CHAPTER 31: Where Are You?

115 13 9
                                    

"Aku menolak dengan hormat pernikahan diriku dengan Bianca, Pa."

Setelah pengumuman yang membuat seisi ruangan hening, bahkan sampai ada yang tersedak– Daniel mengajak Ayahnya untuk berbicara empat mata.

Adler tidak menghadap putra sulungnya, pria paruh baya itu terlihat seperti sedang memikirkan banyak hal.

Sembari menatap taman bonsai kecil di depan ruangan makan dengan atap terbuka, menampilkan langit malam yang dipenuhi bintang dan sepoian udara segar, Adler membuka mulut.

"Sampai kapan kamu mau berhubungan dengan perempuan itu?"

Daniel tercekat, apakah maksudnya Annie?

"Aku sudah memiliki wanita yang aku cintai," balas Daniel menekankan kata 'cinta'.

Adler tertawa renyah. "Menurutmu, cinta dapat bertahan berapa lama?"

"Yang pasti lebih lama daripada Papa bersama Mama karena aku tulus mencintai perempuan yang aku sukai," sindir Daniel melirik Adler tajam.

Adler menghirup udara segar lantas menghembuskannya pelan-pelan. "Saat kamu bertumbuh dewasa nanti, kamu akan menyadari ada banyak hal yang lebih penting daripada sekedar rasa cinta."

Daniel mencibir Ayahnya dalam hati. Apakah umurku sekarang masih tergolong belum dewasa? Lagipula dia pasti berpikiran seperti itu karena dia tidak bermoral.

"Aku tetap menolak pernikahan berbasis perjodohan ini."

"Daniel! Belajarlah menjadi lebih dewasa! Mana yang lebih penting perempuan atau karir?" Adler meninggikan suaranya. Kalau berbicara dengan putranya yang satu ini tidak mungkin bisa diselesaikan dengan damai.

Daniel memalingkan wajahnya kearah Ayahnya. "Aku sudah membangun perusahaanku sendiri. Aku bisa mengurus diriku sendiri jadi berhenti ikut campur."

"Kamu–"

Plakk

Adler menampar pipi kiri Daniel hingga wajah tampan itu menoleh.

"Berani-beraninya melawan! Apakah kamu menjadi seperti ini karena ulah perempuan miskin tidak beradat itu? Karena Annie?!"

"Stop bawa-bawa Annie. Kalau Papa menyentuh dia sehelai rambut pun, aku bukan anak Papa lagi."

Adler mengeratkan kepalan tangannya, buku-buku jari tangannya memutih.

Seorang wanita paruh baya keluar dari ruangan karena mendengar bunyi tamparan.

"Sayang, apakah kamu tidak apa-apa? Apa yang terjadi?" serunya khawatir.

"Tidak apa-apa, masuk saja terlebih dahulu," balas Adler pusing.

"Apakah–"

"Aku bilang masuk saja ke dalam! Ini urusanku mendidik anakku, jangan ikut campur."

Wanita itu terbungkam, raut wajahnya berubah sedih namun memang seperti itulah kepribadian seorang Adler Jeremy. Ia lalu masuk kedalam ruangan kembali.

Adler menatap putranya. "Kamu dapat menikah dengan wanita lain, asalkan jangan Annie."

"Bisa-bisanya kamu menyukai perempuan kampungan tidak bermoral seperti dia," lanjutnya tidak peduli jika anaknya tersinggung.

Daniel tertawa sarkas. "Kampungan? Lalu apakah perempuan aku harus yang kaya, elit, berstatus sosial tinggi, dan penjilat untuk Papa?"

"Apa pun yang terjadi, aku tidak akan menikahi wanita yang tidak aku sukai. Ini adalah hidupku," tegas Daniel.

Setelah mengutarakan semuanya, Daniel pergi dengan perasaan berkecamuk.

My Annoying GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang