Chapter 54 - Before the Storm

1.3K 270 58
                                    

Keheningan tercipta di ruangan itu. Hanya terdengar suara hembusan napas yang dilakukan oleh tiga orang di sana. Setelah pertanyaan Kagaya yang cukup membuat (Y/n) dan Kazuo terkejut, mereka hanya terdiam.

"Penyerangan Kibutsuji Muzan akan terjadi lima hari lagi," jawab (Y/n) akhirnya.

"Ternyata benar seperti dugaanku. Firasatku mengatakan hal demikian," ujar Kagaya.

Mereka pun terdiam sejenak. Sebelum Kagaya menanyakan hal yang membuat detak jantung (Y/n) dan Kazuo terhenti seketika.

"Bagaimana cara aku mati?"

(Y/n) hanya bisa melirik Kazuo yang juga menatapnya. Mereka saling tatap. Memikirkan hal yang sama meskipun mereka tidak mengatakannya.

"Anda... mati dengan cara meledakkan diri bersama kedua putri kembar dan istri Anda, Amane-sama," jawab Kazuo setelah saling tatap dengan (Y/n).

"Ah, begitu ya." Kagaya tersenyum.

"Tetapi, karena ada kami di sini sekarang, Anda tidak perlu melakukan hal itu, Oyakata-sama," ucap (Y/n) sebelum Kagaya mengatakan hal yang tidak-tidak. Seperti ia benar-benar ingin meledakkan dirinya, misalnya.

"Terima kasih, (Y/n), Kazuo," Kagaya menatap mereka berdua dengan tatapannya yang lembut. Meskipun umur mereka hanya terpaut lima tahun, namun aura seorang ayah terasa dari dalam diri Kagaya. Dan, hal itu bisa dirasakan oleh (Y/n) dan Kazuo dengan jelas sekali.

"Apa ada lagi yang ingin Anda tanyakan pada kami, Oyakata-sama?" tanya Kazuo sopan.

Kagaya tersenyum. "Tidak ada lagi, Kazuo. Kalian boleh kembali ke rumah kalian masing-masing."

(Y/n) dan Kazuo mengurungkan niat mereka untuk keluar dari ruangan itu ketika Kagaya mengatakan satu buah kalimat yang membuat mereka membeku di tempat.

"Hingga kemenangan telah kita capai nanti, tetaplah berada di sini (Y/n), Kazuo."

***

"Melamun lagi?"

Suara seseorang yang sudah sangat (Y/n) kenal terdengar di telinganya. Ia pun menoleh dan mendapati Kazuo yang berdiri sambil melipat tangan. Bersandar pada salah satu tiang penyangga rumah tradisional Jepang milik (Y/n) itu.

"Ah, tidak. Hanya tiba-tiba terpikirkan sesuatu," ujar (Y/n) sambil tersenyum. "Sejak kapan kau berdiri di sana?"

Kazuo mendekat. Lalu, ia ikut duduk di samping (Y/n).

"Aku sudah memanggilmu sejak tadi, tapi kau tidak mendengarnya," jawab Kazuo.

Kazuo merogoh ke dalam kimono yang ia kenakan. Lalu mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk bintang berwarna ungu yang bersinar di bawah bulan purnama.

"Punyamu. Aku menemukannya ketika kau terluka saat itu."

Pandangan (Y/n) tertuju pada gantungan kunci itu. Sebenarnya, ia hampir melupakan keberadaan gantungan kunci pemberian Asano yang kini ada di hadapannya. Ia tidak sempat memikirkan keberadaan gantungan kunci itu karena semua kejadian yang terjadi belakangan ini.

"Terima kasih, Kazuo." Ia mengambil gantungan kunci dari tangan Kazuo.

"Jujur padaku, apa yang kau pikirkan tadi?" tanya Kazuo setelah cukup lama mereka terdiam.

(Y/n) diam sejenak sebelum menjawab, "Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Oyakata-sama saat itu. Kau ingat 'kan?"

Kazuo diam. Ia sudah tahu (Y/n) akan memikirkan hal seperti ini. "Ya, aku ingat. Sangat ingat."

"Ada satu hal lagi yang kutanyakan dalam pikiranku." (Y/n) menatap Kazuo dengan tatapan seriusnya.

Perempatan siku-siku muncul di dahi Kazuo. Ikut menatap gadis di sampingnya itu dengan serius.

"Mengapa Oyakata-sama mengatakan hal seperti itu setelah ia tahu kita berasal dari dunia yang berbeda? Apa kau paham maksudnya?" tanya gadis itu.

Kazuo hanya diam mendengarkan pertanyaan (Y/n). Jujur saja, ia tidak tahu mengapa Kagaya mengatakan hal seperti itu. Mengatakan hal yang sudah pasti tidak akan terjadi menurut mereka. Namun, itu hanyalah menurut mereka. Kenyataannya belum tentu sesuai dengan pemikiran mereka itu.

"Entahlah. Aku pun tidak tahu, (Y/n). Aku sendiri terkejut saat mendengar kalimat itu."

Mereka lagi-lagi terdiam. Memikirkan hal yang sama. Memikirkan kata-kata dari orang yang sama. Juga memikirkan apa yang sebenarnya akan terjadi.

***

Matahari sudah terbit beberapa saat yang lalu. Burung-burung berkicau. Serangga saling bersahutan. Meramaikan suasana di pagi hari yang damai nan tentram.

(Y/n) sedang menatap nichirin barunya. Ia baru saja selesai mengikat gantungan kunci bintang yang sempat hilang itu. Kini di bagian pegangan nichirin-nya terlihat berkilau ketika terkena cahaya. Gadis itu tersenyum kecil menatapnya.

"Akhirnya gantungan kunci itu kau temukan," ujar seseorang.

Karena suara itu, (Y/n) menoleh ke arah pintu kamarnya. Asano berdiri di sana dengan setangkai bunga peony. Bunga berwarna putih yang menjadi pusat perhatian (Y/n).

"Bunga peony? Untuk siapa?" tanya (Y/n) ketika ia melihat bunga itu.

"Untukmu, (Y/n)-san."

Asano memberikan bunga peony itu pada (Y/n). Gadis itu pun mengambilnya sambil tersenyum sebelum mengucapkan terima kasih. Otaknya berpikir seraya mengingat-ingat makna dari bunga itu.

"Kalau tidak salah, bunga ini memiliki arti keberuntungan, bukan?" tebaknya.

"Benar. Aku tak sengaja melihatnya di sebuab toko bunga saat sedang berjalan di kota Tokyo. Dan, kupikir bunga itu akan sangat cocok untukmu saat ini," jelas Asano.

"Keberuntungan, ya?"

(Y/n) memandangi bunga peony itu sebelum menoleh saat Asano berkata lagi. "Aku akan pergi ke rumah Kazuo-san. Ia berkata jika ada hal yang ingin ia tanyakan padaku hari ini," ucapnya yang dijawab oleh anggukan kepala (Y/n).

"Baiklah. Hati-hati, Asano-san."

***

Setelah kepergian Asano beberapa menit yang lalu, (Y/n) mengambil nichirin-nya yang ia letakkan di sudut kamarnya. Ia mengeluarkannya dari sarungnya dengan hati-hati. Kanji yang terpahat di salah satu sisi nichirin-nya menjadi hal pertama yang (Y/n) lihat. Warna pelangi dengan corak bintang berwarna putih di bagian bawahnya menyambut pandangan (Y/n).

Ia pun membawa nichirin-nya ke luar rumahnya. Menuju halaman belakang rumahnya yang cukup luas dan bisa dijadikan tempat berlatih. Saat ini, (Y/n) memutuskan untuk berlatih. Kibutsuji Muzan bisa menyerang kapan saja meskipun ia telah memprediksi pemimpin para Iblis itu akan menyerang sekitar dua atau tiga hari lagi. Di saat itulah (Y/n) akan berlatih sekuat tenaganya.

(Y/n) mengayunkan nichirin-nya. Mengakibat hembusan angin akibat tebasannya yang dahsyat itu. Bunga lily putih yang tumbuh di sana ikut tertebas dan jatuh ke atas tanah.

Hanya latihan saja yang bisa (Y/n) lakukan saat ini. Jika hanya hal itu yang bisa ia lakukan, maka ia akan melakukannya. Apapun itu. Bagaimanapun, nyawa mereka akan dipertaruhkan di pertarungan nanti. Saat ini hanya angin yang lumayan kencang yang baru terasa. Namun, sebentar lagi badai itu pun akan datang. Dalam waktu dekat maupun dalam waktu yang lama.

Ya, saat ini hanyalah angin yang berhembus sebelum badai.

***

ON REVISION ━━ # . 'Unexpected ✧ Kimetsu no YaibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang