16 | Art Exhibition

31 15 10
                                    

Fhea menjerit panik dan segera berlari ke arah penjual ayam sebelum golok tajamnya benar-benar menggoreng leher Arya.

"BAPAK BERHENTIII!"

Bapak itu menghentikan gerakannya, menatap Fhea bingung. "Ada apa lagi nak?"

"A-apa itu ayam bapak?"

"Entahlah tadi ayam ini ada di dekat kardus jadi aku berpikir untuk memotongnya."

"I-itu ayam saya pak!"

Kini si penjual menatap Fhea heran lalu tertawa. "Oalah ayam kamu toh, bilang dong! Lagian ada-ada aja kamu sih nak, bawa-bawa Ayam ke pasar! Untung tadi bapak belum sempet motong!"

Aku tertawa hambar dan segera mengambil Arya dari genggaman si bapak penjual. "Maap ya pak, ayam saya emang suka pergi kemana-mana."

Aku berjalan memeluk ayam ke dekapanku dan memasukkannya ke ransel. Aku menatapnya tajam, hendak memarahinya tapi tidak tega melihat kondisi Arya yang shock melihat ayam sepertinya dipotong-potong. Lagipula akan terlihat aneh jika aku memarahi seekor ayam di depan umum.

Aku segera menutup ransel dan menyisakan sela kecil untuk mereka bernapas dan berjalan kembali sembari menenteng bahan belanjaan. Hari semakin panas, sekarang sudah pukul 11.20.

Saat ingin meninggalkan pasar, aku tak sengaja melihat pameran gambar di ujung jalan. Langkahku membawa ke salah satu lukisan pohon musim gugur. Perpaduan oranye dan kuning begitu memikat dan menenangkan hatiku. Selamat kepada si pelukis! Anda berhasil memikat hati saya dengan karya seni Anda!

Biar aku lihat siapa yang melukisnya. Aku mendekat, menunduk. Mengeja tulisan pelukis yang sangat kecil. Reiza Aksara. Sepertinya nama itu tidak asing ....

"Sedang apa kau di sini?"

Aku terperanjat kaget. Rei, teman dekat Zean tiba-tiba saja berdiri di belakang. "K-kau sendiri sedang apa di sini?"

"Ini pameran gambar dari klub yang aku ikuti. Lukisan yang kau lihat tadi itu lukisanku."

Aku ternganga. "Kau bisa melukis?"

Ia menaikkan alisnya, "Tak percaya?"

"Ah bukan begitu, hanya saja aku tidak menduganya."

Aku memperhatikan lukisan itu lagi dari jarak dekat, detailnya terlihat jelas bahkan goresan kuasnya. "Tapi lukisanmu benar-benar bagus. Aku baru tahu kau pintar melukis."

"Mau lihat lukisan yang lain?"

Aku mengangguk. Rei segera menuntunku, melewati satu per satu lukisan indah nan memanjakan mata. Tanpa sadar ada seseorang yang memotret mereka diam-diam.

"Semua ini kamu yamg buat?"

"Tidak. Itu teman-temanku yang buat. Aku hanya membuat lukisan pohon itu saja." jawab Rei. "Omong-omong kau tidak keberatan? Sepertinya ranselmu terlihat berat."

Aku segera menahan tangannya. "Tidak usah! Tidak apa-apa. Emm ... kau bisa membantuku membawa keranjang belanja saja."

Aku dan Rei kembali berjalan dengan posisi ia menenteng belanjaanku. "Aku baru pertama kali melihat ada pameran gambar di sini."

"Biasanya kami memang tidak mengadakan pameran di sini. Namun dikarenakan orang yang lewat tempat sebelumnya sepi, kita pindah dan mengadakannya di sini karena banyak orang yang berlalu-lalang."

Aku tak henti-hentinya kagum dengan lukisan yang mereka buat, mulai dari yang realistis hingga abstrak, semuanya sangat bagus. "Keren-keren banget. Aku baru tahu ada klub gambar di dekat sini."

Moonlight StealthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang