21 | Bullying (4)

33 12 5
                                    

"Kenapa kalian berantem di sini?" tanya Kak Joan.

"Ohh tidak apa, hanya meminta orang yang menyebar rumor aneh tentangku untuk bertanggung jawab saja!" jawabku sambil melirik tajam ke Ivel.

Ia tergagap-gagap, bingung ingin membela seperti apa. Ia pasti sangat malu terlebih sangat menyukai klub basket. Dalam hati aku bersorak senang Kak Joan datang dan melihat kelakukan aslinya.

"Aku hanya meminta dia untuk bertanggung jawab atas rumor aneh yang disebar, kalian mungkin sudah tahu rumor seperti apa. Namun ia tidak mau dan malah menjambak rambutku duluan," tambahku membuat Ivel semakin tak berkutik berakhir menangis.

Aku berdecak kesal melihatnya yang malah terisak-isak, apa ia ingin menarik simpati agar mereka merasa kasihan dan tidak menghukumu?

"Apa itu benar?" Kak Joan kembali bertanya, tetap pada nada tegasnya.
Ia mengangguk sambil menutup wajahnya. Mengakui perbuatannya sambil berurai air mata.

Akhirnya Kak Joan, Zean, Aldi, dan Rei yang bernegosiasi dengannya perihal rumorku. Tidak perlu sepertiku yang susah payah membujuknya, Ivel langsung menurut saat dibilang mereka. Ivel langsung memberi klarifikasi di akun stargram tempat ia menyebar rumor dan memohon agar tidak saling menindasku dan berbicara yang aneh-aneh tentangku.

Masalah pun beres, walau Ivel masih memalingkan pandangannya dariku. Aku tahu dia kesal, tapi aku sama sekali tak berniat untuk meminta maaf karena dialah yang salah. Beruntung sekali Zean meminta dia untuk meminta maaf padaku!

Ia pun segera menurut dan menyalamiku. Aku pura-pura tersenyum tulus walau hatiku masih terbakar emosi. Tapi tidak apa, setidaknya besok hari-hari sekolahku lebih tenang.

Setelah urusan dengan Ivel selesai. Aku meminta maaf kepada Kak Joan, Zean, Aldi, dan Rei karena melupakan kegiatan klub basket dan berkeliaran ke sini. Namun reaksi mereka di luar dugaan.

Kak Joan dan yang lain justru meminta maaf dengan membawa nama klub basket. Mereka berkata maaf karena telah membuatku kesulitan dengan rumor itu dan tidak memahami kondisiku saat latihan hari Senin.

Kami pun saling meminta maaf. Aku juga merasa harus meminta maaf karena tidak berbicara dengan mereka, terutama Kak Joan karena dia yang paling tidak tahu apa-apa tentang rumor dan kejadian yang menimpaku.

Kini masalahnya sudah selesai. Kami berjalan beriringan ke lapangan sambil sesekali tertawa karena Aldi melempar gurauannya agar suasana kembali mencair.

Begitu sampai di lapangan, aku menceritakan semuanya kepada para anggota. Karena kupikir mereka harus tau juga. Mau bagaimanapun mereka juga anggota klub basket.

Usai cerita, banyak yang memberi respon turut berduka dan meminta maaf. Ada juga yang meledak-ledak dimakan amarah. Walau begitu aku lega karena sudah menceritakan semuanya dan masalah ini sudah selesai.

Hai, aku kembali kehidupan sekolahku yang tenang, damai, dan tentram!

"Bagaimana kalau kita mampir ke restoran chiz chiken dekat sini untuk melepas penat dan emosi kita?" Aldi memberi usul. Aku dan yang lain setuju, begitupun dengan Kak Joan.

Kami berjalan beberapa meter dan menemukan restoran berwarna kuning dengan ikon ayam dan tulisan besar 'CHIZ CHIKEN' Aku terbahak-bahak, restoran ini mengingatkanku dengan Arya.

Kami memesan ayam paket jumbo untuk semua orang, isinya berkisar 25. Sementara kita ada 11. Setidaknya cukup untuk semua orang mendapat makanan 2 ayam. Sementara untuk minuman kami pesan masing-masing. Aku sendiri memesan lemon tea seperti waktu itu.

Setelah selesai melepas penat dan menyalurkan rasa kesal dengan sepotong ayam dipadu canda tawa mereka aku merasa baik-baik saja. Seolah yang terjadi kemarin tidak pernah ada.

Kami berjalan keluar dari restoran dan pulang ke rumah masing-masing. Aku, Zean, Rei, dan Aldi menaiki bus yang sama seperti biasa. Zean duduk di sampingku, sementara Aldi dan Rek di belakang.

Suasana hangat masih terasa. Aldi belum puas bercerita dan bercanda. Walau ia duduk di belakangku, masih terdengar suaranya samar-samar. Aku dan Zean ikut tertawa saat Aldi sukses membawakan gurauannya dan membuat Rei berdecak kesal.

Aku pamit begitu bus sampai di dekat rumahku. Mereka balas berseru sambil melambaikan tangan. Aku turun dari bus dan berlari ke rumah dengan perasaan berbunga-bunga. Tak sabar menceritakan semuanya ke Moonlight Stealth.

"AKU PULANG!"

Moonlight Stealth segera menghampiriku, namun wajah mereka terlihat khawatir. Tidak seperti biasanya yang menyambutku dengan senyuman mengembang.

"Fhea, kau tidak apa-apa?" Kayla bertanya.

Aku mengerutkan alis dan menoleh ke arah Grey, bertanya ada apa dengan sikap mereka melalui tatapan mata. Grey menggeleng lalu mengangkat kedua sayapnya, terbang ke meja belajar.

"Iya aku baik-baik saja-"

"JANGAN BOHONG!" Arya berteriak. "Kami sudah tahu semuanya kalau kau dibuli di sekolah!"

"FHEAA MAAFKAN KAMII!" Rara berjalan dan memeluk kakiku.

Aku tertawa, lalu mengangkat Rara ke atas sejajar dengan wajahku, menatap Arya, Kayla, dan Cici. "Tidak apa-apa kok, masalahnya sudah selesai. Lagipula aku ini tidak selemah yang kalian bayangkan haha."

Wajah mereka tidak melunak sama sekali, tetap mengkerut layaknya samsak yang habis kena tinju. Aku tertawa, "Hei aku tidak apa-apa kok! Jangan menatapku seperti itu!"

"Kenapa kau tidak cerita ke kami kalau kau dibuli di sekolah?" tanya Kayla.

Cici mengangguk, "Apalagi kau dibuli karena saran kami dan memaksamu menjadi manajer basket. Aku minta maaf."

"Hei jangan berkata seperti itu!" Aku menghampiri Cici, mengelus kepala dan menjitaknha pelan, membuat ia mengaduh kesakitan.

"Aku tak pernah menyesal menjadi manajer basket. Sama sekali TIDAK! Lagipula itu pilihanku, aku yang harus bertanggung jawab. Jadi kalian jangan menyalahkan kalian sendiri ya!"

Mereka mengangguk, walau gurat khawatir masih belum hilang. "Tidak perlu khawatir! Masalahnya sudah selesai! Aku sudah berhasil menyelesaikannya, jadi besok sudah tidak akan dibuli lagi kok. Ya kan Grey?"

Mereka serentak menoleh ke arah Grey. Untunglah Grey mengangguk, membuat mereka percaya. Aku sendiri tidak tahu apakah Grey melihat kejadian tadi di taman belakang atau tidak, tapi syukurlah mereka jadi tidak khawatir lagi.

"Bagaimana caranya?" tanya Arya.

Aku tersenyum menyeringai dan mulai menceritakan semuanya satu-satu dari awal sampai akhir. Respon mereka heboh sekali, persis seperti dugaanku. Beberapa kali mereka menggeram marah, dan berteriak-teriak histeris.

"Lain kali kalau ada masalah lagi jangan dipendam sendiri ya! Ceritakan pada kami, masalah akan cepat selesai jika kau bercerita. Walau wujud kami seperti ini, kami tetap bisa membantumu." ujar Kayla.

Aku mengangguk, tersenyum lebar. "Terimakasih ya semua."

Ting!

Notif ponselku berbunyi, buru-buru aku mengeceknya. Namun bukan berasal dari group kelas, teman-teman ataupun group basket. Melainkan dari ibu.

"Dari siapa Fhea?" tanya Cici.

"Oh dari ibu," kataku setengah kebingungan. Aku pun mulai membaca sebaris kalimat pesan yang dikirimkan Ibu.

Mataku membelalak. Aku menutup mulut tak percaya, nyaris berteriak. Aku menoleh ke arah Moonlight Stealth yang berdiri kebingungan lalu kembali membaca ulang sebaris pesan itu.

Fhea, ibu akan pulang hari Minggu dan nginep di rumah kamu selama beberapa hari.

"IBU AKAN PULAAANGG?!!"

🌙🌙🌙

Hayolo ibunya pulang wkwk
Nanti gimana reaksinya ya pas ngelihat hewan-hewan ada di rumah Fhea.

Trik dan rencana apa lagi yang akan dilakukan Fhea dan Moonlight Stealth?

Btw ada yg punya/kepikiran ide Moonlight Stealth mau disimpan di mana? Wkwk

See you in next chapt!

- 🌙✨

Moonlight StealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang