32. Rumit

2K 278 53
                                    

Suara motor sport membelah keramaian yang terjadi di depan gerbang SMA Wisesa. Dengan sikap arogan, si pemilik motor mengklakson siapa saja yang menghalanginya, bahkan ia tak segan-segan untuk menabraknya. Setelah keluar dari keramaian siswa-siswi SMA Wisesa yang ingin memasuki area sekolah, akhirnya si pengendara motor sport itu bisa meparkirkan motor kesayangannya.

Para siswi SMA Wisesa yang sadar akan keberadaan lelaki si pengendara motor sport itu menahan jerit ketika ia membuka helm full face-nya.

"Anjir, Andreas vibes bad boy-nya dapet banget!"

"Pacar idaman, fix!"

Andreas tidak buta dan tidak juga tuli. Ia bisa melihat beberapa siswi yang memperhatikannya dari kejauhan sembari mengoceh tak jelas. Tapi benar juga apa kata mereka, Andreas terlihat seperti bad boy saat mengenakan jaket kulit.

Entah sebuah kebetulan atau apa, yang pasti Andreas dapat melihat bahwa Zia baru saja keluar dari sebuah mobil bersama Alfa.

"Makasih Kak atas tumpangannya."

Alfa tersenyum lebar. "Nanti saya jemput, ya?"

"Ekh, nggak usah—,"

"Udah, nggak apa-apa." Alfa memegang bahu Zia sesaat. "Saya balik dulu, ya. Gih, kamu masuk sana."

Zia mengangguk mengerti. Sedangkan Alfa kembali masuk ke dalam mobil dan melajukannya. Zia sempat melambaikan tangan ketika Alfa menekan klakson tanda perpisahan.

Zia memutar tubuhnya, bersiap melangkah masuk ke sekolah. Zia bisa melihat jelas bahwa Andreas menatapnya dari kejauhan dari area parkir yang berada di dalam sekolah. Zia sangat yakin itu.

Seakan tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Andreas, Zia langsung bergerak cepat menghampiri lelaki itu.

Andreas sadar jika Zia sedang berjalan ke arahnya. Ia ingin melangkah pergi dari sana, tetapi Zia lebih dulu menghalangi.

"Kemarin lo ke mana? Pak Handoko nyari lo,"

"Nggak usah sok peduli." Sarkas Andreas dingin. Matanya sama sekali tidak menatap Zia, seakan ia ogah menatap gadis itu.

"Sebenarnya gue juga males, tapi mau gimana lagi? Pak Handoko selalu nanyain tentang lo sama gue terus, gimana kuping gue nggak panas coba denger nama lo selalu."

"Potong kuping lo," kata Andreas. "Gue jamin, nggak bakal denger nama gue lagi."

"Gue serius. Lo kemana aja selama cabut sama bolos? Inget, Ndre. Kita udah kelas 12, sebentar lagi kita bakal lulus—,"

"Gue nggak butuh nasihat lo!" Andreas menggerakkan ekor matanya menatap Zia. "Urus aja strategi biar bisa ngerebut cowok orang lagi."

Zia terdiam beribu bahasa. Semua mata yang ada di sana memperhatikan Zia yang berdiri kaku, seakan sudah tak memiliki nyawa lagi untuk bergerak atau pun merespon perkataan Andreas.

"Dasar cewek gampangan." Bisik Andreas pelan, tetapi nadanya menekan.

Andreas segera menggerakkan kakinya menuju kelas, meninggalkan Zia berdiri sendiri di tengah keramaian di area parkir. Tapi sayang sekali, langkah Andreas harus terhenti ketika mendapati Pak Handoko berdiri tidak jauh darinya sembari memainkan kumis lebatnya.

"Serahkan diri kamu atau bapak gampar bolak-balik pakai kumis bapak?!"

×××

Kaila tengah asik berbincang dengan teman barunya, Julia, di dalam kelas. Mereka terlihat sangat akrab layaknya sudah berteman selama bertahun-tahun. Senyum semeringahnya surut ketika melihat kedatangan Raga ke mejanya.

DUA ES KUTUBWhere stories live. Discover now