13 | Great Competition

29 16 8
                                    

Esok petang setelah pulang sekolah kami berlatih basket di lapangan seperti sebelum-sebelumnya. Hari ini aku bertekad untuk menjadi manajer lebih baik dari sebelumnya!

"Ayo-ayo langsung latihan jangan bercanda!" seruku.

Mereka tertawa dan segera berlari ke lapangan, "Baik bu manajer!" seru mereka.

Aku tertawa dan kembali meneriakkan yang lain agar lebih cepat bergerak. Sejak kapan kami sedekat ini dan senyaman ini? Rasanya seperti aku bisa melalui hari-hari berikutnya dengan baik.

Sikap mereka padaku juga berubah, mereka menurut dan menaati perintahku, bahkan menghargai setiap ucapan yang kubilang. Aku benar-benar merasa sangat dihargai atas sikap mereka.

Namun kesibukan jadwal latihan kami tidak berubah. Kami masih tetap sibuk dan sibuk. Apalagi pertandingan sudah di depan mata, hanya perlu menghitung hari untuk segera bersiap ke pertandingan kali ini.

Pertandingan akan diadakan hari Sabtu Minggu ini di lapangan sekolah lawan, tepatnya esok hari. Maka dari itu latihan kali ini lebih lama dari biasanya. Aku terus berjaga-jaga di pinggir lapangan jikalau ada yang terluka seperti waktu itu.

Langit sudah mulai gelap, aku mengecek jam di Hp dan nyaris menyentuh angka 6. Ini sudah hampir malam, kapan mereka akan berhenti? Tampaknya Kak Joan pun tak sadar sudah latihan terlalu lama saking fokusnya. Kuharap mereka tidak memaksakan diri

Aku menunggu 10 menit lagi, namun mereka tak kunjung berhenti. Akhirnya aku memutuskan untuk datang ke tengah lapangan. "Maaf kak, ini udah jam 6. Mending latihannya dihentiin sampai sini dulu saja, sekolah sebentar lagi juga akan ditutup."

Kak Joan mengangguk, "Baiklah latihan hari ini kita sudahi sampai sini saja. Jangan lupa istirahat. Besok jangan pada bangun kesiangan, jam 9 kita bertemu di kafe dekat sekolah SMA IV, jangan sampai ada yang telat. Kalau begitu kalian bisa pulang sekarang, bereskan perlengkapan kalian dulu dan segera pulang ke rumah, jangan berkeliaran ke mana-mana, mengerti?"

Mereka menyahut, menyanggupi segala perkataan dan permintaan Kak Joan lalu mengambil tas mereka dan berjalan ke gerbang sekolah. Aku mengikuti langkah mereka di belakang.

"Fhea." Aku menoleh, rupanya Rei yang memanggilku. Dengan ragu aku berjalan ke arahnya. Apa lagi? Apakah aku melakukan hal yang salah kali ini?

Ia mengulurkan tangannya kepadaku, "Maaf. Maaf membentakmu kemarin, dan maaf juga baru bisa mengucapkannya sekarang."

Aku tersenyum lebar dan menyalaminya. Syukurlah masalah sudah kelar. Aku kembali melanjutkan langkahku ke gerbang sekolah bersama Zean, Rei dan Aldi yang pulang searah denganku.

Seperti biasa sebelum keluar sekolah, aku memberi isyarat dengan anggukan kepala kepada Grey yang hinggap di atas pohon.  Ia terbang mengikuti kami di belakang.

"Apa kalia tidak capek?" tanyaku.

Zean terkekeh, "Entahlah, aku tidak merasa capek sama sekali. Jika melakukan hal yang kau sukai dan kau menikmatinya, tidak akan terasa capek."

Aldi menggamit lengan Zean. "Yos! Kata-kata yang bijak Zean!" Lalu mereka berdua pun tertawa bersama.

"Ya aku juga setuju dengan perkataan Zean, segala kesulitan kita tidak sebanding dengan bertapa kita sangat menikmatinya." imbuh Rei.

Setelah berbincang cukup lama, tak lupa mengingatkan agenda besok, aku pamit turun bus dan berjalan ke rumah bersama Grey.

Seperti biasa, mereka menyambutku. Aku membalas sapaan mereka, aku sudah terbiasa dengan kehadiran mereka sekarang, sudah seperti bagian dari rutinitas hidupku. Kami berceloteh bersama, menghabiskan waktu bersama hingga kantuk membawa kami tidur dan kembali menyapa saat esok pagi.

Moonlight StealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang