28. Kita Ini Apa?

2K 269 32
                                    

Para murid SMA Wisesa telah berhamburan keluar kelas ketika mendengar suara bel pulang. Dalam hitungan menit saja, suasana sekolah sudah terasa sepi dan lengang.

Zia dan Kaila berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. Kedua gadis itu asik berbincang sambil menggendong tas ransel sekolahnya masing-masing.

"Mbak Zia,"

Kehadiran Pak Marco membuat langkah kaki Zia dan Kaila terhenti. Zia menatap Pak Marco mengernyit.

"Pak Marco?"

"Selamat siang Mbak Zia." Pak Marco tersenyum lebar.

"Siang juga, Pak," Zia ikut tersenyum, "ada apa ya Pak?"

"Saya diminta untuk menjemput Mbak Zia dari sekolah dan membawa Mbak Zia ke rumah Mas Andreas."

"Kenapa saya nggak bareng aja sama Andreas?" Zia mulai mengedarkan pandangan mencari Andreas. "Ke mana lagi tuh orang,"

"Mas Andreas yang meminta saya untuk jemput Mbak Zia, dikarenakan kaki Mbak Zia masih sakit," Pak Marco menjelaskan.

Kaila mengembangkan senyum mendengar kalimat yang keluar dari mulut Pak Marco, bahkan ia juga berdeham kencang menggoda sahabatnya.

"Duh, perhatiannya Si Kulkas," gumam Kaila pelan.

Zia menyikut Kaila memperingati. "Sekarang, Andreasnya ke mana?"

"Tadi sih saya lihat Mas Andreas sudah pergi duluan dari sekolah."

"Ehem, asik nyariin nih ya," Kaila pura-pura berdeham lagi.

Zia melempar tatapan kearah Kaila horror. "Kai,"

Kaila tergelak melihat reaksi Zia.

Pak Marco merogoh ponsel di saku kemeja, lalu ia menatap lekat Zia, "Mas Andreas sudah menunggu kita di rumah, Mbak,"

"Sana pergi, udah di tunggu sama Mas Andreas tuh," Kata Kaila meledek.

Zia memelototi Kaila untuk menghentikan ledekannya yang sangat memalukan. Tatapan Zia beralih kearah Pak Marco, ia menyetujui untuk pergi ke rumah Andreas.

×××

Seminggu menuju ulang tahun yang ke 17, Nenek dan Kakek Andreas sedang sibuk berdiskusi tentang perayaan ulang tahun cucunya itu, bahkan mereka telah mendatangai beberapa event organizer untuk acara ulang tahun Andreas.

Ada pula rencana Sang Mama yang mengingkan Andreas kembali ke New York untuk merayakan ulang tahunnya bersama kembarannya, Ansel. Andreas menolak mentah-mentah usulan Mamanya, dia ingin tetap di Jakarta saja, tidak perlu terbang ke New York. Bahkan, Andreas tidak masalah jika ulang tahunnya tidak ada perayaan. Baginya, ucapan dan doa dari orang-orang tersayang sudahlah cukup.

Andreas bisa melihat mobil sedan silver yang memasuki perkarangan rumah dari garasi. Tidak lama kemudian, keluarlah Zia dan Pak Marco dari sana.

"Masuknya lewat pintu belakang," Andreas muncul tiba-tiba di antara Zia dan Pak Marco, "di ruang tengah ada Grandma sama Grandpa."

"Bagus dong kalau gitu. Gue juga belum pernah lihat Grandpa lo," sahut Zia yang hendak melangkah, tetapi lebih dulu dicegah.

"Lewat belakang gue bilang." ulang Andreas dengan nada menekan. "Ikutin gue,"

Zia berdecak kesal seraya memutar kedua bola matanya malas.

Zia melirik Pak Marco yang berdiri tidak jauh darinya, "Pak, saya masuk ke dalam dulu, ya. Terima kasih juga atas tumpangannya tadi," Zia tersenyum sesaat.

"Ekh, iya, Mba,"

Kaki Zia langsung bergerak ketika mendengar suara berat Andreas memanggil namanya.

DUA ES KUTUBWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu