EPILOG

3.5K 364 152
                                    

9 tahun berlalu, Zia sudah memulai lembaran baru di hidupnya. Zia lulus dari University of Arts London dengan nilai baik, lalu kembali ke Indonesia untuk merintis karirnya. Di usianya yang sudah menginjak 26 tahun, kini Zia sudah memiliki tiga buah butik. Itu merupakan pencapaian yang luar biasa. Mimpi-mimpinya satu per satu sudah digapai olehnya. Bahkan Zia sudah pernah menginjakkan kaki di kota impiannya, Paris, ketika busana rancangannya akan dipamerkan di suata event di kota tersebut.

Sebenarnya, tidak semua impian Zia sudah tercapai. Ada satu yang belum tercapai, atau mungkin mustahil akan tercapai. Mimpi itu adalah, bertemu dengan Andreas dan membicarakan segala hal yang seharusnya diselesaikan sebelum dia menghilang bak ditelan bumi.

Zia pernah melakukan tindakkan bodoh. Zia menunggu kehadiran Andreas untuk kedua kalinya yang tidak membuahkan hasil. Ia masih ingat betul janji Andreas yang ingin datang ke acara wisuda ketika ia lulus. Dan, ya. Dia tidak datang. Dan tak akan pernah datang.

Mulai dari situ, Zia bertekad untuk melupakannya walau terasa berat. Zia juga menganggap kisah mereka telah usai walau tanpa ada salam perpisahan sebelumnya. Kota London menjadi saksi berakhirnya kisah tragis mereka.

Lagi pula, apa yang diharapkan dari kisah ini sebenarnya? Sudah jelas salah satu tokoh utamanya telah mengundurkan diri dari kisah yang seharusnya belum usai ini. Tokoh yang sedari awal dikagumi semua orang ternyata adalah seorang pengecut dan pengingkar janji.

Zia tidak ada niatan sama sekali untuk mencari keberadaan Andreas di New York. Rasanya ia sudah lelah menunggu kedatangannya yang tak kunjung terbukti. Zia sudah lelah dengan janji-janjinya yang terus diingkari. Bisa jadi, Andreas sudah lupa dengan dirinya dan memiliki kehidupan baru bersama kekasihnya. Entahlah. Yang pasti laki-laki itu bukan menghilang dari kehidupan Zia saja, di kehidupan teman-teman dekatnya semasa SMA juga.

Kembalinya Andreas ke New York yang terasa begitu mendadak membuat teman-temannya terkejut, karna sebelumnya Andreas tidak pernah mengatakan apa-apa, apalagi mengucapkan salam perpisahan. Dan sekarang, hingga detik ini. Andreas tidak pernah memberi kabar kepada teman-temannya. Seakan-akan mereka sudah putus kontak.

Zia mengoleskan lipstick merah di bibir mungilnya dengan cekatan. Setelah merasa sudah siap, Zia keluar dari kamar menuju meja makan. Kebetulan ayahnya sudah berada di sana, sedang menyantap sarapan pagi.

"Kamu mau ke butik?" Pak Tio menatap Zia yang sudah tampak rapih duduk di kursi sebelahnya.

Zia mengambil sebuah pisang di keranjang buah, lalu ia membuka kulit pisangnya. "Zia ada sedikit urusan di butik, mau ngasih sketsa rancangan busana,"

"Kenapa nggak suruh si Maudy, asisten kamu aja buat ngambil ke sini?"

Zia menelan pisang yang sudah ia kunyah lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan sang ayah. "Nggak bisa, Yah. Zia harus ngasih arahan dulu, bagaimana ngerancang busana yang Zia maksud,"

"Bukannya kamu udah janji bakal ambil cuti selama——,"

"Iya, Yah. Zia tahu," Zia memotong pembicaraan ayahnya. "Tapi ayah tahu sendiri, kan, Zia juga ikut turun tangan dalam ngerancang beberapa bajunya."

"Kamu sih, segala mau ikut turun tangan segala. Padahal lebih enak terima jadi,"

"Biar semuanya maksimal, Yah." Zia menyengir, menampilkan deretan gigi putihnya.

Tangan kanan Zia langsung bergerak cepat mengambil ponselnya yang berada di tas. Ada panggilan masuk, dan Zia segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Iya, ini aku baru aja selesai sarapan. Habis ini langsung ke butik."

"Oke. Bye!"

Panggilan telfon tersebut putus. Zia kembali menyimpan ponsel ke dalam tasnya sembari berdiri dari duduknya.

DUA ES KUTUBKde žijí příběhy. Začni objevovat