19. Di Cafe

2.3K 356 97
                                    

Sudah tiga hari Zia tidak masuk sekolah semenjak acara Olimpiade di gelar. Seakan di telan bumi, Zia tidak memberi kabar atau pun penjelasan atas ketidak hadirannya di sekolah. Sebagai sahabatnya, Kayla sudah mencoba berbagai cara untuk menghubungi Zia; Di mulai dari datang ke rumahnya, mengirim pesan, menelfon, bahkan pergi ke tempat favoritnya pun hasilnya nihil, Zia tetap tidak bisa di hubungi.

Tiga hari terakhir ini kepala Kayla juga penuh dengan tanda tanya besar kemana perginya sahabatnya itu. Dia begitu cemas atas hilangnya Zia dari perderan.

Kayla sudah mengetahui informasi jika Zia dan Andreas berhasil menjadi juara 3 di Olimpiade Matematika, bahkan semua murid SMA Wisesa sudah mengetahui akan hal itu. Ia juga sudah tahu jika Zia tidak mendapatkan beasiswanya dalam bentuk full, melainkan hanya beberapa persen saja. Informasi-informasi itulah yang membuat Kayla semakin khawatir dengan keadaan Zia.

Dengan cepat Kayla menyimpan kembali buku-bukunya yang berserakan  ke dalam tas ketika bel istirahat berbunyi. Ia ingin cepat-cepat menemui seseorang yang berhubungan dengan Zia. Kedua kakinya bergerak cepat keluar kelas mencari orang yang tadi dimaksud.

"ANDRIANN!!!"

Kayla lebih mempercepat tempo langkahnya ketika cowok bernama Andrian itu tengah berdiri di depan loker.

"Halo, dengan Andrian ganteng. Ada yang bisa di banting?" Ngaco Andrian yang mendalatkan hadiah pukulan di pundak oleh Kayla.

"Andreas mana?" Kayla bertanya to the point.

"Napa lo nyariin si kulkas satu pintu? Suka lo sama dia?" Andrian bertanya menyidik dengan tatapan mengintimidasi tentunya.

"Ck, jangan ngelawak! Gue lagi serius,"

"Gue juga serius sama lo, Kay," Andrian menyengir seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Belum aja gue korek mata lo!" Omel Kayla. "Cepetan kasih tahu dimana Andreas!"

"Biasa dia mah,"

Kayla mengernyit, tak mengerti maksud dari perkataan Andrian. "Biasa apaan? Kalau ngomong jangan setengah-setengah!"

"Ish, galaknya betina ini," Keluh Andrian sembari menatap ngeri Kayla. "Andreas di perpustakaan. Biasanya, jam-jam segini dia lagi ngapel sama buku-buku di perpustakaan. Melepas rindu satu sama lain, katanya."

Kayla menyipitkan matanya menatap Andrian. "Sedeng!"

Andrian hanya bisa mengusap-usap dadanya seraya menatap kepergian Kayla yang pergi begitu saja. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa semua cewek memiliki mulut setajam Kayla dan Mauren?

×××

Andreas membawa tiga buah tumpukan buku yang baru saja dipinjam dari perpustakaan. Derap langkah kakinya menuju pintu keluar memecahkan keheningan yang terjadi di perpustakaan. Di tengah perjalan, ia di cegah oleh Kayla dengan wajah paniknya itu.

"Andreas, gue perlu ngomong sama lo, ini penting." Kata Kayla dengan mimik wajah serius.

Perlahan, Andreas membuka kedua earphone yang menyumpel di telinganya. "Apa?"

"Ini tentang Zia." Kata Kayla lagi. "Zia udah nggak masuk tiga hari tanpa kabar. Gue udah coba hubungin dia, tapi nggak ada jawaban. Bahkan gue ke rumahnya aja, nggak ada orang di sana."

Andreas menaikkan sebelah alisnya menatap Kayla. "Terus?"

"Gue mau tanya sama lo, kali aja lo tahu dimana keberadaan Zia, mengingat orang yang terakhir sama Zia itu kan elo pas di Olimpiade."

"Gue nggak tau." Andreas menyahut cepat dengan nada dinginnya. "Zia terakhir kali sama Alfa, bukan gue. Jadi nggak usah tanya gue." Andreas hendak melangkah meninggalkan cewek itu, tapi Kayla menahannya.

DUA ES KUTUBWhere stories live. Discover now