Jika kau banyak bertanya, maka itu akan memalukan dirimu sendiri," balasnya lagi.

Merasa malas meladeni Sanemi yang terus bertingkah, (Y/n) pun nelanjutkan niat awalnya, yaitu memakan semangkuk udon pesanannya. Ia mulai menyantap tanpa mempedulikan lelaki bersurai putih yang duduk di sampingnya.

"Iblis di sini hanya sebuah rumor belaka."

Perkataan Sanemi menghentikan kegiatan makan (Y/n). Ia menatap sangsi lelaki itu, "Kau yakin? Memangnya misi yang akan kita selesaikan sama?"

"Misi kita sama! Kau ini jangan terlalu curiga padaku! Apa karena aku menyudutkanmu di sidang Kamado waktu itu?!"

(Y/n) mengernyit heran. Ia hanya bertanya saja, tapi kenapa Sanemi langsung menyerocos ke hal lain? Apakah ia salah bicara?

Helaan napas keluar dari mulut (Y/n). Ia menatap Sanemi dalam-dalam dengan tatapan menenangkan. "Tidak, aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya memastikan. Sekarang masih siang, tetapi dari mana kau tahu jika Iblis di sini hanya sebuah rumor saja?"

"Pertama, aku sudah mengelilingi desa ini, tetapi tidak ada tanda-tanda Iblis di manapun. Kedua, tidak mungkin pemburu iblis mendapatkan misi yang sama. Itu artinya ada maksud lain dari misi ini," jelasnya dengan nada yang telah berubah menjadi tenang.

"Maksud lain, ya?" gumam (Y/n).

Mendengar penjelasan Sanemi yang cukup masuk akal, seketika (Y/n) teringat dengan kejadian antara dirinya dan Sanemi. Hubungan mereka tidak berlangsung baik. Bahkan memicu keributan.

Apa mungkin Kagaya sedang berusaha memperbaiki hubungan mereka?

Jika diingat-ingat lagi, burung gagak milik (Y/n) itu memberitahukan misi ini pagi-pagi sekali. Bahkan saat ia baru saja bangun dari tidur. Jika benar Iblis di sini hanya rumor saja, apakah itu artinya Kagaya ingin (Y/n) dan Sanemi menghabiskan waktu bersama dalam waktu yang cukup lama?

"Hentikan pemikiran bodohmu itu."

Suara bariton milik lelaki di sebelahnya membuat lamunan (Y/n) buyar. Ia menatap tak suka pada Sanemi.

"Dari mana kau tahu aku sedang berpikir?" tanya gadis itu.

"Sejak tadi kau hanya mengaduk-aduk udonmu dengan sumpit tanpa memakannya. Itu adalah tindakan yang bodoh. Tidak ada orang yang akan melakukannya jika mereka sadar. Kusimpulkan jika kau sedang berpikir karena kau melakukan hal itu tanpa sadar."

"Hm, hm. Pemikiran yang bagus tentangku," ujar (Y/n) sambil mengulum senyumnya.

"Ck. Kau ini."

Melihat Sanemi yang bangkit berdiri, (Y/n) pun mengejarnya.

Jika memang benar tujuan dari pertemuan mereka kali ini adalah untuk membuat hubungan yang lebih baik, maka (Y/n) tidak akan menyia-nyiakannya. Terlebih hal ini sangat jarang untuk terjadi.

"Tunggu aku, Shinazugawa-san!" seru gadis itu.

Meskipun tetap merasa kesal, Sanemi berdiri di luar kedai. Menunggu kedatangan (Y/n). Ia sendiri pun merasa bingung. Mengapa dirinya ikut berhenti berjalan di saat (Y/n) memanggilnya? Padahal bisa saja Sanemi meninggalkannya.

"Ayo! Kita jalan-jalan!" seru gadis itu.

Ekspresi wajahnya berubah ceria. Terlalu ceria bahkan. Melihat tingkah (Y/n) yang seperti anak kecil sudah tak lama keluar rumah, membuat Sanemi tersenyum samar. Senyumnya hampir tak terlihat. Tentu saja, karena ia tak ingin (Y/n) menyadari lengkungan di bibirnya itu.

***

ON REVISION ━━ # . 'Unexpected ✧ Kimetsu no YaibaWhere stories live. Discover now