CHAPTER 5: Chocolate Truffles

847 346 188
                                    

Setiap orang memiliki egonya masing-masing, tapi mereka akan selalu menghilangkan rasa egonya demi orang yang mereka cintai.

-Daniel Adler

Jari- jari milik perempuan itu menari-nari diatas tuts-tuts piano. Menghasilkan nada-nada merdu yang enak didengar, tangannya bergerak mengikuti irama, seolah-olah lagu itu bagian dari jiwanya. Sembari memandang partitur lagu klasik yang dimainkannya, ia menutup matanya sesekali.

Perempuan itu adalah Luna, mahasiswi fakultas musik yang sering menjuarai lomba-lomba piano hingga ke berbagai belahan negara. Luna masih asik dengan permainan pianonya, sampai tak sadar ada dua orang yang mengawasinya sejak tadi. Keduanya memandang takjub Luna, seperti ia memang dilahirkan di dunia musik.

Lagu perlagu pun ia mainkan, mulai dari lagu karangan Kyle Landry, sampai Beethoven.

Duk

Lagu yang dimainkan Luna tiba-tiba berhenti. Ada suara berasal dari belakangnya. Luna tidak menoleh ke belakang, ia hanya terdiam sambil memindahkan tangannya ke kursi yang didudukinya.

Suasana tiba-tiba hening sejenak, hingga pelaku yang menimbulkan suara akhirnya menampakkan dirinya.

"Widih keren, tapi lagu Beethoven doang mah biasa.. lo bisa gak main lagu Chopin - Etude Op. 10 No.4, kayak Audrey?"

Perlahan Luna membalikkan tubuhnya, melihat siapa gerangan orang yang berani membandingkan dirinya dengan cewek alay itu. Tatapan dingin dan tajam yang diberikan Luna langsung menusuk pria itu.

Luna segera bangkit berdiri, ia mengenakan halter dress bergaya floral hari ini. Luna meraih sling bag chanel-nya, lalu menjauh dari Grand Piano yang berada di tengah ruangan tersebut.

"Kok berhenti mainnya?" tanya orang itu lagi.

"Nunggu lo pergi baru main lagi," ujar Luna tetap setia dengan wajah sinisnya.

Pria itu terdiam sejenak, bingung harus menjawab apa. "Lain kali main tuh yang bener, perfect dikit gak bisa apa?"

"Gue gak mau di ajarin atau dinasihatin sama orang yang gak ngerti piano. Jadi jangan sok tau," ujar Luna seolah-olah berkata enyahlah.

Luna meninggalkan ruangan yang sering ia gunakan untuk berlatih. Ada banyak kenangan yang ia tinggalkan di ruangan itu, mulai dari tempat pelariannya kalau ia lelah bertemu dengan orang, sampai base camp milik gengnya dengan Bianca.

Luna terus berjalan hingga melewati Audrey dan teman-temannya.

***

"Mampus lo Ann," tawa Vanessa menggelegar.

"Temen macam apa lo, temennya lagi panik malah diketawain," protes Annie yang sedari tadi memasang muka cemberut.

"Ulu ulu.. kesian deh temen gue." Karena diprotes Vanessa maju ke depan selangkah dan menangkup kedua pipi Annie dan mencubit-cubitnya dengan tanpa ampun.

"Aw!" Kedua temannya yang lain tertawa.

"Terus gimana dong? Lo mau ganti kaos branded gitu?" tanya Audrey. Sepertinya hanya Audrey seorang yang masih peduli kepadanya.

"Ya gak lah, mana punya duit gue bayar kaos ratusan juta gitu."

"Eum.. gimana kalau lo kasih Daniel chocolate truffle andalan lo?" sahut Divya.

"Boleh juga tuh! Setuju gue setuju!" Vanessa menimbrung.

"Ya kalau Annie berani kasih ke Daniel..." ucap Audrey.

My Annoying GirlfriendWhere stories live. Discover now