26 | Welcome Home Mom!

47 9 4
                                    

Matahari berpendar, melukis warna oranye di antara kapas-kapas ungu yang melayang di langit hingga tercipta senja. Sebentar lagi bulan datang menjemput. Tak terasa esok adalah hari Minggu, hari kepulangan Ibu. Apakah aku sebagai anak berdosa jika berharap ibu tak usah pulang?

"Kalian sudah siap?" tanyaku.

Mereka mengangguk. Malam ini aku akan mengantar mereka hingga tembok sekolah untuk memastikan mereka aman. Debaran jantungku kembali menggila, sembari detik demi detik kian terlewati menunggu sinar rembulan menyapa kami. Berkali-kali aku mengecek ponsel hanya untuk memastikan bahwa Ibu benar akan pulang esok hari.

"Akhh ... aku bisa gila." Aku mendesah pelan sambil terus menatap layar ponsel. Jikalau melepaskan pandanganku sedetik saja kalimat Ibu akan berubah menjadi 'pulang hari Sabtu'

Gemerincing akhirnya terdengar, sinar rembulan pasti sudah memanggil kami. Seperti memberi aba-aba kalau perjalanan kami akan segera dimulai. Terasa begitu lebay jika diingat ini hanya perjalanan ke sekolah. Tapi hati tidak pernah tenang saat mengingat bahwa ini perjalanan para hewan ke sekolah (!!)

Setelah memastikan pintu terkunci rapat, kami segera berlari menyusuri jalan layaknya kesetanan. Berkali-kali melihat ke bulan untuk memastikan ia masih menyiram kami dengan sinarnya. Gemerincing terdengar lagi, buru-buru kami merapat di tembok dan berjalan mengendap-endap hingga sinar rembulan kembali mengguyur langit.

Setelah perjalanan yang melelahkan, akhirnya kami sampai di tembok sekolah. Kami tertawa bersama dengan napas terengah-engah.

"Hati-hati ya, baik-baik di sana! Jangan ngelakuin hal yang aneh apalagi yang mencurigakan!" peringatku.

Mataku beralih ke Arya yang malah sibuk menendang batu kerikil. "Paham Arya?"

"Oh iya paham-paham. Tenang saja, aku mah anak baik kok."

Aku mendelik, "Kalau Arya ngelakuin hal aneh-aneh, dipukul aja ya Ci!"

"Siap Bu bos! Tenang saja, aku aja memberikan tamparan yang paling kencang!"

Setelah memastikan mereka semua masuk ke dalam tembok sekolah, aku berlari, kembali ke rumah. Ada pekerjaan lain yang harus kuselesaikan. Membereskan rumah! Bisa mati denger omelan ibu kalau tahu rumahnya udah 1 bulan ga dibersihkan!

***

KRIIINGG!

Dengan sigap aku mematikan alarm. Aku sendiri sudah bersiap di rumah, dengan celana jeans dan kaos krem. Ibu memintaku menjemputnya di bandara jam 9 nanti. Walau jarak waktu masih lama, namun aku sudah harus bersiap karena bandara yang terdekat dari kotaku harus menempuh perjalanan yang sangat panjang.

Setelah memastikan kompor dan air mati, aku mengunci rumah dan mulai melangkah, berlari ke halte bus. Bus dengan tujuan bandara akan berangkat jam 7 nanti, masih tersisa waktu 30 menit untuk sampai ke halte.

Selama perjalanan tak banyak yang kulakukan, hanya melamun, sibuk memikirkan apa yang sedang dilakukan Moonlight Stealth, apakah mereka tidak melakukan hal aneh-aneh? Haruskah aku memberi mereka ponsel agar bisa saling menghubungi jika ada hal darurat? Ah tapi aku tidak ada uang.

Bus akhirnya sampai di depan bandara. Aku menunggu di ruang tunggu, sambil mengecek pesan ibu yang mengatakan bahwa ibu sudah turun dari pesawat. Mungkin sebentar lagi akan muncul.

Wanita paruh baya dengan baju putih, jaket coklat dan rok hitam berjalan sambil menenteng 2 koper besar. Rambutnya yang hitam memudar disanggul ke belakang. Ia tersenyum dan melambaikan tangan ke arahku.

Tanpa perlu menunggu dia menghampiri, aku segera berlari dan memeluknya. Rasa kangen yang selama ini kutahan menguar di dada, membuatnya terasa sesak. Sepertinya aku ingin menangis.

Moonlight StealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang