2. Si Es dan Si Kutub

4.9K 428 27
                                    

Zia berdiri di depan pintu rumahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Zia berdiri di depan pintu rumahnya. Zia menatap pintu kayu yang sudah tua itu sesaat. Ia menghela nafas terlebih dulu sebelum benar-benar melangkah masuk kedalam rumah.

Zia menghentikan langkahnya mendadak. Kedua matanya terbuka lebar ketika melihat sosok yang sedari tadi ia pikiran sedang berdiri diseberangnya sembari melipat kedua tangan.

"Sudah pulang ternyata." Ucap ayahnya Zia yang menatap Zia dengan sorot mata garang. "Ayah kira kamu lupa balik."

Zia merunduk. Ia meremas kedua tangannya takut.

"Ayah tadi diberitahu oleh wali kelasmu kalau kamu telat. Benar itu?!"

Zia menganggukan kepalanya pelan.

Terdengar suara helaan nafas kasar yang keluar dari ayah Zia, sepertinya ia mulai terpancing emosi. "Bisa gak kamu sehari aja gak buat ayah marah! Gak cukup dari kemarin ayah marahin kamu?! Di marahin bukannya intropeksi diri malah berulah dengan telat masuk sekolah."

Zia hanya diam tertunduk tak berani menatap mata sang ayah.

"Sekarang ayah tanya. Kenapa kamu bisa telat?! Jangan-jangan kamu keluyuran gak jelas."

Tidak ada jawaban dari Zia, hanya terdengar suara isakan tangis disana.

"Ayah nanya Zia! Cepat jawab!"

Zia menggeleng-geleng pelan dengan posisi masih merunduk. "E-enggak, Ayah."

Tangan kekar ayah Zia mengangkat wajah anak perempuannya itu. Ekspresinya seperti orang geram. "Kalau bicara tatap ayah, jangan malah liat lantai!"

"Enggak ayah..." Jawab Zia yang masih terisak.

"Jangan bohong!"

"Zia gak bohong."

"Terus kenapa bisa telat!"

"Zia telat karna tadi pagi berdebat dengan ayah." Ucap Zia dengan nada sedikit takut.

"Jadi kamu nyalahin ayah?!" Suara ayah Zia lebih meninghi dari pada yang sudah-sudah. Dia tak suka jika Zia menyalahkannya.

"Enggak, ayah. Tapi itu kenyata---,"

Perkataan Zia berhenti saat melihat tangan kanan ayahnya hendak menampar dirinya. Zia memejamkan matanya takut.

PRANG!

Zia tidak merasakan sakit sama sekali di pipinya. Zia membuka matanya perlahan. Matanya menangkap bingkai foto yang sudah tergeletak hancur dilantai. Ternyata ayahnya tak jadi menamparnya.

Mata Zia beralih ke arah sang ayah yang masih berdiri dihadapannya. Ayah Zia seperti mencoba menahan emosinya yang sedang bergejolak.

"Pergi ke kemarmu, cepat."

"Ta-tap--,"

"CEPAT ZIA!"

×××

Sebelum pulang, Andreas meminta kepada Pak Marco agar mampir lebih dulu ke minimarket untuk membeli permen karet kesukaannya, karna stok permen karetnya sudah habis. Setelah selesai membeli apa yang ia inginkan, Andreas melanjutkan perjalanan pulang dengan diantar dengan Pak Marco.

DUA ES KUTUBWhere stories live. Discover now