9. Pulang Bareng

3.3K 325 23
                                    

Seperti biasanya, Zia sedang berdiri di dekat gerbang sekolah menunggu kesatria hijaunya datang

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Seperti biasanya, Zia sedang berdiri di dekat gerbang sekolah menunggu kesatria hijaunya datang. Dengan wajah lelah Zia menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan apakah ojek online yang ia pesan telah sampai atau belum. Mata Zia beralih ponsel miliknya. Ia berdecak ketika mendapat berita bahwa si tukang ojek membatalkan pesanannya. Ini kali kedua pesanan Zia di batalkan.

Suara sexy motor sport terdengar sampai ke telinga Zia, tetapi ia mentup telinganya rapat-rapat. Berpura-pura tak mendengarnya. Muncul pengendara motor sport dengan helm full face yang menutupi seluruh wajahnya. Si pengendara memberhentikan motornya tepat di sebelah Zia berdiri.

Si pengendara membuka kaca helm, menunjukkan wajahnya. Tanpa ditunjukkan dan diberitahu pun Zia tahu kalau orang itu adalah si kutub bisu tak berakhlak.

“Lagi baik. Gue antar lo.” Kata Andreas sangat singkat.

Zia melirik Andreas sesaat. “Ogah gue balik sama lo.” Tolak Zia mentah-mentah sembari berkutat dengan ponsel, ia masih mencoba mencari ojek online.

“Udah mulai gelap.” Kata Andreas lagi.

“Terus?”

“Mau gak?"

“Nggak.”

“Oke.” Andreas menutup kaca helm. Cowok itu memasukkan gigi, lalu menancapkan gas meninggalkan Zia sendiri di sana.

Zia tak peduli dengan Andreas, ia kembali berkutat pada ponselnya. Nihil, ia tidak mendapatkan ojek online satu pun. Zia menatap langit yang sudah mulai gelap dan menimbulkan suara gemuruh. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan.

Zia melangkahkan kakinya menyelusuri jalan raya sembari mencari angkot untuk membawanya pulang. Sial! Tanpa kompromi, air dari langit langsung mengeroyok Zia. Zia berlari mencari tempat meneduh. Zia menghentikan langkah kakinya di warung kecil di pinggir jalan.

“Bu, numpang neduh ya.” Zia meminta ijin kepada pemilik warung tersebut.

“Iya, Neng. Silahkan.”

Zia tersenyum. Ia duduk di kursi kayu yang ada di warung itu sembari menatap derasnya hujan. Zia memeluk tubuhnya sendiri, sesekali menggosok kedua tangannya agar hangat. Angin dingin terasa menusuk di tambah lagi baju seragam Zia yang basah karna terkena hujan tadi.

Seandainya tadi Zia mau menerima tawaran Andreas, mungkin dia tidak akan meneduh di warung dengan keadaan basah seperti ini. Zia memang besar gengsinya.

Bibir Zia bergetar, ia sedikit menggigil. Zia menggosok-gosokkan tangan kepada tubuhnya, mencoba menghangatkan diri.

Sebuah gelas yang berisi teh terulur di depan wajah Zia secara tiba-tiba.

“Minum.”

Zia mengernyit menatap gelas yang berisi teh itu. Zia menolehkan kepalanya, dan ia mendapati makhluk itu lagi. Si kutub bisu tak berakhlak.

DUA ES KUTUBOù les histoires vivent. Découvrez maintenant