36. Lo, Gue, dan Semangkuk Bubur

2.1K 289 49
                                    

Pak Marco memberhentikan mobil yang dikendarainya setelah memasuki area perkarangan rumah. Andreas dan Grandma keluar dari mobil secara bersamaan. Mata Andreas sedikit menyipit melihat seorang perempuan yang berdiri di pintu utama rumahnya.

"Siapa itu?" Tanya Grandma sembari melihat keberadaan perempuan itu yang sudah sadar akan kehadiran mereka. "Teman kamu?"

Belum sempat Andreas menjawab, perempuan itu lebih dulu menghampiri mereka dan memperkenalkan diri ke Grandma.

"Selamat malam Grandma," perempuan itu mengambil tangan Grandma, lalu menyalaminya. "Perkenalkan, saya Mauren teman Andreas." Mauren tersenyum lebar.

Andreas menatap malas perempuan yang sedang berhadapan dengan neneknya itu

Grandma ber–oh–ria mendengar pernyataan dari Mauren, Grandma juga mempersilakan untuk masuk ke dalam rumah, tetapi Andreas melarangnya.

"Di luar lebih enak, kena angin malam." Alibi Andreas yang tidak mau Mauren masuk ke dalam rumahnya.

"Ya sudah kalau begitu, Grandma masuk duluan ya."

Andreas dan Mauren mengangguk secara bersamaan.

Setelah Grandma melenggang masuk ke dalam rumah, pandangan Andreas beralih ke perempuan yang berdiri tersenyum kepadanya. Ia menatap perempuan itu dengan sorot mata seakan tak suka akan kehadirannya.

"Ngapain ke sini?" Ketus Andreas dingin. "Mau bikin gue koma juga kayak Zia?" Andreas menyindirnya sangat menohok.

"Kok lo ngomong kayak gitu, sih?" Mauren melangkah lebih dekat ke Andreas. "Nggak mungkinlah gue buat lo koma, yang ada malah gue buat lo suka sama gue." Mauren menyunggingkan senyum genitnya yang membuat Andreas ingin muntah sekarang juga.

"Perlu gue bawa pisau buat garuk lo yang kegatelan itu?" Andreas mundur satu langkah ke belakang ketika Mauren mendekat ke arahnya. "Mending pulang sana."

"Lo galak banget sama gue? Gue ke sini cuma mau ketemu lo, gue kangen sama lo, Andreas. Kita udah seminggu nggak ketemu loh——,"

"Seminggu juga hidup gue tenang karna nggak ada lo." Pungkas Andreas dingin dan sarkas. "Di sekolah baru lo emang nggak ada cowok, sampai harus ngejar gue terus?"

"Cowok sih banyak, tapi nggak ada yang kayak lo." Jawab Mauren cepat.

"Mending lo buka mata lebar-lebar, gue nggak suka sama lo."

"Gue bakal buat lo suka sama gue—,"

"GUE NGGAK SUKA DAN NGGAK AKAN PERNAH SUKA SAMA LO." Pungkas Andreas memotong perkataan Mauren sehingga wanita itu terdia. "Jadi, jauhin gue."

"Kalau gue nggak mau jauhin lo, gimana?" Tanya Mauren menantang membuat emosi Andreas mulai tersulut.

"Lo itu cewek, punya harga dirilah dikit. Gue muak liatnya."

"Maka dari itu, cuma sama lo doang gue rela harga diri gue ini dipertaruhkan."

Andreas menggeleng-geleng heran. Sebenarnya ia sudah sangat emosi melihat ketidak maluan perempuan yang satu ini, ingin sekali memusnahkannya dari muka bumi.

"Salah gue waktu itu ngatain Zia cewek gampangan," Andreas mencodongkan tubuhnya ke arah Mauren. Jarak wajah mereka sangatlah dekat. "Ternyata elo yang gampangan. CEWEK NGGAK PUNYA HARGA DIRI. JIJIK GUE SAMA LO."

Mungkin siapa saja jika berada di sana akan terkejut ketika melihat perlakuan Andreas kepada Mauren. Lelaki itu mendorong tubuh Mauren secara kasar sehingga tubuhnya terhuyung ke belakang.

"Masih bagus gue nggak buat lo koma kayak yang lo lakuin ke Zia." Andreas menatap Mauren yang terjatuh duduk di lantai teras rumahnya. "Pergi, gue nggak sudi lihat muka lo lagi. Gue muak."

DUA ES KUTUBWhere stories live. Discover now