01 | They Cames

231 49 310
                                    

"Aku pulang!"

Tak ada jawaban. Aku tersenyum tipis sembari memandang setiap sudut rumah yang berisi kamarku yang digabung dengan meja makan dan dapur, dan 1 kamar mandi kecil di ujung ruangan.

"Selamat datang Fhea," bisikku.

Aku segera berjalan ke dalam, merapihkan sepatu, mengganti baju lalu merebahkan diriku di atas kasur. Hari ini sangat melelahkan seperti hari-hari sebelumnya.

"Ibu ... apa kabar ya?"

Aku meraih ponselku dan mengetik nama ibu di pencaharian chat. Mulai mengetik pesan.

𝙸𝚋𝚞 𝚕𝚊𝚐𝚒 𝚊𝚙𝚊?
𝚄𝚍𝚊𝚑 𝚖𝚊𝚔𝚊𝚗?

Tak ada balasan. Aku beralih ke grup kelas. Jia, sang ketua kelas seperti biasa memberikan info dan mengingatkan mengenai kegiatan esok.

𝙺𝚎𝚕𝚊𝚜 𝙸𝚇 𝟸
𝙹𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊 𝚋𝚎𝚜𝚘𝚔 𝚝𝚞𝚐𝚊𝚜 𝚖𝚊𝚝𝚎𝚖𝚊𝚝𝚒𝚔𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚜𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚍𝚒𝚔𝚞𝚖𝚙𝚞𝚕𝚔𝚊𝚗 𝚍𝚒 𝚛𝚞𝚊𝚗𝚐 𝚐𝚞𝚛𝚞. 𝙱𝚎𝚜𝚘𝚔 𝚊𝚔𝚞 𝚝𝚞𝚗𝚐𝚐𝚞 𝚜𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 𝚓𝚊𝚖 𝚒𝚜𝚝𝚒𝚛𝚊𝚑𝚊𝚝, 𝚓𝚒𝚔𝚊 𝚕𝚎𝚠𝚊𝚝 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚓𝚊𝚖 𝚒𝚝𝚞, 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚖𝚙𝚞𝚕𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒 𝚔𝚎 𝚛𝚞𝚊𝚗𝚐 𝚐𝚞𝚛𝚞.

Aku kembali merebahkan diriku di kasur. Sepertinya grup kelas akan heboh karena banyak yang belum mengerjakan tugas. Tugas matematikaku sendiri sudah kukerjakan dari jauh-jauh hari, tapi mungkin aku akan mengerjakan beberapa latihan di buku paket agar tidak lupa materi minggu lalu.

Aku berjalan ke meja belajar. Membuka buku matematika, mulai mengerjakan beberapa soal. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, aku benar-benar menghabiskan malamku hanya untuk belajar. Teman-teman pasti akan mengejekku lagi karena sepanjang malam hanya belajar.

Aku pun meraih buku bersampul biru tua yang berada di ujung meja belajar. 'Ella dan Sang Dewi' Aku mulai membacanya, menikmati tiap lembar cerita tersebut. Tak terasa air mataku mengalir membasahi halaman.

Cepat-cepat kututup bukunya dan kuhapus air mataku. Aku tertawa kecil. "Ada apa denganmu Fhea? Kau menangis lagi hanya karena membaca cerita dongeng anak-anak?"

"Cerita bodoh ...."

Aku menyeka air mataku lagi, menatap langit malam yang dipenuhi bintang lewat jendela. Menyatukan kedua tanganku, seperti biasanya, aku mulai memanjatkan doa kepada Tuhan yang barangkali mau mendengar doaku kali ini.

"Ya Tuhan apa kau benar-benar mendengar doaku? Di cerita dongeng, kau mendengar doa anak yang baik bahkan memberinya dewi penolong!"

Aku tertawa, "Ya, namanya juga cerita dongeng sih ...."

Aku diam, kembali merenung di sunyinya malam. "Tapi kenapa kau tidak pernah mengabulkan doaku, setidaknya 1 saja. Apa kau bahkan mendengarkan doaku sekarang?"

"Apa aku harus meminta yang aneh-aneh dulu ya seperti masalah percintaan?" Aku terus berdialog seorang diri.

"Baiklah jika maumu begitu! Aku akan berdoa seperti di dongeng-dongeng, dan mari kita lihat apakah kau benar-benar bertindak sebaik dirimu di dongeng!"

Aku menyatukan kedua tanganku lagi. "Ya Tuhan, jika kau berbaik hati tolong bantu aku supaya perasaanku padanya terbalas dan aku bisa berpacaran dengan Zean!"

"Pfftt-AHAHAHAHA!"

"Hahaha ... tak bisakah kau mengabulkan doaku, ya Tuhan?" Aku menunduk, menangis terisak-isak, hanya ditemani dinginnya malam yang mencekam. Sekali lagi aku menyalahkan Tuhan atas semua hal yang menimpaku.

Moonlight StealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang