Chapter 14 - Scrambled

3.9K 691 271
                                    

Misi pada hari itu mengubah kehidupan (Y/n).

Larangan untuk mengerjakan misi telah dikeluarkan dan sudah berlaku bagi (Y/n). Tak ada misi yang diizinkan untuk ia lakukan. Apapun itu.

Padahal menurut dirinya, lukanya itu tak terlalu parah. Hanya saja racun yang ada di dalamnyalah yang membuat luka itu semakin parah. Ditambah dengan kekuatan Asano yang semakin berkurang membuat tubuh gadis itu melemah. Ia tidak bisa berlama-lama menggunakan teknik pernapasannya. Tentu saja, hal tersebut menghambat pengerjaan misinya.

Verita itu pun didengar oleh telinga Kagaya. Kagaya yang merasa khawatir dengan kondisi (Y/n) memutuskan untuk memberi gadis itu cuti dari misi. Namun, sebaliknya. (Y/n) justru bersikeras untuk tetap menjalankan misi ke depannya. Tetapi, Kagaya sudah meneguhkan hatinya hanya untuk membiarkan (Y/n) pulih. Ia tidak ingin gadis itu terluka lebih parah lagi.

Di sinilah (Y/n) sekarang. Di sebuah taman dengan hamparan rumput yang luas. Beberapa pohon sakura tumbuh mengelilinginya. Taman yang tak sengaja (Y/n) temukan saat sedang dalam perjalanan menuju kediaman Kagaya kini menjadi saksi bisu atas apa yang ia pikirkan. Tekadnya untuk mengunjungi taman tersebut setelah usai bertemu dengan Kagaya pun akhirnya bisa direalisasikan.

Dibaringkan tubuhnya ke atas hamparan rumput hijau. Sang jumantara ditatapnya. Nuansa biru didominasi oleh putih terpampang di depan sana. Sungguh indah dan membuatnya seketika terpana.

Berbaring seperti ini dan menikmati ciptaan Tuhan sudah jarang (Y/n) rasakan. Terlebih di dunia asalnya. Keberadaan hamparan rumput hijau yang luas sangat jarang ditemui oleh gadis itu. Ia hanya bisa berpergian ke sekolah, café, dan rumahnya sendiri.

Dipejamkanlah matanya. Menikmati semilir angin yang menerpa wajah, suara burung berkicau, sinar matahari yang tidak terlalu terik. Juga suara langkah kaki yang mendekat. Tunggu, langkah kaki?

Matanya sontak terbuka lebar. Menoleh ke kanan untuk melihat siapapun itu yang sedang berjalan mendekatinya. Warna rambutnya yang didominasi oleh hitam dan mint menjadi ciri khasnya. Kekosongan pada tatapan matanya kini menyorot ke arah (Y/n). Tak ada cahaya yang bisa ia temukan di sana.

"Mui-chan..."

Jenamanya dipanggil. Raganya pun bergerak. Berbaring tepat di sebelah sang gadis.

"Maaf."

Pikirannya bertanya-tanya. Rungunya tidak salah dengar. Namun, untuk apa lelaki itu meminta maaf?

"Untuk apa?"

"Karena aku gagal menyelamatkanmu kemarin malam."

Hanya satu kalimat. Satu kalimat yang sulit diucapkan oleh Muichirou. Sekaligus sebagai satu kalimat yang mengganjal di pikirannya selama ini.

(Y/n) tersenyum samar. "Aku tidak memintamu agar selalu menyelamatkanku. Tidak semua orang bisa kau selamatkan. Bahkan, saat ini pun, pasti ada orang yang gagal kau selamatkan, Mui-chan. Jangan menjadikan hal itu beban pikiranmu. Jalankanlah hidupmu sebagaimana yang kau inginkan."

Tertegun, Muichirou hanya mematung. Apa yang dikatakan oleh Shinobu itu benar. Ia belum benar-benar mengenal (Y/n). Jika diukur dari 100%, ia hanya mengetahuinya paling tidak sebesar 10%. Masih banyak hal yang tidak ia ketahui dan kini ia ingin mengetahui semuanya.

"Saat aku bersamamu, kau mengingatkanku dengan adik laki-lakiku. Hanya saja sifat kalianlah yang membedakanmu dengannya. Ia adalah anak yang ceria. Bahkan, di saat yang paling sedih pun ia selalu tersenyum. Namun, aku tahu satu hal. Apa kau tahu hal apa yang kumaksud?" (Y/n) menoleh pada Muichirou. Bermaksud melihat bagaimana reaksi lelaki itu.

Ia menggeleng sebagai tanda tidak tahu.

Senyuman sedih terpatri di wajah (Y/n). "Ia menyembunyikan semuanya. Benar-benar semuanya. Ia sembunyikan hal itu dengan emosinya. Dengan senyuman dan tawanya. Bahkan, sampai akhir hidupnya pun ia masih tersenyum. Senyuman yang sangat kurindukan."

"Apakah adikmu sudah... meninggal?" tanya Muichirou ragu. Ragu jikalau pertanyaannya itu akan menyinggung perasaan gadis di sisinya.

"Ya. Ia sudah meninggal. Dua tahun yang lalu. Jika ia masih hidup sekarang, umurnya sama denganmu. Empat belas tahun," jelasnya dengan tatapan menerawang.

Diam adalah hal yang Muichirou lakukan. Ia tidak menyangka akan mendengar kisah kelam semacam itu dari seorang gadis bernama (Y/n). Gadis yang selalu tersenyum. Manik (e/c)nya yang selalu menatap lembut ke semua orang. Juga pelukannya yang hangat dan sangat dirindukan.

"Meskipun berkali-kali aku menyesali perbuatanku karena tidak bisa menyelamatkan nyawa adikku, tetapi ada satu hal yang membuatku sadar. Hal yang membuatku merasa seolah-olah ditampar oleh kenyataan."

"Apa itu?" Muichirou penasaran akan kelanjutannya.

"Aku tidak bisa menyelamatkan semua orang. Karena aku hanyalah manusia biasa yang memiliki kekurangan. Begitu pula denganmu, Mui-chan. Kita adalah makhluk tak sempurna. Maka dari itu, keberadaan orang lain sangat dibutuhkan agar menutupi kekurangan diri kita." Perkataannya diakhiri dengan senyuman. Senyuman yang mengingatkan dirinya dengan keberadaan sang adik.

"Apa kau menyesal karena gagal menyelamatkan nyawa adikmu?"

"Tentu saja. Namun, rasa menyesal itu hanya ada di awal. Pada akhirnya, rasa itu digantikan oleh sesuatu yang baru. Sesuatu yang membuatmu menjadi lebih baik ke depannya," ucapnya masih sambil tersenyum.

Tubuh sang gadis bangkit berdiri. Ia menepuk-nepuk haori-nya. Membersihkannya dari tanah dan debu yang menempel.

"Karena sejak tadi aku yang selalu berbicara, apakah kau ingin berjalan-jalan sejenak?"

***

"Aku pinjam (F/n) sebentar."

Perjalanan yang (Y/n) dan Muichirou lakukan kini seketika terhenti. Penyebabnya ialah seorang lelaki di hadapan mereka. Manik biru samudranya itu menatap lurus ke arah sang gadis.

Dingin yang diartikan secara konotasi mendadak terasa di sekitar mereka. Ah, mungkin hanya (Y/n) saja yang merasakannya. Namun, perkataan Giyuu sebelumnya berhasil menarik rasa tidak suka menyeruak keluar dari dalam diri Muichirou.

"Untuk apa?"

Genggaman tangan yang tiba-tiba terasa dieratkan membuat (Y/n) menatap ke arah sana. Rupanya Muichirou tengah menggenggam jari-jemarinya. Membuat si empunya hanya bisa tersenyum miris.

"Memangnya mengapa? Apakah ada aturan yang melarang aku untuk melakukannya?" balas Giyuu dengan nada yang sama dinginnya dengan Muichirou.

Melihat ketegangan di depan matanya, (Y/n) bersuara, "Ada apa Tomioka-san?"

Sebelum Giyuu sempat menjawab, suara tidak mengenakan terdengar di telinga mereka bertiga. Bunyi perut Giyuu memecahkan keheningan di antara mereka.

Tawa diredam dengan setengah mati. Sementara itu, wajah Giyuu berubah kemerahan. Tatapan datar Muichirou masih menatap ke arahnya.

"Ingin kumasakkan sesuatu untukmu?" Sebelum membuat perang dingin di antara mereka semakin dingin, (Y/n) segera menambahkan, "Kau pun boleh ikut, Mui-chan."

Seketika kening Giyuu mengernyit mendengar apa yang telinganya sampaikan pada dirinya. Namun, sedetik setelahnya wajahnya kembali normal. Tetapi tidak dengan pikirannya.

Mui-chan? Apakah itu merupakan panggilan khusus dari (F/n) untuk Tokito? pikir Giyuu.

Muichirou pun mengangguk setuju. Tentu saja ia takkan membiarkan (Y/n) hanya berdua dengan Giyuu. Entah mengapa, perkataan Mitsuri di saat itu terngiang-ngiang di dalam kepalanya hingga detik ini.

Pada akhirnya, mereka bertiga pun memutuskan untuk pergi ke rumah (Y/n). Kesengajaanlah yang membuat (Y/n) mengambil tindakan demikian. Ia merasa jauh lebih tenang jika berada di rumahnya sendiri dibandingkan dengan di kediaman Muichirou ataupun Giyuu.

Semoga saja setelah rasa lapar mereka lenyap, perang dingin itu tak akan terjadi untuk kedua kalinya.

***

First published :: October 22nd, 2020
Revised :: March 6th, 2022

ON REVISION ━━ # . 'Unexpected ✧ Kimetsu no YaibaWhere stories live. Discover now